Muhammadiyah-NU: Aliansi Nasional Untuk Indonesia?

Muhammadiyah-NU: Aliansi Nasional Untuk Indonesia?

Oleh: Sudarnoto Abdul Hakim, Wakil Ketua Majelis Dikti-Litbang PP Muhammadiyah & Ketua Komisi Pendidikan dan Kaderisasi MUI

18 Agustus 1945 adalah tanggal yang sangat historis dalam perjalanan bangsa Indonesia. Setelah kemerdekaan diproklamasikan satu hari sebelumnya 17 Agustus 1945. Pada tanggal itu dibentuk sebuah negara baru yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada tanggal 18 Agustus 1945  itu pula, disepakati rumusan final Pancasila, setelah tujuh corpus Islamicum Piagam Jakarta dihapus demi keutuhan bangsa. Dan diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam catatan sejarah cukup terpampang  dengan sedikit gambling kalau tokoh kunci dan penentu kebersatuan Indonesia saat itu adalah Ki Bagus Hadikusuma.

Semua itu adalah merupakan  konsensus nasional yang sangat tidak ringan dan karena itu, dalam pandangan resmi Muhammadiyah, Indonesia adalah negeri/negara perjanjian (Darul Ahdi) yang tidak boleh dikhianati oleh siapapun.

Dalam rentang perjalan bangsa ini, pengkhianatan atau tidak adanya  komitmen untuk menyelenggarakan negara berdasarkan Pancasila perrnah terjadi dari masa ke masa bahkan sejak di awal kemerdekaan, di era pembentukan negara Indonesia.

Di sinilah problem kebangsaan kita yaitu menjadikan Pancasila hanya sebatas dokumen politik tertulis yang dibacakan dalam festival, ritual dan upacara resmi. Pancasila tidak hidup karena memang tidak dihidupkan; Pancasila tidak implementatif karena memang tidak dijalankan.

Dalam banyak bidang penyelenggaraan negara, Pancasila disisihkan dan akibat yang ditimbulkan sangat sistemik.

Oleh karena itu perlu adanya upaya serius dari semua elemen untuk memperbaiki bangsa ini jika tidak ingin bangsa yang sudah diperjuangkan panjang berdarah-darah ini dibajak oleh kekuatan manapun yang memang ingin menggerogoti  bangsa dan pada akhirnya kehilangan kedaulatannya kembali.

Tanda-tanda kea rah itu sudah demikian nampak. Eksesnya pun sudah terasa. Tentu ini juga menjadi tanggung jawab umat Islam khususnya Muhammadiyah karena telah menjadi aktor penting dalam memperjuangkan dan membebaskan bangsa Indonesia, menegakkan kemerdekaan dan mendirikan negara dengan Pancasila sebagai Dasar Negara dan UUD 1945 sebagai konstitusi.

Sejarawan Prof Anhar Gonggong, dalam pembicaraan dengan penulis saat bersama-sama menjadi nara sumber di acara Pengkajian Ramadhan PP Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Cirebon dengan tema Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi wa Syahadah menyampaikan pandangan penting. Yaitu, sudah waktunya kekuatan-kekuatan umat Islam yang besar seperti Muhammadiyah dan NU menginisiasi dan mempelopori sebuah rencana perjumpaan atau aliansi strategis untuk konsolidasi kembali potensi besar umat Islam.

Harus ada titik temu, komitmen, konsensus atau perjanjian Muhammadiyah-NU dan kekuatan umat lainnya untuk merawat bangsa secara bersama-sama, memberikan solusi secara bersama-sama dan memberikan arah menuju Indonesia yang besar.

Aliansi strategis ini menghasilkan dokumen resmi yang berisi gagasan besar dan strategis Muhammadiyah-NU tentang 25 tahun Indonesia ke depan, misalnya, yang nantinya bisa dijadikan rujukan bagi penyelenggaraan negara. Visi Indonesia, wajah Indonesia ke depan di tengah pergaulan global muncul di dalam dokumen yang disusun bersama Muhammadiyah dan NU ini.

Jadi, paling tidak Muhammadiyah dan NU benar- benar menjadi resource institution mewakili gerakan civil society muslim terbesar.

Penulis berpandangan bahwa peluang untuk melakukan hal ini sangat terbuka. Semua kalangan bangsa sangat mengerti dan menyadari ekskstensi penting dua ormas muslim besar ini sejak awal kelahirannya telah memberikan kontribusi dalam memperjuangkan kemerdekaan, melahirkan Negara Pancasila dan memajukan Indonesia.

Bahkan ekspektasi masyarakat internasional kepada Muhammadiyah dan NU untuk misalnya membangun atau menciptakan tatanan dunia yang damai juga kuat. Dua ormas Islam ini mewakili mainstream Islam moderat (Washatiyah) untuk tegakkan Islam Rahmatan Lil Alamin di mana-mana.

Karena itu, Muhammadiyah dan NU bisa menjadi model ideal dan tepat untuk Islam Washatiyah ini. Dua Ormas Islam ini bisa menjadi resource organizations bagi masyarakat Internasional. Banyak alasan atau argumentasi yang sangat kuat dan bisa dipertanggung jawabkan bagi Muhammadiyah dan NU untuk semakin memperkokoh hubungan kerjasama atau aliansi strategis ini melahirkan blue print tentang Indonesia mendatang.

Dalam waktu yang bersamaan kekuatan covil society muslim terbesar ini secara lebih efektif melalui aliansi strategisnya pada akhirnya bisa mendorong Indonesia sebagai sebuah bangsa/negara muslim yang leading dan menginspirasi secara internasional.

Timur Tengah sangatlah tidak mungkin bisa diharapkan karena dengan dirinya saja bermasalah dan bertikai secara berkepanjangan bahkan sejak era klasik Islam.

Turki yang sebetulnya cukup kuat tapi pada akhirnya saat ini terseret dalam konflik Timur Tengah. Dengan demikian juga sulit bisa diharapkan. Iran, negara Syiah terbesar yang dikenal sangat vokal terhadap Amerika misalnya juga tidak mungkin menjadi model dan resource country untuk kepentingan internasional karena juga menjadi bagian dari konflik Syiah-Suni yang berdarah-darah dan berkepanjangan.

Malaysia atau Brunei Darussalam dan bahkan Pakistan juga berat menjadi pilihan internasional. Indonesialah peluangnya untuk tampil sebagai a leading muslim country dan dua ormas besar Islam Muhammadiyah dan NU lah tumpuan harapannya.

Tidak ada pilihan Indonesia harus bangkit, Pancasila harus implementatif dan karena itu perubahan besar-besaran harus dilakukan secara damai dan konstitusional.

Indonesia musti menjadi negara muslim terbesar dengan senyata-nyatanya ; tidak sebatas kuantitatif dan potensi kekayaan alamnya, akan tetapi karena peran-peran globalnya yang nyata antara lain dalam menciptakan tatanan dunia baru yang damai dan mendamaikan. Baldatun Thoyyibatun wa Rabbun Ghofur sebagaimana sinyal yang ada dalam Al-Qur’an pada akhirnya terwujud tidak saja di Indonesia, akan tetapi juga di tataran global. Muhammadiyah dan NU secara bersama-sama melalui aliansi strategisnya yang menjadi resourcenya, Wallahu a’lam.

Exit mobile version