Catatan Mustofa W Hasyim
Era Drum Band Mania
Waktu saya kecil, tahun 1960 – 1970 boleh disebut sebagai era drum band mania. Waktu itu ormas dan orpol memiliki kelompok drum band. Medan kompetisi atau medan pertarungan grup drum band adalah waktu pawai. Waktu itu juga boleh dikatakan era pawai mania. Dan pawaimania disulut oleh era pidato mania. Jadi menyatunya pidato, pawai dan drum band waktu itu menjadi pemicu dinamika hidup masyarakat di mana-mana. Dinamika yang kadang kebablasan, menjadi konflik dan memanas menjadi clash, berhadapan langsung.
Untung kotaku menyimpan kearifan lama. Orang dan kelompok yang berkompetisi dan bekomflik, waktu itu secara politik dengan cerdas menghaluskan suasana konfliknya di jalan-jalan lewat pawai dan di pendapa-penmdapa lewat pentas kesenian. Mereka memamerkan keunggulan masing-masing, kadang saling menyerang lewat kata dan lewat simbol. Sampai ke simbol yang psling lucu, main layang-layang. Orang parta hijau menggambarlayang-layang dengan simbol partainya, dan orang partai merah mengambar simbol di layang-layagn denagn simbolnya. Mereka bertarung di udara. Siapa yang menang dan layang-layangnya tidak ptus bersorak-sorak. Dan yang kalah menggerutu. Cuma segitu.
Tetapi dalam permainan drum band berbeda. Ini lebih serius. Meski sama-sama memakai alat yang sama, dan suka menampilkan irama marinir Amerika, mereka mendesain drum bandnya tidak main-main. Mulai dari kostum, dari ketrampilan mayoret melemparkan tongkat komando ke langit dan dengan sigap ditangkap kembali sampai kepada lagu-lagu favorit pada zaman itu.
Waktu itu, seingat saya, hampir setiap hari ada pawai. Selalu penuh penonton. Jalan raya menjadi panggung bersama. Waktu itu orang Muhamamdiyah punya kelompok drum band bernama PGT, Pasuka Genderang Terompet. Genderang terompetnya memang joss. Dan pemainnya yang ganteng-ganteng dan gagah-gagah banyak memukau ibu-ibu yang ingin menantu dan memukau gadis-gadis yang ingin punya suami. Baru di kemudian hari saya tau bahwa pelatihan dasar untuk pemain drum band adalah beladiri. Jadi mereka sudah terbiasa berdisiplin melatih tubuhnya agar sehat, kuat dan tangkas bertindak. Oleh karena itu ketika mereka memukul atau meniup alat-alat drum band, mereka tidak mudah lelah.
Dan pada era drum band mania ini anak-anak mendapat hiburan yang nyaris tidak pernah berhenti. Dan sehabis nonton drum band dalam sebuah pawai, di kampung saya dan kampung tetangga, anak-anak berkumpul. Membuat kelompok drum band, dengan alat sederhana. Dengan alat dari bambu berupa tenong atau tenggok, ada yang membawa kaleng, dan alat-lat dapur yang bisa dipukul, diam-duia diambl, lalu dberi tali, dan dipukul bersama, berbaris kelling kampung, Tongkat komandonya dari carang bambu atau kayu lamtoro yang agak besar. Yang penting panjang, kuat dan bisa diputar dengan gaya mitip mayoret sungguhan.
Karena anak-anak hafal lagu dan irama drum banda, bahkan hafal kode-kode dengan jari para mayoret, maka itu yang ditirukan. Setelah Asar, menjelang Maghrib, berkelilinglah anak-anak kampungku bergabung dengan tiga kampung tetangga. Pawai drumnggok, drum dari tenggok atau drumleng drum dari kaleng. Untuk pengganti suara m, cuikup pakai suara mulut, demikian juga suara serulingnya. Heboh dan seru juga, dan saya pernah memimpiin pasukan anak-anak keratif ini pada suatu rute. Yang penting kami semua senang, para orang tua yang melihat kami berkeliling melongo, satu dua menggerutu karena alat dapurnya bakalan rusak karena dipukuli selama keliling kampung.
Dan di kemudian hari saya tahu, bahwa hampir semua teman-teman yang bermain drumnggok ini bisa beladiri. Sebab pada zaman itu anak-anak kampung berlatih beladiri, di tempat tetangga atau di sekolah. Jadi ketika mereka bergerak lincah, melancarkan pukulannya pada alat dapur, itu mereka lakukan sepenuh tenaga agar menghasilkan bunyi-bunyian dan nada yang kuat.
Mengapa drum band bisa melahirkan pemimpin?
Ya, mengapa drum band dapat melahirkan pemimpin? Menjadi pemimpin anak-anak, pemimpin pemuda, pemimpin organisasi dan pemimpin drum band itu sendiri? Sebab pertama, dengan bermain drum band anak-anak atau orang menyadari tentang perlunya barisan (shof). Sebuah kelompik drum band memerlukan kemampuan berbaris, artinya satunya langkah dengan tekad.
Kedua, dalam bermain drum band orang memerlukan tenggang rasa, atau katakanlah disiplin saat memukul alat drum band. Para pemainnay dilatih untuk paham kapan memukulkan alat drum band dan kapan berhenti, lalu memukul,lagi. Irama dan nada menjadi rapi, serasi dengan irama kaki dan gearkan tubuh yang lain.
Ketiga, kelompok drum band memerlukan pemimpin, yang disebut mayoret. Tanpa ada yang meimpin drum band tidak bisa jalan. Biasanya ditunjuk anak atau orang yang berani, mampu dan cerdas. Memimpin drum band tidak gampang.
Pemimpin drum band berani tampil di hadapan anak buahnya dan di hadapan orang banyak. Ia juga harus berani mengambl keputuan dengan cepat dan tepat. Agar pemimpin drum band dipercaya anak buah dan orang lain, dia harus memiliki kemampuan yang lebih dibanding anak buah. Ia memiliki ketramplan dalam soal lagu dan gerak dan mengkombinasikannay dalam suatu tujuan tertentu. Pemimpin drum band juga harus cerdas dalam menentukan arah dan langkah anak buahnya. Ia sudah memiliki rute tertentu untuk mencapai tujuan tertentu dan itulah yang dia lalui bersama kelompoknya. Untuk ini seorang pemimpin drum band tidak boleh memiliki keraguan sedikit pun ketika melangkah maju.
Keempat, drum band muncul dan tampil dalam ruang dan waktu, dalam konteks acara atau kegiatan tertentu. Ketika anak-aak atau orang bermain drum band, ia atau mereka bisa berlatih mengelola ruang, waktu, lagu, gerak dan konteksnya. Tidak bisa bermain sendiri-sendiri sesuka hati. Artinya, untuk menjadi pemimpin, maka perlu berlatih tekun. Berlatih memahami potensi diri, memahami potensi lingkungan, memahami potensi anak buahnya, memahami kemungkinan-kemungkinan yang paling tepat dilakukan, dan berlatih mengambil keputusann-keputusan penting.
Dalam konteks ini, berlatih drum band menjadi wahana simulasi-simulasi untuk menjadi pemimpin. Dalm konteks ini juga ketika kita kita sadar, memahami dan memaknai bahwa permainan drum band bisa menjadi wahana untuk melahirkan pemimpin, maka sebenarnya semua permainan, termasuk permaina tradisional pun memiliki kemungkinan dan potensi yang sama. Permaina gobak sodor, permainan anggar berkelompok, permainan perang-peranan, permainan kasti, permaian sepakbola, permainan drama, sandiwara atau sekadar permainan musik konser kecil pun bisa diberi persepktif seperti itu.
Indonesia, , memiliki pemainan yang demikian banyaknya. Jadi kalau kemudian lahir para pemimpin maka wjarlah itu. Kalau sampai masyarakat Indonesia tidak bisa melahirkan pemimpin, padahal banyak sekali wahana untuk membentuk dan melahirkannya, maka kebangeten sekali. Kalau ada organsiasi yang menjadikan drum band sebagai bagian dari pendidikannya, maka seharusnya oganisasi itu mudah melahirkan pemimpin, pemimpin yang berlapis-lapis, karena yang namanyza shof juga berlapis-lapis. Begitulah. Dalam konteks ini berbahagialah orang-orang yang mau aktif dan mau menerima amanah menjadi pandu HW atau pemimpin pandu HW, atau guru TK ABA yang dalam kehidupan sehari-harnya akrab dengan drum band.