Meskipun baru dibuka dan berada di daerah terpencil, antusiasme public terhadap pesantren ini cukup besar. Hingga saat ini sudah ada beberapa calon santri dari berbagai negara yang telah mendaftar, seperti dari Timor Leste, Kamboja, Vietnam, Beijing, Moskow, dan sebagainya. “Tahun ini kami menerima 60 santri sebagian besar dari NTB, ada tiga calon santri dari Kamboja, generasi pertama ini dibebaskan beasiswa,” kata Din Syamsudin.
Din menjelaskan bahwa keinginannya untuk mendirikan pesantren Internasional bermula dari hasil pengamatannya terhadap kondisi umat Islam yang masih tertingal dalam banyak hal. “Saya berkesempatan ke beberapa negara dan menyaksikan pendidikan Islam belum berjaya, karena itu, Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya Islam harus juga menjadi pusat pendidikan Islam,” ujar Din.
Baca: Din Syamsuddin Inginkan Kemajemukan sebagai Kekuatan
Pemilihan nama Dea Malela dinisbatkan kepada Imam Ismail Dea Malela. Tokoh kelahiran Gowa Makassar yang pindah ke Pamangong Sumbawa untuk mengembangkan dakwah Islamiyah di Tana Samawa. Selain menyebarkan Islam, Dea Malela juga termasuk tokoh pejuang yang melawan penjajahan Belanda. Pada tahun 1752 Dea Malela ditangkap oleh tentara Belanda, dan dibuang ke Simon’s Tonw, Afrika Selatan. Di daerah pembuangan, Dea Malela menjadi tokoh dan ulama besar yang tiada henti menyebarkan islam rahmatan lil alamin (Ribas).