Oleh; Setyadi Rahman
Jamaah sidang Jum’at yang dimuliakan Allah.
Di negara kita tercinta, Indonesia, tanggal 1 Juni dikenal sebagai Hari Kelahiran Pancasila, dan mulai tahun 2015 ditetapkan sebagai hari libur nasional. Di tingkat internasional, 1 Juni justru diperingati sebagai Hari Anak Internasional. Itu artinya setiap tahun masyarakat internasional diingatkan tentang anak-anak sebagai sosok yang penting untuk diperhatikan perkembangan kehidupan mereka. Pengalaman masa kecil mereka memberikan pengaruh yang sangat berarti atau signifikan terhadap masa depan mereka ketika kelak mereka sudah dewasa. Pengalaman positif akan melahirkan masa depan yang cerah, sedang pengalaman negatif akan mendatangkan masa depan yang kelam.
Allah Swt telah mengisyaratkan, melalui al-Qur’an, adanya tipe atau model anak yang dapat dijadikan sebagai pilihan untuk mengantarkan mereka menuju masa depan yang gemilang. Tipologi anak yang dimaksud adalah pertama, tipe hiasan (Qs al-Kahfi: 86); kedua, tipe ujian atau cobaan (Qs at-Taghabun: 15); ketiga, tipe pelalai (Qs al-Munafiqun: 9); keempat, tipe musuh (Qs at-Taghabun: 14); dan kelima, tipe penyejuk pandangan (Qs al-Furqan: 74).
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Setiap orangtua yang normal tentu menginginkan terwujudnya masa depan yang cerah dan gemilang bagi anak-anaknya. Karena itu, anak dapat diposisikan sebagai investasi masa depan, sebagaimana sekarang banyak orang yang membeli tanah atau rumah dengan alasan sebagai investasi masa depan. Terkait dengan tanah dan rumah, masa depan yang dimaksud tentu saja adalah masa depan di dunia semata. Banyak orangtua yang berpandangan seperti itu, sehingga mereka memposisikan anak seperti tanah dan rumah. Mereka siap membiayai pendidikan anak-anak mereka dengan biaya yang besar di sekolah-sekolah terbaik nan mahal, bahkan mencari yang berlabel internasional, asalkan dapat menjamin masa depan anak-anak mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang memberikan gaji besar.
Dalam istilah ekonomi, investasi adalah “penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan”. Orangtua yang memperlakukan anak-anak mereka sebagai investasi masa depan, tidak akan mempersoalkan berapa pun uang yang mereka keluarkan, asalkan anak-anak mereka kelak sukses mendapatkan pekerjaan yang dapat menjadi mesin pundi-pundi uang yang dapat mengembalikan cost atau ongkos yang telah mereka keluarkan selama ini.
Itulah gambaran tentang kebaikan duniawi yang diinginkan sebagian orangtua terhadap anak-anak mereka yang lebih bersifat materi. Standar kesuksesan mereka semata-mata adalah materi. Fokus mereka semata-mata hanyalah dunia. Karakteristik orangtua seperti itu termasuk ke dalam jenis manusia yang disindir Allah Swt sebagaimana termaktub di dalam Qs al-Baqarah: 200.
Artinya: “…Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bagian (yang menyenangkan) di akhirat.” (Qs al-Baqarah: 200)
Zumratal mukminin a’azzakumullah.
Kita sebagai orang tua muslim yang menjadikan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai pedoman hidup, tidaklah haram bagi kita untuk menjadikan anak-anak kita sebagai investasi masa depan yang menguntungkan. Investasi dan masa depan yang dimaksud lebih komprehensif (luas dan lengkap). Maksudnya, investasi yang ditanamkan akan menjamin keuntungan bagi orangtua dan anak sekaligus. Sementara itu, masa depan yang dimaksud adalah masa depan jangka pendek, yakni di dunia ini, dan masa depan jangka panjang, yakni di akhirat kelak.
Allah Swt dalam firman-Nya:
Artinya: “Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (Qs al-Baqarah: 201)
Jikalau investasi komprehensif seperti itu yang kita inginkan, maka capaian keuntungan investasi minimal sekalipun tidak akan kita persoalkan sebagai orangtua. Tentu saja yang dimaksud dengan capaian keuntungan investasi minimal adalah capaian spiritual anak yang lebih bagus daripada capaian materiil, bukan sebaliknya! Contoh tentang capaian keuntungan investasi minimal adalah anak-anak boleh miskin secara materi asalkan pribadinya shalih, taat kepada Allah Swt dan Rasululah saw, berbakti kepada orangtuanya, ihsan dalam interaksi sosialnya, dan kebajikan-kebajikan lainnya.
Allah Swt berfirman di dalam Qs al-Ahqaf: 15 berikut.
Artinya: “… ia [anak yang shalih] berdoa: “Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk supaya aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat mengerjakan amal shalih yang Engkau ridhai, dan berilah kebaikan kepadaku dengan [memberi kebaikan atau keshalihan] kepada keturunanku. Sesungguhnya aku bertobat kepada-Mu dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri [Muslim].” (Qs Al-Ahqaf: 15)
KHUTBAH II
Jamaah sidang Jum’ah yang dimuliakan Allah.
Marilah kita akhiri renungan Jum’at siang ini dengan berdoa ke hadirat Allah, dengan penuh kekhusyukan dan ketundukan, mudah-mudahan Allah Swt berkenan mengabulkan doa kita, amien.•
——————————–
Drs Setyadi Rahman, MPI adalah Guru Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta, Dosen STAIT Yogya.