JAKARTA.suaramuhammadiyah.id-Ketua Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju, Prof Din Syamsuddin ikut mengecam adanya pengrusakan rumah ibadah yang terjadi berulang kali di Indonesia. Kasus terakhir yang sangat disesalkan oleh mantan ketua MUI itu adalah kerusuhan bernuansa SARA di Tanjung Balai, Sumatera Utara, Jumat 29 Juli 2016, yang menyebabkan satu vihara dan empat kelenteng hangus terbakar.
“Kita mengecam keras, menyesalkan terjadi kekerasan dengan pembakaran rumah ibadah. Aksi kekerasan dalam bentuk apapun, dalam motif apapun tidak ditoleransi. Apalagi terhadap rumah ibadah yang sangat dihormati. Dalam perang pun rumah ibadah tidak boleh dirusak,” ujar Din di sela-sela Pleno Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju (PIM) di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (3/8/).
Menurut Din, kerusuhan yang berakibat pengrusakan sejumlah rumah ibadah di Tanjung Balai tidak hanya disebabkan oleh wawasan keagamaan yang sempit, eksklusif dan intoleran, namun juga didorong oleh provokasi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab hingga factor kesenjangan social-ekonomi.
“Memang ada faktor keagamaan yang tampil dalam eksklusif, ekstremis. Tapi ada faktor non agama, ada faktor ganda yaitu faktor keagamaan dan sosial ekonomi. Saya tidak tahu mana yang primer, mana yang sekunder. Inilah faktor yang harus dicegah ke semua pihak,” ungkapnya di kantor Pergerakan Indonesia Maju (PIM).
Baca: Temuan Muhammadiyah Sumut, Kesenjangan Sosial-Ekonomi Jadi Pemicu Konflik Tanjung Balai
Din meminta akar persoalan ini ditelisik secara menyeluruh, tidak hanya dari sisi agama. Kemungkinan ada faktor-faktor lain yang ikut menjadi pemicu. Selain itu, Din mengimbau semua pihak untuk saling menahan diri dan tidak memprovokasi. “Karena itu, kami mengimbau agar semua pihak khususnya umat berbagai agama untuk dapat menahan diri dan mencegah agar kejadian tersebut tidak terulang lagi,” kata Penasehat Ponpes Internasional Dea Malela itu.
Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2005-2015 itu menyarankan pemerintah dan segenap elemen bangsa untuk memikirkan tindakan preventif. Pasalnya, pengrusakan rumah ibadah umat beragam agama kerap terjadi di beberapa daerah. “Sekarang pemerintah bergerak cepat mengatasi keadaan, tapi perlu pencegahan atau preventit jangan sampai terulang. Dengan mencari akar permasalahan,” ujar Din.
Baca: Muhammadiyah: Peradilan Kriminal Tidak Cukup Atasi Konflik Tanjung Balai
Belajar dari kasus sebelumnya, Din meminta semua pihak diperlakukan sama di depan hukum. “Kemarin masalah Tolikara dan Singkil sempat ada yang merasa tidak adil. Karena ada yang diundang ke Istana di satu pihak dan ada juga di pihak lain yang ditindak keras. Apapun, kita tidak mengharapkan kejadian serupa terulang,” ujar President, Asian Committee on Religions for Peace (ACRP) itu.
Khususnya umat Islam sebagai mayoritas, Din meminta untuk tampil terdepan dalam upaya-upaya mewujudkan toleransi yang sebenar-benarnya. “Umat Islam harus tampil dalam wawasan keislaman yang rahmatan lil alamin. Walaupun saya tahu, mereka terpuruk secara ekonomi. Karena ekonomi dikuasai oleh pihak lainnya. Tapi tidak boleh dijadikan alasan untuk ngamuk,” tutur Din (Ribas).