YOGYAKARTA. suaramuhammadiyah.id- Toleransi dan kerukunan masih menjadi permasalahan yang dihadapi oleh setiap umat beragama. Agama dan nilai-nilai perdamaian yang diajarkan sendiri nyatanya memiliki peran dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama. Namun, sejumlah pihak menganggap ada sebagian dari peran agama yang belum mampu mewujudkan perdamaian dan toleransi di antara umat beragama. Dalam Islam sendiri, menurut Prof Syafiq A Mughni, salah satu penyebabnya adalah bahwa masih ada disparitas antara ajaran agama dengan apa yang disampaikan oleh tokoh agama dalam ceramah keagamaan.
“Terkadang masih banyak ajaran agama yang mengedepankan tentang toleransi dan kerukunan antar umat beragama yang belum disampaikan secara tepat oleh tokoh-tokoh agama dalam ceramah,” ujar Syafiq dalam acara Seminar Nasional “Memelihara Toleransi dalam Masyarakat Majemuk” di Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) siang tadi, (10/8).
Baca juga: Toleransi, Mengapa Sulit Terwujud?
Menurutnya, banyak contoh seperti yang dilakukan Rasulullah dan kasih sayangnya kepada umat beragama lain seperti Nasrani dan Yahudi yang belum dieksplorasi oleh tokoh-tokoh agama sebagai bahan yang bisa disampaikan dalam ceramah-ceramah keagamaan. Sehingga, tidak salah jika persepsi yang sering muncul adalah bahwa untuk mencintai dan mendekatkan diri kepada Tuhan dilakukan dengan membenci mereka yang berbeda keyakinan.
“Banyak contoh-contoh yang seharusnya mampu dieksplorasi dalam ceramah keagamaan untuk menanamkan toleransi dan kerukunan. Masih banyak yang menganggap mengkafirkan orang lain adalah langkah yang tepat untuk mendekatkan diri dengan Tuhan,” lanjutnya.
Sehingga, Syafiq pun menyimpulkan bahwa masih ada tokoh-tokoh agama yang belum mampu memainkan perannya secara maksimal untuk membawa agama sebagai rahmat bagi alam semesta.
Baca juga: Din Syamsuddin Inginkan Kemajemukan sebagai Kekuatan
Selain hal tersebut, permasalahan lain seperti problem kompetisi, masih membayangi wajah toleransi beragama di Indonesia. Di beberapa daerah, faktor-faktor non-agama seperti ekonomi, sosial dan politik masih menumpangi identitas keagamaan sebagian kelompok dan memunculkan konflik. Menurutnya, masalah kooperasi dan kompetisi tidak hanya terjadi antar umat beragama melainkan diseluruh lini kehidupan masyarakat. Yang terpenting daripadanya adalah bagaimana menyikapinya dengan toleransi serta penghargaan terhadap kelompok-kelompok lain.
“Kooperasi dan kompetisi akan selalu ada, bukan hanya di antara umat beragama. Tanpa Kooperasi, toleransi tidak akan terwujud namun tanpa kompetisi kita tidak akan termotivasi untuk maju. Yang peting adalah saling menghargai kelompok lain,” lanjutnya.
Baca juga: Perkuat Kebersamaan, Muhammadiyah Gelar Silaturahim Lintas Agama
Syafiq menegaskan bahwa untuk mewujudkan kerukunan antar umat beragama yang harus dilakukan adalah dengan memperkokoh demokrasi, bukan hanya dalam tatanan kenegaraan namun juga kultural demi menjaga keberagaman. Disamping itu, kemanusiaan dan kesamaan pandangan seluruh agama terhadap ‘keadilan’ membuat keduanya menjadi pondasi dalam mewujudkan kerukunan. Muhammadiyah, Syafiq mencontohkan dengan peran Muhammadoyah Disaster Management Center yang bergerak di bidang kemanusiaan dan juga sejumlah lembaga pendidikan Muhammadiyah yang tersebar di sejumlah wilayah minoritas Muslim di Indonesia. Contohnya adalah Papua dan NTT.
“Dalam hal kemanusiaan, Muhammadiyah melalui MDMC dan sejumlah lembaga pendidikan Muhammadiyah di wilayah-wilayah minoritas Muslim semisal, telah memberikan contoh bahwa kemanusiaan bergerak melampaui ras, agama dan suku. Dalam tatanan praktik toleransi, Muhammadiyah tidak hanya memberikan wacana namun sudah sampai kepada aksi,” tandasnya (Th).