Oleh; Setyadi Rahman
Jamaah sidang Jum’at yang dimuliakan Allah.
Dalam sehari-hari kita sering mendengar perkataan bunuh diri, yang berasal dari media massa cetak, elektronik, maupun sosial. Istilah bunuh diri kian akrab di telinga kita seiring dengan gencarnya pemberitaan tentang aksi-aksi terorisme yang menggunakan modus “bom bunuh diri”. Pelaku bunuh diri juga kian beragam dan menyentuh hampir semua lapisan masyarakat, termasuk para pelajar di tingkat dasar dan menengah. Bunuh diri merupakan cara yang dilakukan seseorang untuk mengakhiri hidupnya.
Jika fenomena bunuh diri tersebut diperhatikan, sesungguhnya terdapat dua model bunuh diri, yaitu bunuh diri karena terpaksa dan bunuh diri karena sukarela. Orang yang bunuh diri karena terpaksa sebenarnya masih ada keinginan untuk hidup tetapi yang bersangkutan menemui jalan buntu untuk menyelesaikan masalahnya. Masalah itu bisa berupa masalah ekonomi, masalah sosial karena ditolak dalam pergaulan, tidak lulus UN, konflik dalam keluarga, masalah percintaan, dan sebagainya.
Kebalikannya, terdapat model bunuh diri karena sukarela, yang mewujud dalam berbagai aksi ”bom bunuh diri” di berbagai belahan dunia. Model bunuh diri ini tidak hanya terbatas di wilayah konflik seperti Timur Tengah, Afrika, Afghanistan, Pakistan, dan India, bahkan merembet ke kawasan non-konflik seperti Eropa atau Asia Tenggara, yang kelihatannya tak berkonflik.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Dalam pandangan Islam, bunuh diri merupakan perbuatan yang sangat terlarang untuk dilakukan. Di dalam al-Qur’an surat an-Nisaa’ ayat 29, Allah SwT menegaskan hal itu.
Artinya: “… Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri; sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu.” (Qs an-Nisaa’: 29)
Zumratal mukminin a’azzakumullah.
Orang yang nekad bunuh diri pasti memiliki motif atau alasan yang melatarbelakanginya.
Pertama disebabkan oleh kurangnya perhatian keluarga dan lingkungan sekitarnya. Motif kedua biasanya dilakukan oleh orang yang mengalami depresi berat. Menurut Enoch Markum, seorang psikolog dari Universitas Indonesia, terdapat dua motif seseorang melakukan bunuh diri. Pertama, karena ingin mencari perhatian, dan kedua, karena memang sudah depresi dan tidak ada kemauan untuk hidup lagi.
Untuk motif yang pertama, Islam memberikan solusi dengan memerintahkan kita untuk memiliki kepedulian kepada orang lain, terutama kesulitan yang sedang dihadapinya. Rasulullah saw bersabda:
Artinya: “… Barang siapa yang menghilangkan kesulitan (yang sedang dihadapi) seorang mukmin di dunia, niscaya Allah akan menghilangkan kesulitan di antara kesulitan-kesulitannya di hari kiamat; dan barangsiapa yang memudahkan kesukaran yang sedang dihadapi seseorang, niscaya Allah akan memudahkan (kesukaran yang dihadapi)-nya di dunia dan akhirat; …. ” (HR Muslim)
Untuk motif yang kedua, Islam memberikan advis atau nasihat yang sifatnya preventif,
yakni agar jangan mudah berputus-asa di
dalam meraih cita-cita atau sesuatu yang sangat diinginkan.
KHUTBAH II
Jamaah sidang Jum’at yang dimuliakan Allah.
Bagaimana pandangan Ulama tentang aksi bunuh diri yang dilakukan secara sukarela? Bukankah pada masa sekarang, banyak aksi bom bunuh diri secara sukarela yang dilakukan orang-orang muslim dalam sepuhan kata “jihad” atau “jihad fi sabilillah”? Mereka adalah bagian dari kelompok perlawanan di Timur Tengah, Afghanistan, Pakistan terhadap upaya hegemoni kekuasaan dan pengaruh bangsa Barat di kawasan tersebut. Aksi serupa juga meramaikan konflik laten Israel-Palestina, bahkan dalam konflik internal muslim antara kelompok Sunni dan Syiah di Irak pasca runtuhnya kekuasaan Presiden Saddam Husein.
Jawaban tentang masalah tersebut sangat tergantung kepada dua hal. Pertama, tergantung kepada motif atau niat pelakunya yang untuk mengetahui kebenarannya menjadi wilayah otoritatif Allah SwT sepenuhnya. Kemasan jihad fi sabilillah dalam aksi bom bunuh diri muslim belum menjamin pelakunya mati syahid dan masuk surga.
Kedua, tergantung kepada cara pandang kita dalam memahami makna lahiriyah dari hadis Nabi saw dan ayat al-Qur’an berikut ini. Rasulullah saw bersabda:
Artinya: “Apabila dua orang muslim bertemu dengan kedua pedangnya (dalam suatu pertikaian), maka yang membunuh dan yang dibunuh (sama-sama masuk) ke dalam neraka.” Saya bertanya: ”Wahai Rasulullah, (hukuman itu layak bagi) si pembunuh, lantas apa alasan bagi orang yang dibunuh (sehingga masuk neraka)?” Rasulullah menjawab: “Karena ia juga punya ambisi untuk membunuh sahabatnya.” (HR Mutafaq ‘Alaih dari Abu Bakrah Nufai’ bin al-Harits ats-Tsaqafi)
Sementara itu, Allah Swt mengingatkan kita melalui Qs al-Mumtahanah: 8 agar kita berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi dan mengusir kita dari negeri kita, meskipun status mereka non-muslim. Ketika seorang muslim melakukan aksi bom bunuh diri terhadap mereka, tentu pantas diajukan pertanyaan apakah perbuatan semacam itu tidak mendurhakai perintah Allah Swt sebagaimana yang tersurat pada ayat tersebut? Jika tetap dilakukan, jangan-jangan aksi bom bunuh diri tersebut bukan berujung ke surga melainkan justru ke neraka. Na’uudzu billaahi min dzaalik.
Akhirnya, marilah kita pungkasi renungan Jum’at ini dengan berdoa semoga Allah Swt berkenan mengabulkan doa kita, antara lain, menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang mampu menyelesaikan masalah apa pun yang dihadapi secara Islami dan membuang jauh-jauh pikiran untuk melakukan aksi
bunuh diri.•
————————————
Drs Setyadi Rahman, MPI adalah guru Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta, dosen STAIT Jogja, dan anggota Majelis Tabligh PWM DIY.