Ajeg Dalam Kebaikan

Ajeg Dalam Kebaikan

Oleh; Dr Ali Trigiyatno

Salah satu amal yang dicintai Allah dari hamba-hamba-Nya adalah yang dilakukan secara rutin, berkesinambungan dan ajeg walau sedikit.
Dalam sebuah hadis dijelaskan, dari Aisyah radliallahu ‘anha bahwa dia berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya; “Amalan apakah yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab; ‘Yang dikerjakan terus menerus walaupun sedikit, lalu beliau bersabda: ‘Beramallah sesuai dengan kemampuan kalian’. ( HR Bukhari)
Dalam kehidupan sehari-hari, kita dituntunkan beberapa amalan yang secara rutin hendaknya kita jaga dengan membiasakan tetap mengerjakan sekalipun hanya sedikit. Kebiasaan yang dimaksud misalnya merutinkan membaca dan tadabur Al-Qur’an, bersedekah, menghadiri majlis taklim, berdzikir, salat sunnah tertentu (rawatib, qiyam al-lail), belajar dan lain-lain yang bagus jika dirutinkan.
Bersedekah dan berinfak adalah salah satu contoh amalan yang layak dibiasakan dan dirutinkan. Di beberapa daerah sering kita dengar telah dikembangkan gerakan SMS (sehari minimal seribu), MMS ( malam minggu sepuluh ribu), SKS (Setiap Kegiatan Sepuluh ribu), PKL (Per Kegiatan Lima ribu) dan lain-lain. Sebuah slogan sekaligus ajakan kepada masyarakat luas untuk membiasakan berinfak walau dalam jumlah yang tidak seberapa. Namun jika yang sedikit ini ditekuni dan dibiasakan suatu ketika akan terkumpul suatu jumlah yang fantastis. Uang seribu dua ribu bagi sebagian besar masyarakat itu hanya uang receh yang kurang diperhatikan, namun kalau dikumpulkan dan dihimpun bisa menjadi kekuatan yang dahsyat!
Demikian pula dengan kebiasan menghadiri majlis taklim. Setiap Ahad pagi selama 1 sampai 2 jam dibiasakan untuk mengaji dan mengkaji agama seperti yang telah banyak dipraktekkan di banyak ranting, cabang maupun daerah-daerah. Hal ini akan jauh lebih baik dan berpengaruh daripada menghadiri pengajian hanya dalam momen-momen hari ‘besar’ saja yang diselenggarakan setahun sekali misalnya. Juga kebiasan membaca dan mentadaburi Al-Qur`an 3-5 ayat setiap hari jauh lebih baik daripada membaca 1 juz tanpa penghayatan yang dilakukan kadang-kadang saja.
Apa hikmah dan manfaat jika kita mampu merutinkan suatu amalan? Dalam hal ini penjelasan An-Nawawi layak diketengahkan.”Ketahuilah bahwa amalan yang sedikit namun rutin dilakukan, itu lebih baik dari amalan yang banyak namun cuma sesekali saja dilakukan. Ingatlah bahwa amalan sedikit yang rutin dilakukan akan melanggengkan amalan ketaatan, dzikir, pendekatan diri pada Allah, niat dan keikhlasan dalam beramal, juga akan membuat amalan tersebut diterima oleh Sang Khaliq Subhanahu wa Ta’ala. Amalan sedikit yang rutin dilakukan akan memberikan ganjaran yang besar dan berlipat dibandingkan dengan amalan yang sedikit namun sesekali saja dilakukan.” ( Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 3/133)
Selain dituntunkan untuk memperhatikan masalah kontinyuitas sebuah amalan, hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah tidak perlu ‘ngoyo’ (memaksakan diri berlebihan) untuk menjalankan amal tersebut. Karena amal yang dikerjakan dengan ‘paksaan’ biasanya sulit untuk dipertahankan keajegannya. Yang terjadi malah sebaliknya cepat bosan dan capai sendiri. Hadis berikut kiranya layak direnungkan :
Dari Aisyah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendatanginya dan bersamanya ada seorang wanita lain, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya: “siapa ini?” Aisyah menjawab: “si fulanah”, Lalu diceritakan tentang shalatnya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “tinggalkanlah apa yang tidak kalian sanggupi, demi Allah, Allah tidak akan bosan hingga kalian sendiri yang menjadi bosan, dan agama yang paling dicintai-Nya adalah apa yang senantiasa dikerjakan secara rutin dan kontinyu”. (HR Bukhari)
Agak disayangkan memang, sebagian umat ketika menjalankan suatu amalan belum mampu menjaga kesinambungan amalan tersebut. Misalnya di bulan Ramadhan secara umum amalan umat mengalami peningkatan yang cukup berarti, namun pasca Ramadhan umumnya menurun kembali secara drastis hingga bulan Ramadhan datang lagi baru ada peningkatan kembali. Asy Syibliy pernah ditanya, ”Bulan manakah yang lebih utama, Rajab ataukah Sya’ban?” Beliau pun menjawab, ”Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Sya’baniyyin.” Maksudnya, beribadahlah secara kontinyu (ajeg) sepanjang tahun dan jangan hanya beribadah pada bulan Ramadhan saja (Lathaif Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 396-400).•
_____________________
Dr Ali Trigiyatno, Dosen Pascasarjana STAIN Pekalongan, Waket PDM Batang,

Exit mobile version