YOGYAKARTA.suaramuhammadiyah.id-Proklamator kemerdekaan Republik Indonesia Soekarno yang juga sempat menjadi pimpinan Muhammadiyah Bengkulu pernah menyatakan bahwa kemerdekaan yang diraih oleh bangsa Indonesia merupakan sebuah jembatan emas. Artinya, perjuangan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan tidak berhenti dengan pembacaan teks proklamasi, pada 17 Agustus 1945. Hal itu dikatakan dosen UIN Sunan Kalijaga Fahruddin Faiz dalam pengajian rutin mingguan di Masjid Jenderal Sudirman Colombo, Yogyakarta, Rabu (17/8).
Menurut Fahruddin, keputusan Soekarno untuk memproklamasikan kemerdekaan merupakan sebuah pilihan saat itu bahwa terpenting bangsa Indonesia bebas dari penjajahan kolonial terlebih dahulu. Bagi Soekarno, merdeka itu hanya sebagai alat saja, bukan tujuan akhir dari perjuangan kemerdekaan.
Kebebasan atau kemerdekaan yang diraih harusnya digunakan sebagai alat untuk menggapai kebaikan yang lebih luas. Sama halnya dengan agama, kata Fahruddin Faiz, harusnya dijadikan sebagai alat untuk menjadikan manusia semakin dekat dengan Tuhan Sang Pencipta, yaitu Allah. Bukan justru menjadikannya sombong dan jauh dari Allah. Banyak praktik orang beragama yang justru menjauhkan dia dari Allah dengan menjadikan agama sebagai tujuan.
Dalam konteks kekinian, reformasi yang diraih oleh bangsa Indonesia bukanlah akhir dari tujuan. Terpenting dari itu adalah setelah reformasi lalu apa yang akan diisi oleh segenap bangsa Indonesia. Jangan sampai yang menikmati kemerdekaan hanya kalangan elit saja, sementara yang lainnya tetap menderita.
“Soekarno mengambil pengalaman dari revolusi Perancis. Revolusi yang berlangsung di abad ke-18 itu memang berhasil meluluhlantakkan kekuasaan feodalisme. Namun, pada akhirnya kaum borjuislah yang memegang tali kendali kereta kemenangan,” ungkap Fahruddin, yang menurutnya hal itu sama dengan kalimat ‘lepas dari mulut harimau masuk ke mulut buaya’. Justru tidak menjadikan merdeka secara penuh.
Dalam bahasa Soekarno, penting untuk menginstrospeksi kemerdekaan yang memiliki dua pilihan. “Satu jalan menuju dunia sama rata-sama rasa. Satunya lagi menuju ke dunia sama ratap-sama tangis”. Soekarno juga mengingatkan supaya jangan sampai setelah kemerdekaan, kaum marhaen hanya mendapatkan getahnya, sementara kaum borjuis dan ningrat memakan nangkanya (Ribas).