Dua Masalah Utama Akan Dibahas Halaqah Nasional Ahli Hisab Dan Fiqih Muhammadiyah

Dua Masalah Utama Akan Dibahas Halaqah Nasional Ahli Hisab Dan Fiqih Muhammadiyah

Komplek Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta (Dok UAD)

Yogyakarta- suaramuhammadiyah.id – Bertempat di Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, mulai besok siang,  20-21 Agustus 2016 / 17-18 Dzulqaidah 1437 H, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah akan menyelenggarakan Halaqah Nasional Ahli Hisab dan Fikih Muhammadiyah.

Acara halaqah yang mengangkat tema “Kajian Ulang atas Waktu Subuh dan Tindaklanjut Konsep Kalender Islam Global Tunggal” ini, akan memfokuskan pada dua pembahasan utama, yaitu tentang konsep awal waktu subuh dan upaya menuju kalender Islam global tunggal.

Baca Juga: Ketua Majelis Tarjih Diundang ke Kongres Internasional Penyatuan Kalender Hijriah

Sebagaimana yang disebutkan laman majelis tarjih PP Muhammadiyah, halaqah ini mengundang seluruh perwakilan dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah seluruh Indonesia, Ahli Hisab Muhamamdiyah, dan perwakilan dari empat PCIM yaitu Malaysia, Singapura, Mesir dan Taiwan. Total keseluruhan peserta berjumlah 100 orang

Masalah waktu subuh dan kalender Islam Global dijadikan tema besar sekaligus dua pembahsan pokok karena sampai saat ini di Indonesia masih terdapat perbedaan tentang kapan waktu subuh itu dimulai dan Muhammadiyah merasa perlu bergerak cepat merespon keputusan Konferensi Internasional Penyatuan Kalender Hijriah di Istanbul, Turki 28-30 Mei 2016.

Baca Juga: Kalender Hijriyah Harus Terpasang di Setiap Rumah Umat Islam

Tentang waktu subuh, saat ini paling tidak ada tiga pendapat yang berkembang di Indonesia. Pertama, bahwa waktu Subuh dimulai pada saat posisi matahari 20o di bawah horizon sebelah timur; kedua, awal waktu Subuh dimulai ketika posisi matahari 18o di bawah ufuk; dan ketiga, bahwa waktu Subuh dimulai ketika posisi matahari 15o di bawah ufuk. Muhammadiyah sendiri sebagaimana yang termuat dalam buku Pedoman Hisab Muhammadiyah mengadopsi pendapat yang kedua, yaitu 18o di bawah ufuk atau biasa disebut fajar sadik dan berakhir sampai waktu terbit matahari.

Baca Juga: Syamsul Anwar: Tanpa Kalender Islam, Ibadah bisa Kacau

Untuk mengkaji pendapat-pendapat tersebut akan dipaparkan dalam halaqah analisis dari perspektif fikih dan hadis, yaitu makalah dari Prof. Dr. Muhammad Zuhri, MA dengan judul Telaah Kritis terhadap Hadis-Hadis tentang Waktu Subuh dan makalah dari Ruslan Fariadi, S.Ag., M.S.I berjudul Waktu Subuh: Perspektif Fikih Empat Madzhab. Sedangkan tinjauan dari ilmu astronomi oleh dua pemakalah: Dr Dhani Herdiwijaya dan Yudhiakto Pramudya, Ph.D dengan judul Waktu Subuh: Tinjauan Astronomi.

Sementara itu Keputusan Konferensi Internasional Penyatuan Kalender Hijriah di Istanbul, Turki pada tanggal 28-30 Mei 2016 lalu, dirasa perlu untuk cepat direspons oleh Muhammadiyah.

Sebagaimana kita ketahui, salah satu rekomendasi Muktamar Muhamamdiyah ke-47 di Makassar tahun 1436 H / 2015 M mengamanatkan kepada Muhammadiyah untuk mengupayakan terwujudnya kalender Islam berskala internasional. Amanat muktamar itu ternyata sebangun dengan hasil Konferensi Internasional Penyatuan Kalender Hijriah di Istanbul.

baca Juga: Penyatuan Kalender Hijriah Global untuk Kepentingan Peradaban

Konferensi yang mempertemukan para ahli fikih dan ahli astronomi dari berbagai Negara tesebut menghasilkan kesepakatan untuk menerima konsep kalender Islam global tunggal sebagai kalender bersama umat Islam.

Untuk menajamkan gagasan tersebut dua pemakalah akan membahasnya dengan masing-masing judul: Tindak lanjut Kalender Hijriah Global Turki 2016: Tinjauan Usul Fikih oleh Prof Dr Syamsul Anwar, MA dan Apresiasi dan Tindak Lanjut Temu Ahli Falak Muhammadiyah tentang Kalender Islam Global Tunggal oleh Prof. Tono Saksono, Ph D (mjr8)

Exit mobile version