MEDAN-Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir mengingatkan segenap umat Islam untuk membangun solidaritas (ukhwah) yang kokoh. Saat ini ada kecenderungan yang tak dapat dipungkiri bahwa umat Islam sangat susah untuk bersatu dalam urusan yang terkait dengan kekuasaan atau urusan politik. Bahkan berujung pada permusuhan dan saling menyingkirkan antar sesama.
“Jika satu golongan ummat Islam diberi amanah memegang kekuasaan, maka pakailah kekuasaan itu dengan sebaik-baiknya. Dan dalam batas tertentu silahkan saja golongannya dibantu dengan cara yang baik. Tetapi jangan menyingkirkan sesama muslim lainnya ketika memegang kekuasan,” ungkap Haedar saat memberikan sambutan dan tausyiah pada acara syukuran Milad ‘Aisyiyah ke-104 di Kompleks Perguruan Muhammadiyah Jalan Demak, Medan, Jum’at (19/8).
Sikap tersebut menurut Haedar merupakan salah satu kelemahan dari umat Islam di Indonesia. Haedar mengaku sangat prihatin dengan kondisi sebagian kelompok umat Islam yang memanfaatkan kekuasaan untuk kelompoknya saja dan meniadakan kelompok lainnya. “Ini merupakan salah satu kelemahan ummat Islam Indonesia, yakni betapa susahnya membangun kebersamaan dalam hal-hal yang bersifat strategis dan terkait kekuasaan,” ujar Haedar.
Haedar menunjukkan bahwa salah satu sektor di mana umat Islam itu sulit bersatu adalah dalam dunia politik. Dalam setiap pergelaran pilpres dan pilkada, seringkali ummat Islam pecah satu sama lain.
Secara konkret, Haedar menggambarkan apa yang terjadi dalam Pilkada Kalimantan Barat, saat itu calon dari ummat Islam ada tiga. Secara strategi politik, ungkap Haedar, calon umat Islam idealnya itu cukup satu calon saja, tapi ini yang bersaing ada tiga calon, akhirnya yang menang adalah calon dari pihak lain. “Mestinya ini jadi pelajaran bagi ummat Islam dan mudah-mudahan kasus serupa tidak terjadi pada Pilkada DKI Jakarta nantinya,” tegas Haedar.
Haedar juga menyayangkan kalau ada satu golongan umat muslim yang memegang mandat kekuasaan malah biasanya lebih suka menyingkirkan sesama muslim sendiri dan dianggap sebagai rival. “Malah, lucunya (muslim yang berkuasa) justru lebih dekat pula dengan kelompok yang lain. Sungguh ini sikap yang susah untuk dipahami,” tutur Haedar.
Atas kondisi yang memperihatinkan itu, Muhammadiyah menghimbau kepada segenap elemen umat Islam untuk saling bersatu. Belajar dari sejarah, jika umat Islam ingin bangkit dan berjaya, maka tidak ada pilihan lain kecuali kembali membangun kebersamaan dan persatuannya. Menurut Haedar, salah satu formulasi yang efektif untuk mewujudkannya adalah dengan membangun ‘kepemimpinan strategis bertahap’ (ribas/le).