KRH Hadjid Sang Pejuang (2)

KRH Hadjid Sang Pejuang (2)

M Muchlas Abror Dok SM

Oleh; M Muchlas Abror

Pengalaman perjuangan dalam Muhammadiyah

KRH Hadjid mempunyai pengalaman panjang dalam berjuang melalui Muhammadiyah. Dalam bidang pendidikan, ia pernah menjadi guru Standart School Muhammadiyah, Hollandsch Indische School (HIS) Muhammadiyah, dan Kweek School Muhammadiyah. Pengalaman yang berharga itu mengantarkannya mendapat kepercayaan PP Muhammadiyah untuk mengemban amanah sebagai Direktur Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah (1924 – 1933) dan berikutnya menjadi Direktur Madrasah Mu’allimat Muhammadiyah (1933 -1941). Dua sekolah tersebut telah melahirkan banyak kader Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah yang bertebaran di berbagai tempat. Mereka menjadi pimpinan dan penggerak Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah.

Berikut ini sangat erat kaitannya dengan pendidikan, yakni Hizbul Wathan. Bermula, setelah KH Ahmad Dahlan bertabligh di Pengajian Sidik, Amanah, Tabligh, Vathanah (SATV)  Surakarta. Dalam perjalanan pulang, Kiai Dahlan melihat di Alun-Alun Mangkunegaran banyak anak dan remaja latihan baris berbaris dan sebagian lainnya sedang bermain-main. Kiai setelah sampai di Yogyakarta mengadakan pertemuan mengundang beberapa Kepala Sekolah dan guru Muhammadiyah.Kiai menceriterakan ketertarikannya terhadap apa yang dilihatnya itu. Dalam pertemuan itu barulah Kiai tahu bahwa yang telah dilihatnya itu adalah anak-anak Pandu Mangkunegaran.

Kepanduan adalah gerakan pendidikan anak-anak di luar sekolah dan rumah. Kiai berharap agar anak-anak Muhammadiyah juga mendapat pendidikan seperti itu. Sejak itu, langkah-langkah persiapan untuk mengadakan gerakan kepanduan dimulai dan penggeraknya adalah para guru. Latihan-latihan yang diselenggarakan di Sekolah Muhammadiyah menjadi tontonan yang menarik dan mendapat sambutan positif. Masyarakat populer menyebutnya Pandu Muhammadiyah. PP Muhammadiyah menugasi Majelis Dikdasmen, menurut istilah sekarang, untuk melakukan bimbingan, pembinaan, dan pengawasan. Majelis pun lalu membentuk pengurus kepanduan Muhammadiyah.

KH Muchtar sebagai Ketua dan Wakil Ketua KRH Hadjid. Suatu hari, rapat pengurus di rumah H Hilal (suami ibu Aisyah Hilal, mantan Ketua PP ‘Aisyiyah), menyetujui usul KRH Hadjid nama Hizbul Wathan (HW), pembela tanah air, sebagai pengganti sebutan “Padvinder Muhammadiyah”. Kepanduan HW telah melahirkan banyak kader Bangsa, Umat, dan Persyarikatan Muhammadiyah, misal, Jenderal Sudirman.

Sejak muda KRH Hadjid aktif turut membantu PP Muhammadiyah. Sering ia mendapat tugas untuk mewakili PP Muhammadiyah menghadiri bermacam kegiatan. Ia pernah menjadi Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah. Selain itu, ia pernah pula menjadi Ketua Majelis Tarjih. Bahkan, selama beberapa periode menjadi Anggota PP Muhammadiyah. Kemudian menjadi salah seorang Penasehat PP Muhammadiyah (1966 – 1977).

Dalam Muhammadiyah ada Majelis Tarjih. Keberadaan Majelis Tarjih ditetapkan berdasarkan keputusan Kongres/Muktamar Muhammadiyah ke-16 di Pekalongan tahun 1927. Atas usul KH Mas Mansur, Konsul Muhammadiyah Surabaya, yang disampaikan dalam Kongres. Usul tersebut disetujui oleh Kongres dan menjadi salah satu keputusan. Yang menjadi Ketua Majelis Tarjih PP Muhammadiyah yang pertama adalah KH Mas Mansur dan Wakil Ketuanya KRH Hadjid, sedangkan Sekretaris KH Aslam Zainuddin. Majelis Tarjih PP Muhammadiyah sudah beberapa kali berganti periode untuk pergantian personalia pimpinan. Namun, KRH Hadjid dalam waktu panjang tetap mendapat kepercayaan dan dipertahankan menjadi Wakil Ketua. Akhirnya, KRH Hadjid menjadi Ketua Majellis Tarjih PP Muhammadiyah tahun 1951 – 1959.

KRH Hadjid adalah seorang ahli fiqh, ahli hukum Islam. Tentu karena kedalaman dan kepahaman pengetahuannya yang luas tentang ajaran-ajaran Islam. Karena itu, pada zaman Jepang, ia ditunjuk untuk duduk dalam Lembaga Agama. Pada zaman awal Kemerdekaan Republik Indonesia, ia diangkat menjadi Wakil Kepala Jawatan Agama DIY dan kemudian menjadi Kepala Pengadilan Agama DIY sampai pensiun (1948 – 1957). Karena pengalamannya itu, maka ia menjadi Pengurus Pusat Ikatan Hakim Islam (1957 – 1970). Semasa hayat, ia giat dan banyak mencetak kader yang dilatih dan dididik langsung di Masjid At-Taqwa Kaliurang. Selain itu, pada hari-hari tertentu di waktu pagi dan sore, ia memberi pengajian kepada para mahasiswa dan pelajar yang berdatangan ke rumahnya.Bersambung

Exit mobile version