SIDOARJO.suaramuhammadiyah.id – Saling mengenal dan saling memahami merupakan kunci dari sebuah hubungan harmonis. Tak hanya bagi hubungan antar individu bahkan juga antar agama. Terlalu sering, tanpa didahului saling mengenal atau diskusi, seseorang terlalu dini untuk bisa langsung menjustifikasi orang yang berbeda dengan dirinya.
Semangat untuk saling memahami ini menjadi alasan utama Matsumoto Sumire (22), guru dari Jepang yang menjadi pengajar di SMA Muhammadiyah Sidoarjo (SMAMDA) selama setahun ke depan.
“Konichiwa minasan. Hajimemashite, watashi no namae wa Sumire Matsumoto desu. Watashi wa Indonesia no koto ga daisuki desu (selamat siang semuanya; nama saya Sumire Matsumoto; saya suka sekali Indonesia),” sapa Sumire penuh semangat kepada para siswa SMA Muhammadiyah saat memperkenalkan diri sebagai guru asing baru, Kamis (18/8).
Sumire akan mengajar Bahasa dan Budaya Jepang di sekolah ini. Mahasiswi Universitas Sunajuku, Tokyo, Jepang ini mengaku sangat antusias dan bersemangat untuk mengajar di SMA Muhammadiyah Sidoarjo. “Saya tidak sabar untuk segera mengajar,” kata Sumire melalui penerjemahnya.
Di Sidoardjo Sumire akan mengganti sesama rekannya, guru dari Jepang, Ejima Ayae, yang sudah setahun terakhir mengajar. Para guru asing ini tergabung dalam Program Genesis yang bekerjasama dengan Japan Foundation serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Yang sangat menarik, Sumire yang datang memakai kimono menyatakan akan mempelajari praktik beragama Islam di Indonesia sebagai sebuah budaya. Menurut Sumire, tempat sekolahnya mengajar merupakan sekolah keagamaan (Muhammadiyah), dan sudah menjadi kewajibannya untuk memahami Islam agar lebih total dalam mengajar nantinya.” Ini akan jadi pengalaman saya yang terlupakan. Saya juga mohon bantuan semua pihak untuk mengajari saya tentang Indonesia. Ganbate,” ujar Sumire.
“Kami selain mengajar dan menerapkan budaya yang ada di Jepang, kami juga ingin belajar tentang budaya yang ada di Indonesia. Kami juga tengah mempersiapkan belajar tentang Agama Islam, agar tidak kaget melihat kondisi di Indonesia yang mayoritas muslim,” kata perempuan yang akrab dipanggil Sumi ini.
Sementara itu, Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah Sidoarjo Widayatiningsih, menyatakan bahwa sekolahnya mendapat rujukan Kemendikbud sejak 2015 untuk menjadi laboratorium pendidikan calon pengajar guru Jepang.
Dalam pembelajaran di SMAMDA, guru asal Jepang ini lebih banyak berinteraksi dengan siswa kelas 10, 11 maupun kelas 12. Terutama tentang hal budaya dan bahasa. “Di sekolah kami ada 3 program studi. Yakni IPA, IPS dan Ilmu Budaya dan Bahasa. Nah guru dari Jepang itu bakal mengajarkan Budaya dan Bahasa Jepang itu,” ujar Widayatiningsih.
Selain itu, mulai tahun 2016 ini SMAMDA ditunjuk sebagai salah satu sekolah rujukan dari 614 sekolah Se-Indonesia yang ada di kabupaten Sidoarjo. Status Sekolah rujukan ini dinobatkan langsung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. “Kami juga dimandat untuk memberikan praktek pendidikan yang baik kepada sekolah lain yang ada di sekitarnya,” ungkap Widayatiningsih (Ribas).