Haedar Nashir: Membiarkan Orang Miskin Tertindas Tanda Tidak Bertauhid

Haedar Nashir: Membiarkan Orang Miskin Tertindas Tanda Tidak Bertauhid

JAKARTA.suaramuhammadiyah.id-Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir, menyatakan bahwa kemiskinan merupakan musuh bersama, terutama bagi umat Islam. Bahkan, keberpihakan pada golongan miskin yang tertindas (mustadl’afun) merupakan salah satu perwujudan dari ajaran tauhid.

“Syahadat kita, tauhid kita. Syahadat sebagai inti tauhid, sebetulnya punya dimensi pembebasan. Barang siapa membiarkan orang miskin dan papa tetap tertindas oleh mereka yang punya kuasa, politik, uang sebenarnya ialah orang yang jauh dari nilai tauhid. Orang yang bertakwa kepada Allah harus punya nilai ihsan terhadap kemanusiaan,” ujar Haedar.

Dalam setiap masa, Muhammadiyah selalu memainkan peranannya untuk membela kaum tertindas atau kelompok marjinal. Muhammadiyah tidak hanya berdakwah secara lisan, namun juga dengan amalan nyata. Semua itu dilakukan oleh Muhammadiyah atas dasar panggilan dari ajaran tauhid yang diwariskan oleh Kyai Dahlan.

“Allah akan membela siapapun hamba yang membela saudara. Jika panggilan praktisi kita lahir dari tauhid, dia akan punya komitmen, militansi dan daya jelajah yang tidak akan surut. Inilah kenapa orang luar menyebut Muhammadiyah sebagai pembaharu, karena melahirkan pranata sosial yang baru. Dari para pembaharu, muncul pranata baru,” ungkap Haedar.

Haedar mengingatkan, semua elemen Muhammadiyah harus melihat sejarah perjuangan yang telah dirintis KH Ahamad Dahlan, terutama bagi Majelis Pelayanan Sosial (MPS). Terutama tentang awal mula kehadiran Penolong Kesengsaraan Umum (PKU) yang kemudian berubah menjadi Poliklinik Muhammadiyah pada 1993 merupakan lembaga yang murni melaksanakan tugas kemanusiaan.  Para pasien dari bermacam ras, agama, dan golongan datang berobat secara modern dan tanpa perlu mengeluarkan biaya.

Dalam perkembangan selanjutnya, Muhammadiyah masih terus melakukan pembelaan terhadap kaum lemah melalui jalan yang berbeda. Tauhid social yang dikembangkan oleh Amien Rais atau tauhid transformatif yang disebarluaskan oleh Moeslim Abdurrahman merupakan kontektualisasi dari theologi al-Maun yang menjadi spirit Kyai Dahlan di awal mendirikan Muhammadiyah. Al-Maun sebagai penerjemahan tauhid yang ditafsirkan melalui kerja nyata yang sesuai dengan konteks zaman.

“Peran yang kita lakukan adalah panggilan komitmen Muhammadiyah untuk memajukan masyarakat,” kata Haedar saat memberi sambutan di acara Rakernas I Majelis Pelayanan Sosial  (MPS) PP Muhammadiyah yang digelar di Hotel Grand Cempaka, Jalan Letjen R Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (18/8).

Rakernas MPS dihadiri oleh perwakilan dari 34 Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, serta 176 peserta dari 380 amal usaha Muhammadiyah di bidang sosial seluruh Indonesia. Selain itu, rakernas juga dihadiri hampir seluruh Kepala Panti Asuhan Muhammadiyah dan Aisyiyah, yang dijadwalkan akan mengadakan konsolidasi bersama (Ribas).

Exit mobile version