YOGYAKARTA. suaramuhammadiyah.id-Dalam konteks internasional, Kevin Fogg, PhD seorang sejarawan dan peneliti Sejarah Islam Asia Tenggara di Oxford Centre of Islamic Studies, mengatakan bahwa Indonesia memiliki karakteristik Islamic Civil Society Organization atau Ormas Islam yang cukup unik. Bahkan, ormas Islam di Indonesia memiliki peran cukup besar dalam pembentukan negara. Berbeda dengan negara-negara lain, salah satunya Turki yang notabene merupakan negara dengan mayoritas Muslim.
Hal ini diutarakannya saat membuka Seminar on Islamic Studies “Indonesian Islamic Organization in an International Context: What Makes Indonesia Exceptional?” yang diselenggarakan oleh Fakultas Agama Islam (FAI) di Ruang Sidang Direktur Pascasarjana UMY, Selasa (23/8).
“Dalam beberapa hal, Islamic Civil Society di Indonesia memiliki keunikan. Mengapa Indonesia bukan negara-negara lain seperti Arab dan Turki? Karena nyatanya memahami Islam di Indonesia tidak bisa dengan mempelajarinya dari negara-negara besar seperti Arab dan Turki,” tuturnya.
Menurut Kevin, ada sejumlah kesamaan ormas Islam di Indonesia dan di beberapa negara-negara dengan mayoritas ataupun minoritas muslim lainnya. Di antaranya bagaimana organisasi Islam di Indonesia dan negara lain juga memiliki sasaran dakwah dan peyebaran paham melalui pendidikan, sosial, masjid, fatwa ataupun bentuk teologi yang multispektrum.
“Akan tetapi, faktor struktural seperti apakah yang membuat Ormas Islam Indonesia spesial atau unik dibandingkan dengan ormas Islam negara lain?” lanjutnya yang juga Dosen Islamic Centre di Fakultas Sejarah Universitas Oxford ini.
Menurutnya, ada empat faktor struktural yang menjadi penyebab uniknya karakteristik Ormas Islam di Indonesia. Pertama, Ormas Islam di Indonesia secara keorganisasian memiliki bentuk serta cakupan yang besar sekaligus sifat gerakan yang menyeluruh atau komprehensif dan influential. Hal tersebut bisa dilihat khususnya dari dua ormas besar utama seperti Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama melalui amal usaha di bidang pendidikan hingga kesehatan.
“Muhammadiyah menurut saya lebih komprehensif dari ormas Islam Indonesia yang lainnya. Bagaimana Muhammadiyah dengan amal usaha dan ortomnya mencover segala kebutuhan masyarakat, from birth till burial,” tegasnya.
Ormas Islam Indonesia juga memiliki pengaruh yang besar dalam masyarakat. Menurut Kevin, sebagai contoh adalah dengan fatwa yang dikeluarkan dan diikuti oleh masyarakat, lembaga pendidikannya serta pengaruhnya di dalam perpolitikan.
“Di negara-negara besar ataupun kecil seperti Inggris, Amerika, Perancis, Jerman, Senegal dan Kosovo tidak ada organisasi Islam yang comprehensive dan influential seperti di Indonesia. Mereka cenderung terpecah-pecah, ada yang mengurusi bidang pendidikannya sendiri, mengurusi masalah zakat dan amal sendiri dan lain-lain,” tuturnya.
Faktor kedua adalah bentuk yang modern. Dalam konteks ini, Kevin menegaskan bahwa ‘modern’ yang dimaksudkan adalah ditinjau dari bentuk keorganisasian. Seperti halnya Muhammadiyah yang terdiri dari Pimpinan Pusat hingga Ranting, juga kepemimpinan yang berbasis pemilihan atau formal electoral process. Walaupun, ada beberapa organisasi Islam di Indonesia yang masih dianggap tradisionalis dalam hal pemilihan pemimpin karena masih berbasis keturunan atau trah seperti Jamiatul Khairat, NU, dan PUI.
“Menurut saya ini sangat modern. 200 tahun yang lalu, organisasi mana yang mempunya posisi formal struktural seperti yang ada di Indonesia saat ini? Organisasi Gulen di Turki, mereka modern karena mereka punya media, punya lembaga pendidikan dan lain-lain. Tapi kepemimpinan masih dipegang oleh satu tokoh atau kepemimpinan kharismatik. Muhammadiyah sendiri kita tahu sudah memakai kepemimpinan yang rasional,” imbuhnya.
Yang ketiga, dalam aspek eksternal, Organisasi Islam di Indonesia cenderung terpisah dari pemerintah. Walaupun, mereka tetap mengikuti hukum pemerintah, namun mereka mendapatkan kebebasan dalam melakukan aktivitasnya. Berbeda dengan ormas Islam di negara Malaysia yang diatur sangat ketat oleh pemerintah. Mereka tidak memiliki kebebasan termasuk dalam berdebat dan mengutarakan gagasan-gagasannya.
“Contohnya, di Malaysia, Brunei, Kuwait, Oman, Iran, Qatar dan Saudi. Keterkaitan mereka dengan pemerintah sangat kuat salah satunya dalam hal funding. Inilah salah satu yang membuat mereka tidak bebas. Dari pembangunan masjid hingga pendidikan disponsori oleh pemerintah,” tutur Kevin.
Faktor terakhir adalah, bahwa Organisasi Islam Indonesia pun cenderung tidak melakukan perlawanan terhadap pemerintah ataupun sebaliknya. Menurutnya, organisasi Islam Indonesia mampu mendukung ideologi negara Indonesia ataupun organisasi Islam lainnya. Ormas Islam Indonesia juga melakukan berbagai kolaborasi dengan pemerintah. Dibandingkan dengan Turki yaitu partai AKP yang cenderung takut dengan Organisasi Sipil Islam karena dianggap menjadi alternative power.
“Pemerintah Indonesia tidak merasa terancm dengan keberadaan ormas Islam ataupun sebaliknya. Keduanya saling berkolaborasi. Di Turki, pemerintahan partai AKP berseberangan dengan ormas Islam contohnya gerakan Gulen karena takut akan keberadaan alternative power selain pemerintah,” tandasnya (Th).