Membaca Wajah Budaya Indonesia

Membaca Wajah Budaya Indonesia

SUARA MUHAMMADIYAH, Indonesia dan semua bangsa di dunia modern saat ini tidak dapat terhindar dari saling pengaruh budaya. Semakin maju sebuah bangsa pengaruhnya cukup tinggi terhadap bangsa-bangsa lain yang belum maju. Sebaliknya, bangsa yang masih di belakang akan memperoleh pengaruh budaya lebih banyak dari bangsa lain yang lebih maju.
Bangsa Indonesia yang mayoritas muslim juga tidak lepas dari pengaruh budaya luar, dalam hal ini budaya Barat. Budaya Barat yang modern dan sekuler tampak dominan dalam kehidupan masyarakat Indonesia, lebih-lebih di kota-kota besar. Proses modernisasi dan sekularisasi di negeri-negeri mana pun saat ini tidaklah terhindarkan, termasuk di negara-negara Islam di kawasan Timur Tengah. Percampuran budaya Islam dan Barat dalam beragam warna tidak terelakkan.
Demikian halnya dengan pengaruh teknologi informasi dan telekomunikasi yang canggih melalui beragam saluran. Semuanya berpengaruh dalam membentuk lingkungan sosial dan corak keadaban publik. Kehadiran medsos tentu plus-minus, tergantung manusia yang memakainya dan lingkungan yang mengitarinya. Lingkungan sosial Indonesia menjadi makin bebas plus sekuler. Sebagian masyarakat boleh berekspresi apa saja dalam lingkungan sosial baru saat ini. Kaum LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) menuntut hak hidup.
Dalam lingkungan sosial yang bebas itu, tumbuh perilaku yang hanya berpikir nilai-guna, yang orientasi hidupnya mencapai tujuan diri dengan cara gampangan. Model perilaku yang berkembang dalam masyarakat yang serba menerabas  cenderung mengesampingkan “nalar nilai”. Nilai benar dan salah, baik dan buruk, pantas dan tidak pantas menjadi kabur dan kadang jungkir balik. Orang makin serba berorientasi pada kepentingan egosentrik.
Insan pengejar kepentingan itu kalau terganggu gampang sekali muncul naluri primitifnya ke permukaan. Sebutlah perilaku sadis, tega, saling berebut, dan tidak segan melenyapkan nyawa sesama. Ketika bertugas pun seperti terminator, yang ganas dan kehilangan rasa kemanusiannya yang fitri. Manusia pun kehilangan kemanusiaannya nan aseli, sedang alam pun tak lagi alamiah. Semua diganti dengan dunia serba buatan. Inilah proses sekularisasi kehidupan yang masif dan naif.
Dalam lingkar keadaban publik yang mengalami liberalisasi dan sekularisasi yang meluas itu maka diperlukan lingkungan budaya kaum Muslim yang memberi alternatif, di satu pihak berpatokan pada prinsip akidah dan akhlak yang kokoh, pada saat yang sama tetap modern dan berkemajuan. Bukan sikap muslim yang terbawa hanyut dalam liberalisasi dan sekularisasi dengan ikut-ikutan berperilaku semaunya. Sebaliknya juga tidak menawarkan budaya yang disebut Islami tetapi dengan model masa lampau yang sempit dan mundur, sehingga umat Islam kelihatan terjaga keislamannya namun terbelakang kehidupannya.
Semua berpulang kepada umat Islam Indonesia sebagai mayoritas di negeri ini. Berilah sibghah atau celupan budaya Islam yang berkemajuan, bukan yang serbabebas atau sebaliknya berkemunduran. Lingkar budaya Islami yang berkemajuan itu merupakan alternatif terbaik bagi masa depan bangsa-bangsa Muslim di tengah zaman modern yang kompleks dan dinamis. Muhammadiyah dengan pandangan Islam berkemajuan wajib memberi karakter Islami terhadap lingkungan sosial baru dalam proses perkembangan kebudayaan masyarakat Indonesia yang tengah berubah cepat itu.• hns

Exit mobile version