Orang Beriman Pasti Diuji

Orang Beriman Pasti Diuji

BANTUL, suaramuhammadiyah.id — Orang beriman pasti diuji, demikian kalimat pembuka Ustadz Ikhwan Ahada dalam pengajian ahad pagi Pimpinan Ranting Muhammadiyah Tamantirto Selatan (14/8). Pengajian yang diisi oleh mantan direktur Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta tersebut bertempatdi Masjid Khoirul Ummi dan diikuti oleh warga Muhammadiyah Tamantirto Selatan.

Dalam ceramahnya, Ustadz Ikhwan Ahada menyampaikan dua surat dalam Al qu’an terkait ujian dalam kehidupan manusia. Surat yang pertamayaitu Al Ankabut ayat 2-3:

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Al Ankabut [29]: 2-3)

Ayat tersebut menegaskan bahwa orang beriman pasti akan diuji. Ujian dapat berupa hal yang tidak menyenangkan maupun hal yang menyenangkan.

Namun, Manusia seringkali mendefinisikan ujian sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan saja. Mereka lupa, bahwa hal yang menyenangkan pun merupakan sebuah ujian. Kedudukan, harta melimpah, keluarga, dan anak yang sehat pun merupakan sebuah ujian.

Ustadz Ikhwan menyebutkan orang yang kuat ketika diuji, lisannya akan mengucapkan innalillah, bukannya mengeluh atas apa yang menimpanya. Ia menyadari bahwa semuanya merupakan ketentuan Allah.Dan kesadaran itulah yang akan mendatangkan sikap sabar dalam dirinya untuk  menghadapi ujian.

Para Nabi bahkan senang ketika mendapatkan musibah, karena tahu itulah kesempatan untukmeningkatkan kualitas diri dihadapan Allah.Berbeda dengan manusia pada umumnya, kebanyakan dari kita akan mengeluh ketika mendapatkan cobaan. Padahal, belum tentu cobaan itu buruk, terlebih akan ada hikmah di balik ketetapan Allah.

Ustadz Ikhwan Ahada kemudian menceritakan sebuah kisah tentang berkah yang berada dibalik musibah:

Ada seorang pemuda yang hendak pergi bertugas keluar kota. Ia telah memesan tiket pesawat dan pagi itu siap berangkat. Namun, ketika hendak berangkat, ibunya meminta tolong pada pemuda itu untuk dipijat, dengan sedikit terpaksa pemuda tersebut melakukan keinginan ibunya. Ia takut ketinggalan pesawat namun tidak bisa menolak keinginan ibunya.

Setelah selesai memijat ibunya, ia pun hendak berangkat ke bandara. Ibunya yang merasa tidak enak badan kembali meminta pemuda membelikan obat di apotek. Pemuda tersebut semakin khawatir ketinggalan pesawat karena hari telah siang, namun tak urung juga keinginan ibunya ia turuti. Ia kemudian membelikan obatuntuk ibunya ke apotek.

Ternyata, ibunya masih belum merasa puas. Ia meminta anaknya untuk mengantarkan ke rumah sakit, namun kali ini pemuda tersebut sudah tidak bisa menuruti keinginan ibunya, akhirnya ia pun berangkat ke bandara.

Setelah sampai dibandara, ternyata dugaannya benar, pesawatyang seharusnya ia tumpangi telah lepas landas. Ia pun dengan kesal menyalahkan ibunya sebagai penyebabketinggalan pesawat. Kemudian ia memesan tiket pesawat lain, belumlagi ia masuk ke pesawat yang telah ia pesan, sebuah berita tentang pesawat yang hilang mengagetkannya. Benar saja, pesawat yang seharusnya ia tumpangi pagitadi ternyata kehilangan kontak dan sampai sekarang belum ditemukan keberadaannya.

Terkadang memang kita selalu meyalahkan musibah yang kita terima, tanpa mau bersabar dan melihat bahwa dibaliknya pasti ada hikmah.Itulah yang terjadi pada pemuda itu dan mungkin juga sering terjadi pada kita. Ketika mendapatkan kesulitan, kita akan mengeluh dan menganggapnya sebagai sebuah gangguan, padahal siapa sangka, dibalik kesulitan itu terdapat hikmah besar.

Surat kedua yang disampaikan oleh Ustadz Ikhwan Ahada adalah Al Baqarah ayat 155:

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Al Baqarah [2]: 155)

Dalam surat tersebut Allah swt mengatakan bahwa Ia menguji hamba-Nya dengan sedikit saja, sedikit rasa takut, rasa kelaparan dan kekurangan harta untuk mengetahui mana hamba-Nya yang benar beriman dan sabar atas ketentuan-Nya.

Rasa lapar meliputi kebutuhan perut dan penghasilan. Dua hal itu merupakan kebutuhan primer manusia. Ujian makanan maupun penghasilanbukan sekedar banyak atau sedikit yang diterima, tetapi apakah penghasilan, harta dan makanan yang diperolehhalal atau tidak.

Allah swt juga menguji manusia bukan tanpa sebab. Terkadang Allah swt uji sebagai sebuah teguran pada hamba-Nya. Allah swt ambil nikmat-nikmat tersebut agar manusia sadar, bahwa ada yang mengatur segalanya bahkan diri manusia itu sendiri.

Ada juga hamba yang Allah swt membiarkan dia berada dalamkesalahannya (istidraj). Contoh: koruptor yang tidak diketahui kejahatannya, seakan dia tidak melakukan hal tersebut hingga kesalahan yang dia lakukan semakin membesar.

Karena itu, bersyukurlah ketika kita ditegur oleh Allah swt. Bukan karena Allah swt membenci hamba-Nya, namun karena Allah swt masih sayang sehinga masih mau menegur.

Terakhir, Ustadz IkhwanAhada menyampaikan sebuah Hadits Nabi saw:

“Tidak ada musibah yang akan kita terima sebagai umat Islam kecuali Allah menghapuskan kesalahan dan dosa kita dengan perantaraan musibah yang kita terima. Meskipun musibah yang kita terima sekedar tertusuk jarum.”

Jika kita menerima musibah yang terjadi, Allah swt akan jadikan itu sebagai sarana penghapusan dosa. Meskipun musibah sekecil tertusuk jarum, apalagi musibah yang jauh lebih besar  (Bela Fataya Azmi)

Exit mobile version