Oleh; Siti Noordjannah Djohantini
Rumusan revitalisasi karakter bangsa sudah dibukukan Muhammadiyah. Satu buku Revitalisasi dan Karakter Bangsa, yaitu hasil dari Tanwir Muhammadiyah di Lampung. Berikutnya dilanjutkan dan lahir buku Indonesia Berkemajuan hasil Muktamar Yogyakarta. Karena itu penting menengok kembali putusan-putusan konsep Muhammadiyah terkait budaya tersebut.
Kaitanya dengan peran ‘Aisyiyah dalam membangun karakter dan budaya bangsa, sebenarnya sumbangsih terbesarnya melalui lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) dan taman kanak-kanak (TK). Hal ini pernah dijelaskan oleh Prof Muhadjir beberapa waktu lalu. Karena memang salah satu kekuatan terbesar persyarikatan Muhammadiyah adalah pendidikan, dan PAUD bersama TK ‘Aisyiyah dirasa lebih berperan dalam membangun karakter bangsa di banding lembaga pendidikan lainya.
Salah satu karakter yang ingin dibangun Muhammadiyah adalah karakter Indonesia berkemajuan yang merupakan aktualisasi dari Islam berkemajuan. Islam berkemajuan menjadi pandangan, paradigma Muhammadiyah dalam tiap langkah geraknya. Maka tidak perlu pandangan itu dibenturkan dengan pandangan lain yang berbeda. Cukuplah nilai dan karakter yang bersumber dari Islam itu benar-benar bisa diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai itu beragam bentuknya ada keadilan, kebaikan, kedamaian, kemakmuran, dan kemaslahatan. Namun lebih prioritas dari itu semua adalah karakter keutamaan hidup secara dinamis. Yaitu berusaha menampilkan spiritualitas yang dimiliki, yang diyakini menjadi spiritualitas yang dinamis tidak ajeg. Dari keshalihan individu menjadi keshalihan sosial. Artinya tidak sebatas menjadi orang baik yang taat pada nilai spiritual itu, namun lebih dari itu perbuatan baik itu bermanfaat bagi orang lain. Itulah yang menjadi ideologi Muhammadiyah selama ini.
Islam juga yang menggerakkan misi anti peperangan, anti terorisme, dan anti kekerasan dalam bentuk apaun. Entah itu dalam keluarga, kehidupan sosial bermasyarakat, antar agama dalam bentuk penistaan. Pada saat bersamaan nilai itu menjunjung tinggi kemuliaan laki-laki dan perempuan. Karena kesetaraan laki-laki dan perempuan harus menjadi pandangan dan selama ini Muhammadiyah sudah melakukan itu. Karakter ini penting agar ke depan tidak ada lagi kasus diskriminasi perempuan dalam kehidupan bernegara. Akhir-akhir ini banyak sekali pemberitaan media yang menayangkan berbagai kasus kejahatan yang korbannya adalah perempuan. Kasus ini bagai gunung es, yang mencuat ke permukaan adalah sebagian kecil saja. Padahal Al-Qur’an sendiri memberikan tempat yang sama antara perempuan dan laki-laki. Semua manusia di hadapan Allah sama, yang membedakan hanya ketakwaannya.
Dengan semangat mengangkat derajat wanita sama dengan derajat laki-laki inilah pula yang menjadi salah satu alasan dinobatkannya KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah sebagai pahlawan nasional.
Agar lebih menguatkan dan memudahkan implementasi nilai-nilai itu, lebih utama kita sebagai orang Indonesia merubah sifat-sifat buruk seperti suka mencela dan korupsi yang dampaknya luar biasa terhadap maju tidaknya bangsa. Bahkan sifat-sifat dan karakter seperti itu cenderung melemahkan diri sendiri maupun melemahkan secara kolektif dalam kehidupan berbangsa. Bukan berarti tidak mencela dan tidak mencemooh itu artinya pasif, sikap kritis tetap harus dipertahankan, yang dihilangkan adalah kebiasaan mengolok-olok orang lain.• (gsh)