Sikap Erdogan Pengaruhi Hubungan Turki Dengan Negara Sahabat

Sikap Erdogan Pengaruhi Hubungan Turki Dengan Negara Sahabat

Turki mengalami banyak perubahan dan kondisi politik yang kurang baik pasca terjadinya kudeta militer 15 Juli lalu walaupun gagal. Situasi itu diperparah oleh sikap Erdogan yang tidak berpikir ulang saat hendak bersikap. Andai Erdogan tidak sewenang-wenang, tentu polemik di Turki tidak akan banyak berdampak pada hubungan Turki dengan negara lain yaitu Uni Eropa, Yunani, Amerika serikat, termasuk juga Indonesia.

Pertama, hubungan Turki dengan Uni Eropa. Banyak polemik yang menyebabkan kerenggangan hubungan Uni Eropa dengan Turki. Diantaranya adalah perjanjian terkait migran dan visa yang belum menemukan kejelasan. Uni Eropa meminta, sebelum Turki mendapatkan bebas visa, Turki harus memperlunak Undang-undang anti terorisme serta tidak mendukung diberlakukan kembali hukuman mati.

Tidak habis akal, Turki pun seolah mengancam kepada Uni Eropa, bahwa tidak akan memenuhi kesepakatan migran jika Uni Eropa tidak segera memberi bebas visa untuk Turki. Awalnya, akses bebas visa merupakan ‘hadiah utama’, namun melihat persoalan yang ada Uni Eropa belum bisa mengabulkan. Terlebih para pemimpin Uni Eropa mengkritik sepak terjang Presiden Turki pasca kudeta militer gagal.

Kedua, hubungan Turki dengan Yunani. Konflik antara Turki dan Uni Eropa terkait migran juga mempengaruhi Yunani. Isi dari kesepakatan itu antara lain, Turki akan mencegah migran menyeberang dari Turki ke Eropa dan memulangkan semua pengungsi Suriah dari Turki yang ada di Yunani, mengingat saat ini Yunani dilanda krisis ekonomi berat. Namun kesepakatan tersebut terancam gagal akibat sepak terjang Presiden Erdogan yang menuai banyak kritikan.

Ketiga, Amerika dituding melindungi Fethullah Gulen dalang dibalik kudeta militer yang sekarang tinggal di pengasingan Amerika Serikat. Turki tidak berkaca pada sikapnya yang sewenang-wenang. Amerika Serikat berulangkali meminta bukti keterlibatan Gulen dalam kudeta 15 Juli lalu, tetapi Turki tidak segera memenuhinya sehingga ektradisi Gulen belum dapat diproses.

Namun, Turki terus mendesak bahkan sampai mengancam akan memutuskan hubungan dengan Amerika Serikat jika tidak segera melakukan proses ekstradisi Gulen pemimpin FETO (Fethullah Terorist Organiszation). Turki juga mengatakan bahwa negara Barat melindungi jaringan teroris global. Akibat dari konflik Turki dan negara Barat terutama Amerika Serikat itu, menyebabkan hubungan Amerika Serikat dengan Turki juga renggang.

Selain memiliki hubungan yang kurang baik dengan Uni Eropa, Yunani dan negara Barat khususnya Amerika Serikat, peristiwa yang terjadi di Turki pasca kudeta militer gagal juga berdampak bagi Indonesia. Kudeta militer gagal pada 15 Juli lalu mempengaruhi Indonesia khususnya dalam sektor pendidikan.

Gulen terkenal sebagai ulama karismatik yang memiliki jaringan dan pengaruh global. Gerakan Hizmet Gulen yang dimusuhi pemerintah Turki menjadi salah satu paham yang mendasari pembentukan ribuan sekolah dan institusi, baik dalam maupun luar negeri. Pengikut Gulen telah mendirikan lebih dari 1.000 sekolah di seluruh dunia, diantaranya Indonesia.

Ada sembilan sekolah di Indonesia yang bekerjasama dengan PASIAD (Pacific Countries Social and Economic Solidarity Association). Namun, kerjasama sembilan sekolah dengan salah satu yayasan yang dikelola oleh Fethullah Gulen ulama moderat yang dituduh menjadi dalang kudeta militer Turki itu, sudah berakhir sejak Agustus 2015. Sehingga, Muhadjir Efendi sebagai Kemendikbud menolak penutupan sembilan sekolah tersebut.

Bukan hanya sembilan sekolah di Indonesia yang memperoleh dampak dari tindakan otoritas Turki. Lebih jauh lagi, dua mahasiswi Indonesia asal Demak Jawa Tengah dan Aceh juga tertangkap oleh aparat Turki pada 11 Agustus lalu. Mereka adalah mahasiswi Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di Turki lewat beasiswa Pasiad. Keduanya ditangkap saat tengah berada di rumah yang dikelola oleh yayasan Gulen, karena mereka memang tinggal di sana.

Meskipun kedua mahasiswi Indonesia itu tinggal di rumah yang dikelola yayasan Gulen, namun mereka dan mahasiswa Indonesia lainnya yang berada di Turki tidak pernah terlibat politik Turki. Sesuai tujuan mereka datang ke Turki yaitu untuk menempuh pendidikan dengan jalur beasiswa

 

Peristiwa penangkapan dua mahasiswi Indonesia oleh otoritas Turki tentu menjadi persoalan bagi pemerintah Indonesia. Apalagi keduanya sedang manjalani proses hukum dan sedang diselidiki keterlibatan terhadap kudeta. Pemerintah Indonesia tidak bisa tinggal diam, karena khawatir proses hukum tersebut dapat mengganggu kegiatan belajar kedua mahasiswa tersebut.

Pemerintah Indonesia sudah menyiapkan pengacara untuk mendampingi kedua mahasiswi asal Demak Jawa Tengah dan Aceh itu. Kemenlu Retno Marsudi dan Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Lalu M Iqbal, meminta jaminan keselamatan bagi mereka serta meminta akses kekonsuleran bagi KBRI Ankara dan sedang mengupayakan agar keduanya segera dibebaskan.

Kondisi demikian menyebabkan hubungan Indonesia dengan Turki menjadi renggang sebagaimana hubungan Turki dengan Uni Eropa, Yunani dan negara Barat khususnya Amerika Serikat. Beberapa tindakan kesewenang-wenangan dan keputusan sepihak dari Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan lah yang membuat hubungan Turki dengan negara lain renggang karena menuai banyak kritikan.

Selama Turki di bawah pimpinan Erdogan, telah mengalami kemajuan ekonomi dan pendidikan yang berarti. Turki yang merupakan salah satu negara dengan penduduk mayoritas muslim kini tengah mengalami krisi politik yang memprihatinkan pasca kudeta militer yang gagal 15 Juli lalu. Situasi inilah yang memicu Erdogan bertindak sewenang-wenang serta tidak menutup kemungkinan bencana politik Turki akan lebih besar dari yang terjadi sekarang (Rosmania Robichatun).

Exit mobile version