YOGYAKARTA, suaramuhammadiyah.id–Setelah sempat berada di titik terendah, Korea Selatan dengan produk Samsung kini berhasil merajai dunia. Pada tahun 2000-an, Samsung bukanlah produk yang diperhitungkan, bahkan oleh penduduk Korea sendiri. Namun kecintaan penduduk Korea terhadap produk dalam negeri mengalahkan semuanya. Hal itu dikatakan Direktur SMESCO Ahmad Zabadi, dalam rangkaian acara Muktamar Nasyiatul Aisyiyah XIII di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Sabtu (27/8).
Pada awal tahun 2000-an tersebut, seluruh penduduk Korea bangga dengan memakai Samsung meskipun produknya tidak terlalu berkualitas sebagaimana produk lainnya. Tekad yang kuat untuk menjadi yang terbaik dan kecintaan dari penduduk Korea terhadap produk dalam negeri telah dibayar tuntas beberapa tahun kemudian.
Dalam konteks Indonesia, Ahmad mengingatkan supaya Indonesia memiliki perhatian dalam mengapresiasi produk dalam negeri. Kebanyakan produk dalam negeri merupakan hasil dari Usaha Kecil Menengah (UKM). Supaya UKM berkembang menjadi usaha yang besar, maka perlu dukungan penuh seluruh masyarakat, salah satunya dengan membeli produk UKM.
“Dengan membeli produk dalam negeri, akan ada peningkatan kualitas,” ujar Direktur SMESCO itu. Menurutnya meskipun terkesan mahal dan kurang berkualitas, namun apresiasi terhadap produk dalam negeri akan menstimulasi para pelaku UKM meningkatkan kualitas produknya seiring waktu.
Lagi pula, kata Ahmad, produk dalam negeri Indonesia saat ini tidak kalah dari produk luar. “Hanya persoalan minset saja,” ujarnya. Ahmad mencontohkan produk sepatu produksi anak negeri bahkan kerap dibeli oleh pengusaha luar negeri hingga Amerika. Di saat yang sama, orang Indonesia malu memakai produknya sendiri.
Padahal, papar Ahmad, saat ini Indonesia masih kekurangan dalam bidang enterprenership. Jumlah pengusaha Indonesia baru 1,65 persen, Malaysia sudah 5 %, Singapura 7 %, dan Amerika Serikat sudah 11 %. Ditambah dengan diberlakukan MEA, maka Indonesia dalam suatu kondisi yang riskan. Pengusaha local yang bergerak dalam bidang UKM sangat mudah jatuh jika berkompetisi dengan pengusaha dari luar yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi dan didukung oleh strategi yang .
Dalam rangka menyadarkan masyarakat, Nasyiatul Aisyiyah sebagai kekuatan civil society memiliki tanggung jawab moral untuk mengembangkan UKM dan sekaligus mendidik generasi yang memiliki kepercayaan diri terhadap produk dalam negeri.
“NA penting untuk membangun karakter agar generasi kedepan tidak menjadi generasi minder ketika berhadapan dengan asing. Kita tidak kalah,” tutur Ahmad. NA yang terdiri dari kaum perempuan, kata Ahmad, sudah seharusnya menjadi kekuatan penggerak bagi perubahan bangsa. Dimulai dari keluarga sebagai unit terkecil.
Ahmad mengingatkan bahwa usaha ini membutuhkan kesungguhan dengan melakukan gerakan mencintai Indonesia. “Tidak ada yang instan dalam melakukan perubahan. Dan kita memulainya dari al-umm madrasatul ula (ibu sebagai madrasah pertama bagi anak-anak),” tuturnya (Ribas).