YOGYAKARTA. suaramuhammadiyah.id-Din Syamsuddin menegaskan bahwa dengan diangkatnya tema kecendekiawanan serta inovasi gerakan kaum muda dalam Muktamar NA, ini mengisyaratkan bahwa NA ingin menambahkan gerakan ilmu ke dalam 3 watak gerakan Muhammadiyah yang tidak lain adalah gerakan Islam, gerakan dakwah dan gerakan pembaharuan. Walaupun, menurut Din, pengembangan gerakan ilmu di Muhammadiyah sendiri sudah dimulai sejak lama yaitu dari masa Buya Syafii.
“Kecendekiawanan itu identik dengan gerakan ilmu, maka bagus sekali kalau NA mengarah ke sana. Dan saya kira tidak apa-apa jika bukan hanya tri dimensi yaitu gerakan Islam, gerakan dakwah dan gerakan pembaharuan tapi ditambah dengan gerakan ilmu,” tutur Din dalam Ceramah Umum Muktamar Nasyiatul Aisyiyah XIII “Menumbuhkan Kecendekiawanan dan Membangun Inovasi Gerakan Kaum Muda Berkemajuan” Sabtu, (27/8) di Sportorium UMY.
Berbicara mengenai kecendekiawanan, watak seorang cendekia menurut Din adalah mereka yang berpikir secara kritis dalam melihat realita sosial masyarakat serta memberikan solusi. “Bisa juga disebut sebagai ulul albab, yang berpikir kritis, reflektif, dan mendalam,” imbuh Din.
Din menekankan bahwa kemampuan berpikir secara reflektif ini penting. Menurutnya bahwa banyak dari kader-kader umat Islam yang berhenti berpikir ataupun sedikit berpikir. Permasalahan keumatan di daerah-daerah yang membutuhkan cara berpikir secara reflektif sehingga mampu memberikan solusi. Seharusnya pemuda-pemuda AMM di daerah bisa berkumpul dan menganalisa secara kritis permasalahan keumatan di daerahnya. Oleh karena itu, seorang cendekia menurut Din juga ia yang terlibat secara intens dalam melakukan studi, pengkajian, dan refleksi kritis tentang kondisi masyarakat yang sedang dihadapi.
“Mereka mampu memberikan penyelesaian yang bisa diimplementasikan, walaupun tentunya implementasinya tidak bisa nasional karena mungkin berbeda dari satu daerah ke daerah lainnya. Ini adalah pengembangan kecendikiaan,”
Sedangkan daya inovasi sendiri menurutnya tidak akan berhenti hanya dengan apa yang ada kini. Kemampuan menciptakan hal-hal yang baru khususnya karena kita berada di zaman yang disebut dengan era multimedia. Ini merupakan tantangan Muhammadiyah dan Nasyiatul jika benar ingin mengembangkan daya inovasinya khususnya di bidang dakwah.
“Bagaimana? Harus ada tekad. Jika hanya saya mengatakan seperti ini, maka sama saja tidak akan tercapai. Dimulai dari tekad yang kuat dari orang ke orang. Lalu tidak berhenti belajar menguasai cara bagaimana menciptakan hal-hal baru dan berinovasi,” tandas Din (Th).