YOGYAKARTA, suaramuhammadiyah.id-Guru bangsa Ahmad Syafii Maarif menyatakan bahwa kondisi keberislaman mayoritas umat Islam sedang berada di titik tidak ideal. Jika dalam kitab suci al-Qur’an umat Islam yang ideal digambarkan sebagai umat beragama yang rahmatan lil alamin, maka kondisi umat Islam hari ini jauh dari kondisi rahmat bagi semua.
Menurut Buya, jangankan menjadi agama penyejuk bagi semua, bagi kaum muslimin sendiri masih belum bisa. “Ayat wama arsalnaka illa rahmatan lil ‘alamin lebih banyak diperkatakan, tapi lihatlah sekeliling kita, lihat diri kita. Jangankah rahmatan lil ‘alamin, lil muslimin saja tidak,” papar Buya dalam acara Peluncuran Komik Bengkel Buya di aula Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta, Senin (29/8).
“Saya sekarang sedang berpikir agak berat. Dunia Islam khususnya dunia Arab yang dulu pernah diperhitungkan, kini hancur. Umat Islam tidak punya satu sikap,” ujar Buya. Karena itu, umat Islam masih sering saling menumpahkan darah antar sesama muslim.
Sikap-sikap saling bertikai itu, kata Buya tak ubahnya sebagai bagian dari gerakan bunuh diri. Buya menyebut bahwa konflik di dunia Islam lebih banyak yang ditumpahkan dengan sesama muslim, dibandingkan dengan non muslim. Buya berharap bahwa keadaan ini bukanlah azab, tetapi hanya musibah atau ujian bagi umat Islam untuk kembali bangkit dan bersatu.
Bahkan konfliknya tidak hanya bagi yang masih hidup. Pada masa persaingan politik dinasti Islam, kuburan umat Islam pun ikut digali. Artinya permusuhan sesama elit muslim Arab itu berdampak sangat serius. Yang disayangkan, kata Buya, justru konflik antar elit Arab itu dibawa ke seluruh penjuru dunia. Buya menyebut bahwa yang bersalah itu bukan Allah yang menjanjikan umat Islam sebagai khairu ummah (umat terbaik), tetapi umat Islam sendiri yang salah dalam mempraktekkan agama.
Bagi Buya Syafii, meskipun saat itu umat Islam sudah sangat maju dalam hal ilmu pengetahuan. Namun tidak ada rasa persaudaraan dan kemanusiaan yang merupakan ajaran dari Islam itu sendiri. Oleh karena itu, Buya mengajak supaya agama yang seharusnya ditunjukkan adalah agama yang damai dan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan persaudaraan. (Ribas)