Syafii Maarif: Pelaku Teror Medan Merasa Benar di Jalan yang Sesat

Syafii Maarif: Pelaku Teror Medan Merasa Benar di Jalan yang Sesat

YOGYAKARTA, suaramuhammadiyah.id – Insiden percobaan bom bunuh diri di Gereja Stasi Santo Yosep, Jalan Doktor Mansyur Nomor 75, Padang Bulan, Kota Medan menjadi keprihatinan banyak kalangan. Terlebih, pelaku percobaan bom bunuh diri tersebut masih berusia belia. Remaja berinisial IAH‎ (18)‎ melakukan percobaan bunuh diri dengan bom saat jemaat di gereja itu tengah melakukan kebaktian minggu.

Namun karena bom yang dibawanya gagal meledak, IAH kemudian menyerang‎ pastor Albert Pandingan yang tengah memberikan khotbah. Akibatnya pastor Albert mengalami luka tusukan di tangannya. Sementara pelaku ditangkap para jemaat dan langsung dipukuli hingga babak belur.

Menyikapi hal itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah periode 1998-2005, Ahmad Syafii Ma’arif mengaku prihatin dengan doktrin yang mengajarkan tindakan teror seperti itu. “Mereka itu merasa benar di jalan yang sesat,” kata Buya Syafii seusai peluncuran buku komik esai berjudul “Bengkel Buya; Belajar dari Kearifan Wong Cilik” di Aula Madrasah Mualimin Muhammadiyah, Yogyakarta, Senin, 29 Agustus 2016.

“Pelakunya masih muda, yang jadi pengantin belasan tahun karena dicuci otaknya luar biasa,” kata Syafii Maarif. Istilah “pengantin” sering digemborkan di kalangan teroris sebagai doktrin bahwa setelah melakukan bom bunuh diri, mereka bagaikan pengantin baru yang akan segera disambut oleh para bidadari di surga, sebagai balasan atas pengorbanan mati syahid.

Bagi Buya, perilaku biadab itu sangat menampar rasa kemanusiaan dan tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun. “Karena mereka putus asa, enggak punya harapan hidup. Lebih baik mati dengan banyak bidadari. Itu palsu semua,” ujar Buya Syafii. Parahnya mereka merasa benar dengan cara-cara terorisme itu.

Buya Syafii menegaskan bahwa aksi terorisme menggunakan bom bunuh diri hanya dilakukan oleh kelompok yang menganut teologi maut yang hanya akan merusak citra Islam. Tindakan itu bertentangan dengan nilai kemanusiaan yang diajarkan Islam sebagai agama yang damai dan harusnya menjadi rahmatan lil ‘alamin.

“Teologi maut itu filsafat berani mati, tapi tak berani hidup,” kata Buya Syafii dalam acara peluncuran Komik Bengkel Buya yang diselenggarakan oleh Maarif Institute bekerjasama dengan Madrasah Muallimin Muhammadiyah sebagai rangkaian dari mensyukuri 80 tahun Ahmad Syafii Maarif (Ribas).

 

Exit mobile version