MYANMAR,suaramuhammadiyah.id,- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Ban Ki-moon, meminta kepada Myanmar agar menerima kaum minoritas Muslim Rohingya sebagai warga negara. Ini ia sampaikan saat jumpa pers bersama pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi, Selasa (30/8/16) dalam rangka pertemuan suku etnis Myanmar di Naypyidaw.
“Ini bukan hanya masalah identitas diri komunitas Rohingya. Orang yang sudah tinggal di negara ini untuk beberapa generasi harus menikmati status legal dan kewarganegaraan yang sama seperti orang lain,” ujar Sekjen PBB Ban Ki moon.
Keadaan kaum minoritas Rohingya memang kian memprihatinkan. Tak mendapatkan hak kewarganegaraan, mereka hingga kini masih ditampung di kamp-kamp di daerah Rakhine, di mana kekerasan antara kaum Buddha dan Rohingya terus berkecamuk.
Konflik di Rakhine ini menyebabkan lebih dari 100 orang tewas akibat kekerasan di daerah tersebut sejak 2012. Lebih dari 125 ribu etnis Rohingya yang tak memiliki tempat tinggal pun terpaksa mengungsi ke luar negeri dengan nasib tak menentu.
Suu Kyi sempat dikritik karena tidak menyinggung Rohingya dalam kampanye-kampanyenya menjelang pemilihan umum. Namun akhirnya pada pekan lalu, ia membentuk komisi pemberantas pelanggaran hak asasmi manusia di Rakhine dengan menunjuk mantan Sekjen PBB, Kofi Annan, sebagai ketuanya.
Komisi ini akan melibatkan sembilan anggota independen, termasuk enam orang Myanmar dan tiga warga asing. Tak hanya itu, formasi komisi ini juga akan diperkuat oleh komunitas Muslim dan etnis dari Rakhine. Komisi ini akan berfokus pada pencegahan konflik, mengupayakan bantuan kemanusiaan, serta rekonsiliasi nasional, hak asasi manusia, dan pembangunan di Rakhine.
“Situasi di Rakhine memang kompleks dan pemerintah sudah memastikan kepada saya mengenai komitmen untuk mengatasi masalah akarnya. Semua rakyat Myanmar, dari segala etnis dan latar belakang, harus dapat hidup dalam kesetaraan dan harmoni, berdampingan dengan tetangga mereka,” kata Sekjen PBB Ban Ki moon, seperti dikutip AFP.
Jumpa pers ini digelar di sela acara konferensi perdamaian untuk mengatasi masalah komunitas etnis minoritas di negara itu. Pertemuan selama lima hari tersebut dianggap sebagai tonggak perubahan dalam demokrasi Myanmar. 17 dari 20 kelompok suku yang mengangkat senjata terhadap pemerintahan Myanmar hadir pada pertemuan ini (le).