AMM DIY dan Suara Muhammadiyah Diskusikan ‘Membela Islam Murni’

AMM DIY dan Suara Muhammadiyah Diskusikan ‘Membela Islam Murni’

YOGYAKARTA, suaramuhammadiyah.id—Melalui forum Kajian Malam Sabtu (KAMASTU) yang rutin dilaksanakan di Gedung Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Daerah Istimewa Yogyakarta, buku berjudul “Membela Islam Murni” dibedah. Buku yang berawal dari hasil penelitian tesis Pradana Boy ZTF itu dibedah oleh penulis buku dan ketua Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) PP Muhammadiyah Ahmad Norma Permata.

Dalam paparannya, Pradana Boy menyatakan bahwa buku terbitan Suara Muhammadiyah itu awalnya pernah diterbitkan oleh salah satu penerbit di Jakarta. Namun kemudian diterbitkan ulang oleh Suara Muhammadiyah setelah melalui banyak revisi dan perbaikan isi.

Awalnya buku itu, kata Boy, diterbitkan dengan judul “Para Pembela Islam” sehingga menimbulkan banyak kesalahpahaman. Ada yang mengira bahwa yang dibahas dalam buku itu adalah terkait dengan jihad. Karena itulah, kemudian tesis yang mengambil setting pada 2005-2007 itu perlu untuk diterbitkan ulang dengan beberapa penyesuaian.

“Dengan judul ini semua orang akan tahu bahwa membela Islam murni adalah membela Muhammadiyah,” ujar Boy. Menurutnya, Muhammadiyah identic dengan Islam murni. Sehingga pembahasan dalam buku ini yang menyoroti tentang kontestasi persaingan pemikiran dalam Muhammadiyah, semuanyanya berangkat dari titik tolak yang sama.

Semua tipologi itu mengaku sebagai pembela Muhammadiyah. “Kami begini ini membela Muhammadiyah,” ujar masing-masing kubu dalam Muhammadiyah, sebagaimana ditirukan Boy yang juga ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PW PM) Jawa Timur itu. Dalam penelitiannya, Boy menyatakan bahwa persaingan pemikiran dalam tubuh Muhammadiyah, terutama pada konteks tahun 2005-2007 bisa dibagi dalam tiga tipologi, yaitu liberal-progresif, radikal-konservatif dan moderat.

Moderat diartikan Boy sebagai posisi awal. Tidak memiliki kecenderungan ke kiri (liberal) dan tidak cenderung ke kanan (konservatif). Definisi ini juga dipakai oleh sejarawan Muhammadiyah Kuntowidjoyo, yang menyebut moderat itu sebagai sikap tidak ekstrim kiri dan kanan.

Penelitian Boy terinspirasi dari fenomena muktamar ke-45 di Malang, tahun 2005. Dalam muktamar menjelang 1 abad Muhammadiyah itu, terjadi persaingan luar biasa antara kubu konservatif dan progresif dalam Muhammadiyah. Kedua kubu itu saling bersaing untuk berebut pengaruh. Namun, kemudian secara perlahan kedua kubu dapat diredam dan tetap berada dalam payung moderat Muhammadiyah.

Muhammadiyah, kata Boy, bukanlah pribadi, namun sebuah entitas pemikiran. Sehingga Muhammadiyah tidak hanya mengalami perkembangan fisik, tetapi juga perkembangan pemikiran. Buku ‘Membela Islam Murni’ mencoba untuk memberikan penjelasan tentang ragam pemikiran dalam Muhammadiyah.

Sementara itu, Ahmad Norma Permata mengapresiasi buku yang ditulis oleh anak muda Muhammadiyah. “Buku ini sangat menarik dalam berbagai aspeknya. Pertama, menulis itu sendiri. Menulis merupakan amal peradaban yang sangat besar pahalanya. Tanpa ilmu yang tanpa buku. Tanpa buku yang tanpa ilmu,” kata Norma sambal mencontohkan peradaban Yunani dan Yahudi.

Kedua Negara itu, ungkap Norma, hanyalah Negara kecil, namun memberi pengaruh yang besar bagi peradaban karena memiliki catatan-catatan sejarah  yang sangat detil tentang apapun. Sehingga masyarakat memiliki memori kolektif tentang kedua Negara tersebut. Oleh karena itu, menulis tentang Muhammadiyah merupakan keniscayaan.

Selain itu, membaca buku ‘Membela Islam Murni’ bisa menambah wawasan dan membantu untuk memahami realitas kehidupan. “Membantu kita memahami apa yang terjadi di sekitar kita bahkan yang terjadi di luar Muhammadiyah. Kita hanya bisa memahami zaman jika memahami tipologi zaman itu,” papar Norma. (Ribas)

Exit mobile version