Menyikapi Perbedaan, Perlu ‘Silatul Fikri’ dalam Muhammadiyah

Menyikapi Perbedaan, Perlu ‘Silatul Fikri’ dalam Muhammadiyah

YOGYAKARTA, suaramuhammadiyah—Bertempat di aula Gedung Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) DIY dan Suara Muhammadiyah menyelenggarakan bedah buku “Membela Islam Murni”, Jumat malam (2/9). Forum Kajian Malam Sabtu (Kamastu) yang rutin dilaksanakan itu menghadirkan Ketua LPCR PP Muhammadiyah Ahmad Norma Permata dan penulis buku sekaligus ketua PW PM Jawa Timur Pradana Boy ZTF.

Para pembicara sepakat bahwa dalam menyikapi keragaman gagasan pemikiran dalam Muhammadiyah, maka perlu dilakukan dialog bersama sebagai ajang saling sapa pemikiran. Perjumpaan berbagai latar belakang pemikiran dan keilmuan akan membawa dampak positif bagi Muhammadiyah.

Pradana Boy menyatakan bahwa masing-masing kubu (konservatif, progresif dan moderat) dalam Muhammadiyah memiliki akar pijakan yang sama, yaitu membela ‘Islam Murni’. “Mengharapkan persamaan itu tidak mungkin. Tetapi yang harus dihindari adalah cara berpikir poko’e. Terpenting adalah pemahaman tentang perbedaan dan memahami mengapa berbeda,” kata Boy.

Oleh karena itu, Boy sangat setuju dengan ide Din Syamsuddin untuk menggelar Silatul Fikri bagi para anak muda Muhammadiyah dari berbagai latar belakang pemikiran. Perjumpaan dan saling sapa gagasan dan pemikiran itu akan membuka wawasan dan mendewasakan dalam menyikapi perbedaan.

Boy juga menyinggung bahwa untuk memajukan Muhammadiyah, dalam kondisi tertentu perlu diadakan kritik yang membangun. Selama ini, objek (Muhammadiyah) berada telalu jauh atau terlalu dekat, sehingga tidak terlihat sisi negatifnya.

Hal yang sama dikatakan oleh ketua LPCR Ahmad Norma Permata. Menurutnya, semua pihak yang berbeda harusnya tidak saling menjustifikasi. “Tidak menghakimi kehidupan dan perilaku seseorang,” katanya.

Norma berpandangan bahwa semua pihak yang berbeda itu harus diberikan ruang di Muhammadiyah sesuai dengan konteks dan keahliannya. “Kita berikan ruang di Muhammadiyah untuk berkonstribusi. Selama dialog masih ada, selama diskusi masih ada, biarkan saja,” ungkap Norma.

Ia berpandangan bahwa semua perbedaan dalam Muhammdiyah memiliki zeit geist atau semangat zaman yang berbeda. Oleh karena itu penting bagi Muhammadiyah untuk membaca trend global untuk mengambil sikap dan menyesuaikan diri. (Ribas)

Exit mobile version