Oleh : Rachmat Hamzah
SUARA MUHAMMADIYAH–Muhammadiyah sungguh banyak memberikan manfaat yang sangat luar biasa, terbukti dengan berdirinya amal usaha dari Sabang sampai Merauke, bukan hanya dirasakan oleh warga Muhammadiyah sendiri, tapi seluruh umat Islam bahkan non muslim sekalipun. Sebagaimana bisa kita lihat keberadaan mahasiswa non muslim (putra daerah Papua) yang kuliyah di Stikom Muhammadiyah di Jayapura, Papua.
Atas rekomendasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang di biayai oleh Universitas Muhammadiyah Surakarta dua orang kader Alumni Pondok Muhammadiyah Hajjah Nuriyah Shabran menjalankan tugasnya sebagai kader Persyarikatan selama satu tahun mengabdi di Kabupaten Keerom, Papua, Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Negara Papua New Guinea.
Kabupaten Keerom (61.493 Kilometer Persegi) yang bermotto Tamne Yisan Kefase (bersatu Untuk Membangun), jumlah penduduk yang terdata sebanyak 59.723 (2014), sebelum berdiri sendiri sebagai kabupaten otonom, Keerom pernah menjadi bagian dari kabupaten Jayapura, Keerom berbatasan dengan Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura (Utara), Kabupaten Pegunungan Bintang (Selatan), Kabupaten Jayapura (Barat), dan Negara Papua Nugini (timur). Kabupaten ini terbilang baru berdiri berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2002, tanggal 11 November 2002. Secara geografis wilayah ini terletak pada posisi 1400 55’ 00’’ LS dan 020 37’ 00’’ BT, pertanian merupakan tonggak utama perekonomian Kabupaten Keerom seperti Palawija, Kelapa Sawit, Kakao.
Perlu kita ketahui di pulau Papua saat ini banyak para pendatang (penduduk transmigrasi) dari semua pulau di Indonesia terutama di Jayapura dan Keerom, berdasarkan Wikipedia puncaknya antara tahun 1979 dan 1984, sekitar 535.000 keluarga (hampir 2,5 juta jiwa) pindah tempat tinggal melalui program transmigrasi pada masa Soeharto, terutama tersebar di pulau Papua. Pada tahun 1980-an program ini didanai oleh Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia serta negara-negara Barat yang memuji kebijakan anti-komunis Soeharto. Makanya jangan heran ketika berada di pulau Papua kita banyak menemukan orang-orang transmigrasi, sampai saat ini terus berkembang, ada yang melahirkan dan ada pendatang baru.
Perkembang Islam di kabupaten Keerom mayoritas dianut oleh pendatang, berasal dari suku jawa, sunda, bugis (Sulawesi) dan suku-suku yang berasal dari luar Pulau Papua, hanya sebagian kecil yang dianut oleh penduduk asli, kebanyakan dari mereka menganut agama protestan dan katolik. Terbukti banyaknya bangunan-bangunan tempat ibadah mereka (non muslim) yang berdiri di kabupaten keerom.
Apa yang disabdakan Rasulullah SAW, “Sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Sabda ini menjadi motto penulis dalam berdakwah di Bumi Cendrawasih, karena waktu satu tahun adalah singkat dan sebisa mungkin memberikan pencerahan dan perubahan bagi masyarakat di bagian daerah Papua ini.
Dakwah yang pertama kita lakukan adalah di Panti Asuhan Muhammadiyah Kampung Yaturaharja (Arso x), Sumber Daya Alam adalah adalah faktor yang paling berharga yang harus dimiliki amal usaha ini, memberikan kesadaran bahwa berjuang dibidang nonprofit harus penuh kesabaran karena penuh tantangan, benar-benar lillahi ta’ala, dakwah yang bergerak di bidang dakwah sosial, apa yang pernah dikobarkan KH. Ahmad Dahlan di kampung Kauman dikenal dengan gerakan Al Maun, menyantuni fakir miskin dan membebaskan kaum du’afah dan mustad’afin, teori ini kita ceritakan pada SDM.
Kampung Yaturaharja (Arso x) menjadi wajah di persyarikatan PDM Keerom, dengan dibekali buku-buku dari MPK PP Muhammadiyah menjadikan modal bagi kami untuk membahas dan berdikusi mengenai masalah ini, dari hal SDM harus tetap berjuang tanpa pamrih, aktif dalam bermuhammadiyah, bersifat terbuka dan penuh tanggung jawab di dunia dan akhirat, keadministrasikan panti, pengelohan dana yang terbuka harus di galakkan dengan penuh tanggung jawab.
Maka panti ini berdiri dengan seadanya, dengan sumber dana swadaya, hasil ladang yang digarap dan gedung sebagian bantuan AMCF (yayasan Muslim Asia), sekelumit cerita keberadaan Muhammadiyah di perbatasan sudah sedikit dirasakan oleh masyarakat, dan saat ini Muhammadiyah di akui oleh khalayak umum dan pemerintah setempat, walaupun awal berdirinya tahun 199an muhammadiyah di anggap aliran sesat, agama baru, bahkan papan namapun dibuang, akhirnya atas semangat keberanian generasi pertama berdirilah Panti Asuhan Muhammadiyah Arso x tahun 2002.
Perjalanan Muhammadiyah ini cukup panjang lika-likunya, dan akhirnya 2006 berdirinya PDM Keerom yang menjadi payung hukum, Aisyiyah, Nasyiatul Aisyiyah, IPM, Pemuda Muhammadiyah dan Tapak Suci, 5 Paud Asyiyah, dan 2 pondasi SD, TB Care, sampai sekarang, merupakan sebuah gerakan pencerahan di bumi Cendrawasih ini, walaupun semua pengurus berasal dari pendatang dan tidak seaktif di pulau Jawa.
Gerakan dakwah ini aktif pada penduduk Transmigrasi, dan dijangkau dengan perjalanan darat menuju kota Jayapura, berharap lambat laun akan merambat kesemua daerah terpencil dibagian kabupaten keerom, karena bagian daerah Keerom ada sebagian daerah yang tidak bisa di jangkau darat, harus memakai pesawat kecil menuju daerah tersebut, bila kita ke Keerom kita akan sangat sulit mencari penduduk asli papua yang Beragama Islam.
Kebiasaan warga pribumi jarang sekali bergabung dengan masyarakat pendatang, ada kelompok-kelompok tersendiri, terkadang mereka memelihara Babi dan Anjing yang berkeliaran, bahkan penulis tidak pernah bertamu ke rumah mereka dan bercanda tawa di komplek-komplek kawasan rumah mereka, kecuali dilakukan di instansi pemerintah, sekolah-sekolah, pasar dan tempat khalayak umum lainnya.
Letak geografis yang masih banyak hutan-hutan alami, gunung, rawa, sungai serta perkampungan yang sangat tidak berdekatan membuat penulis tidak semua tempat sempat di jelajahi, terbilang kabupaten keerom ini masih dalam pembangunan sehingga dakwah yang kita lakukan terfokus bagi para pendatang.
Penulis menjadi salah satu guru di Madrasah Aliyah yang dimiliki organisasi Al-irsyad dan Yayasan yang satu-satunya berada di Papua yaitu Yayasan Pendidikan Islam (Yapis) karena pendidikan Muhammadiyah belum berdiri di tingkat SD-SMA, di MA Al-Irsyad siswanya beragama Islam karena semuanya para pendatang, tetapi Yapis bersifat Majemuk, terutama penduduk aslipun banyak yang bersekolah disana, di yapis ini menulis banyak bercerita dengan penduduk asli lokal tentang keadilan sosial dan hidup beragama.
Menjadi da’i di daerah terpencil harus serba siap, ketika sekali penulis di amanahi memimpin tahlilan (membaca yasin) harus siap, menjadi kader yang toleran tapi juga meninggalkan bid’ah, maka setiap acara semacam itu kita konsep dengan sendiri.
Keislaman para pendatang di kabupaten keerom yang mulai terlihat terbukti penulis di undang menjadi ceramah pengajian RT, Pengajian ibu-ibu Kampung, Paguyuban, Khutbah Jum’at, Shalat Gerhana dan Shalat ‘Id. Bahkan penulis pernah di undang mengisi di Kabupaten Jayapura, tepatnya Taja SP 1, tempat yang jauh kira-kira 8 jam perjalanan menggunakan roda empat, jalannya pun masih jalan merah, serta pernah di Undang di Kampung Doyo Lama Sentani.
Kabupaten Keerom, Jayapura, dan Kota Jayapuran perkembangan Islam cukup pesat walaupun mayoritas di anut oleh Masyarakat pendatang, sehingga membuat penasaran penulis untuk menjelajahi lebih banyak pulau ini, akhirnya penulis memutuskan untuk pergi ke ujung selatan timur pulau ini, tepatnya di Kabupaten Merauke, di kabupaten ini pun penulis banyak menemukan para pendatang dan tempatnya lebih maju dari kabupaten keerom, Islam pun berkembang tepatnya di kota. Walaupun masih ada masyarakat-masyarakat primitif bahkan ketertinggalan di pinggiran kabupaten ini.
Dilanjutkan dengan survey keperbatasan Negara tepatnya Skouw (Muara Tami) Jayapura, Perbatasan Sota Merauke, Pantai Amay, Tabulanusu, Base G, Hamadi, Haltekamp, Danau Love Islampun Minoritas dikarenakan tempat-tempat wisata di rawat oleh masyarakat pribumi dan jauh dari kampung pendatang, dan ini merupakan tantangan bagi umat Islam, menjadi Islam sebagai Agama yang terbaik dan penganutnya menjadi tauladan di daerah perbatasan ini.
Walaupun tugas pokok kita adalah membina keislaman anak-anak panti Asuhan Muhammadiyah Keerom dalam kesehariannya, kita berusaha bisa bermanfaat mungkin untuk khalayak umum, lewat seni beladiri Tapak Suci Khususnya dua minggu sekali kita latihan bersama para remaja putra dan putri dikumpulkan yang berpusat di Panti Asuhan.
Dikarenakan non muslim pun banyak dianut pendatang, kita pun berhati hati dalam berdakwah jangan sampai tersinggung dan tidak suka dengan kedatangan kita, pernah teman saya khutbah masalah haramnya mengucapkan selamat natal, dan akhirnya didatangi pendeta, dan pernah membahas tahlil dan ada sebagian orang Islam yang tersinggung dan tidak suka.
Satu tahun memberikan pengalaman yang cukup berarti bagi penulis bisa merasakan indahnya pulau yang indah, surga kecil yang jatuh ke bumi. Bagi pemerintah selalu di perhatikan pembangunan pulau ini, dan bagi Muhammadiyah harus lebih di perhatikan perkembangan persyarikatan, sehingga pulau ini maju dan berkembang seperti apa yang dikatakan seperti surga kecil yang jatuh kebumi.
Penulis adalah Alumni Pondok Hajjah Nuriyah Shabran dan Syariah UM Surakarta