Menjaga Muhammadiyah

Menjaga Muhammadiyah

Oleh: Dra Hj Shoimah Kastolani

Setiap tanggal 8 Dzulhijjah jadi tergerak untuk sedikit mengungkap pola pikirnya Sang Pencerah 107 tahun lalu. Beliau berfikir merasa perlu membangkitkan umat Islam untuk melakukan pengentasan dari kebodohan, kemiskinan dan ketertinggalan. Meski melalui liku perjuangan yang tidak ringan toh akhirnya membuahkan hasil legalitas formal memenuhi staatblad 1870 nomor 64 tentang Perkoempoelan Berbadan Hukum. Melalui Gouvernment Besluit 22 Agustus 1914 No 81 diubah dengan Gouvernment Besluit 16 Agustus 1920 No 40. Dan kini di era global mendapat lagi penegasan dari Kementerian Hukum dan HAM tertenggal 1 Juli 2016 yang mempertegas surat pengakuan yang amat sangat tegas dari Kemendagri tanggal 30 Juni 2016.

Betapa jasa Kyai dalam memajukan agama Islam, mencerahkan bangsa melalui rintisan pendidikan yang integratif antara agama dan iptek. Berupaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pelayanan balai pengobatan sampai akhirnya mendirikan hospital. Peduli kepada kaum dhu’afa sebagai implementasi surat Al-ma’un yang mengajarkan semangat suka berbagi, dengan merintis armeen huis dan wees huis.

Mengingat itu semua aku rasanya bangga merupakan bagian dari gerakan yang didirikan Sang Pencerah MUHAMMADIYAH. Ataukah kebanggaanku ini tumbuh sejak aku merasakan pendidikan SR dan Mu’allimaat Muhammdiyah yang menggemblengku sebagai sosok yang diberi sibghah sebagai zu’ama ‘ulama dan mu’alim.
Kalau orang besar seperti Presiden Pertama Indonesia saja bangga kepada Sang Pencerah, masa aku yg menjadi penikmat amal usaha Muhammdiyah tidak lebih bangga?

Coba saja kita baca kembali pernyataan Ir Soekarno pada pidatonya didepan Muktamirin Muktamirat tahun 1962 “…….ada hubungan erat antara pembangunan agama dengan pembangunan Tanah-Air, Bangsa, Negara dan Masyarakat. Maka oleh karena itu saudara-saudara saja kok makin lama makin tjinta kepada Muhammadijah. Tatkala saya berusia 15 tahun saya simpati kepada Kijai Ahmad Dahlan sehingga saya mengintil kepadanya. Tahun 1946 saya minta jangan tjoret nama saya dari Moehammadijah; di tahun 1962 saya berkata semoga dikaruniai usia pandjang oleh Allah, dan jikalau saya meninggal supaya saya dikubur dengan membawa nama Moehammadijah atas kain kafan saya”.

Kok rasanya semua orang merasa tersemangati oleh nilai-nilai keikhlasan Sang Pencerah. Wujud mencintai Sang Pencerah dengan Mahakaryanya Harakah Attanwir Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam Berkemajuan, kita semua harus Menjaga Muhammadiyah dengan meneruskan cita perjuangannya menuju Indonesia Berkemajuan: Indonesia yang berdaulat, bermartabat dan berkeadilan dalam menuju ke Baldah thayyibah wa Rabbun ghafur sehingga mampu menghantarkan umat Islam ke pintu Jannatun Na’im. Amin.

Exit mobile version