Persoalan Pajak, Tak Cukup Berhenti di Tax Amnesty

Persoalan Pajak, Tak Cukup Berhenti di Tax Amnesty

Kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) yang telah digulirkan sejak Juli lalu dinilai oleh sejumlah pihak belum banyak berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia.  Suahasil Nazara—Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementrian Keuangan mengatakan, belum bisa diperkirakan secara pasti apakah kebijakan tersebut membantu pertumbuhaan ekonomi Indonesia atau tidak.

Sementara itu, sejak dilaksanakannya program ini, banyak pro dan kontra terjadi di tengah masyarakat. Misalnya, Para buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dan Partai Buruh menilai peraturan pengampunan pajak (tax amnesty) bersifat diskriminatif dan tidak berkeadilan.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengatakan bahwa peraturan ini menggambarkan pemerintah yang pro pemilik modal dan korporasi. Pasalnya,  pengusaha dan konglomerat yang mendompleng pajak selama ini diampuni, sedangkan para buruh yang selama ini menerima upah murah tetap wajib membayar pajak.

Sedangkan Majelis Hukum dam HAM (MHH) PP Muhammadiyah, menyatakan bahwa undang-undang pengampunan pajak ini akan mewajibkan rakyat biasa untuk mengikutinya. Selain itu juga pembahasan undang-undangnya tidak transparan. Hal ini menjadikan undang-undang pengampunan pajak harus ditelaah kembali.

Meski belum memutuskan mengajukan gugatannya,MHH Muhammadiyah berharap realisasi program ini sesuai dengan niat awal. Bahwa sasaran program adalah para wajib pajak (WP) besar yang selama ini bermasalah, baik dalam melaporkan kekayaan hingga jumlah pembayaran pajak yang tidak sesuai.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani menegaskan bahwa undang-undang ini memang mengikat seluruh warga Indonesia, namun meski begitu, bentuknya adalah hak, bukan kewajiban. Jadi untuk masyarakat menengah kebawah tidak berkewajiban untuk megikuti program ini.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo menilai kekhawatiran adanya tax amnesty ini merupakan akibat dari salah komunikasi yang berbuntut salah paham di masyarakat. Ia meminta agar Ditjen pajak memperbaiki pola komunikasi agar tidak terjadi kesalahpahaman lagi. Selain itu, Jokowi juga meminta agar fokus amnesti pajak ini kepada WP kelas kakap.

Keresahan yang selama ini terjadi di masyarakat terkait undang-undang tax amnesty sebenarnya adalah karena sosialisasi yang minim. Sasaran yang dibidik pun selama dua bulan ini (sasaran utama adalah WP besar) tidak maksimal atau belum mencapai target.

Data hingga Ahad (4/9) untuk keseluruhan WP, dari total deklarasi harta baik di dalam maupun luar negeri serta dana repatriasi sejumlah Rp. 203,5 triliun, didapatkan uang tebusan senilai Rp. 4,32 triliun. Angka ini baru mencapai 2,6% dari total target penerimaan negara yaitu Rp. 165 triliun yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016.

Sementara itu Jusuf Kalla-Wakil Presiden Indonesia mengakui bahwa target yang ditetapkan tersebut sebenarnya terlalu tinggi. Target perolehan tax amnesty berasal dari data yang kurang jelas, sehingga sebenarnya target yang dipatok tersebut terlalu tinggi.

Namun, Pemerintah sendiri akan menunggu hingga akhir bulan September (tax amnesty tahap satu) dan melihat dana tebusan yang terkumpul. Jika jauh dari target, maka kemungkinan target Rp. 165 triliun akan dipangkas.

Sasaran program sendiri adalah para pengusaha besar, baik perorangan maupun  lembaga yang menaruh uangnya diluar negeri dan tidak membayarkan pajaknya secara benar selama ini. Mengenai data para WP besar sendiri, Ditjen pajak sebenarnya telah memiliki listnya. Dengan adanya list ini, sebenarnya pemerintah bisa menindak lebih tegas mereka, bukan hanya memberikan pengampunan pajak.

Perkembangan dari WP besar sendiri terkait tax amnesty terbilang cukup baik. Kalangan pengusaha misalnya, sudah tidak ragu lagi untuk mengikuti program pengampunan pajak. Rosan Perkasa Roslani, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia berharap selain pengusaha, program ini juga akan diikuti oleh pejabat, penegak hukum, serta politisi yang belum melaporkan hartanya.

Hingga awal bulan September 2016, tercatat 38 Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) yang telah mendapatkan pengampunan pajak. Total yang dilaporkan  Rp. 40 Triliun, sementara dana tebusan yang bisa didapat sebesar Rp. 878 Miliar, dengan dana repatriasi Rp. 5,8 Triliun.

Keseluruhan WP yang telah menyerahkan surat pernyataan pengampunan mencapai 28.611 WP. 18.382 diantaranya telah mendapatkan pengampunan pajak. WP besar ditargetkan menyumbang 30 persen dari target pengampunan pajak, yaitu senilai Rp. 50 triliun.

Selain itu, sejumlah partai politik di Indonesia juga mendorong anggotanya terutama yang juga seorang pegusaha untuk mengikuti program pengampunan pajak. Beberapa partai politik tersebut diantaranya, PDI Perjuangan, PKB, Golkar, dan PPP.

Beberapa tokoh seperti Bambang Soesatyo, seorang anggota partai Golkar sekaligus anggota DPR tengah mempersiapkan untuk mengikuti program pengampunan pajak tersebut. Ketua Partai Golkar—Setya Novanto juga dikabarkan akan mengikuti program tersebut.

Banyaknya politisi yang ikut serta dalam program ini sebenarnya menunjukkan keberhasilan dari program ini, terlebih jika dana pengampunan pajak mencapai target yang dibuat.

Selain itu, fakta baru banyaknya politisi yang mengikuti program ini, bahkan nama-nama besar mereka menunjukkan bahwa pengawasan terhadap pajak masih sangat kurang. Tax amnesty mungkin akan menguak beberapa WP yang memalsukan jumlah kekayaan atau tidak membayar pajak sesuai dengan kewajiban yang seharusnya. Namun, dibutuhkan upaya lebih jauh untuk menyelesaikan persoalan pajak ini, bukan sekedar memberikan ampunan kepada para pendompleng pajak negara. (Bela Fataya Azmi/dari berbagai sumber).

Exit mobile version