Manusia itu ternyata multudimensi. Orang mengenal Cristiano Ronaldo sebagai sosok yang arogan. Di samping profesional, pekerja keras, dan ambisius. Pesepakbola Portugal yang kini merumput bersama klub ternama Real Madrid ini sama dengan Leonel Messi, sang pencetak rekor sejagad.
Selebrasinya yang khas dengan menunjukkan tubuh yang kekar dan ekspresi wajah yang berteriak tatkala sukses mencetak gol menggambarkan keangkuhan. Sebagian orang menganggapnya sepadan, karena sosok yang dikenal CR7 itu memiliki keahlian bermain bola di atas rata-rata. Prestasinya pun mencenangkan, dia peraih gelar Ballon D’Or tiga kali dan tahun ini diprediksi meraih yang keempat, setelah klubnya menjuarai Liga Champions dan kesebelasan Portugal yang dipimpinnya juara Eropa 2016.
Namun, di balik kesan angkuh dan ambisius itu ternyata Ronaldo seorang yang humanis. Ketika tendangannya yang keras mengenai seorang penonton yang membuat sedikit cedera di lengannya, CR7 usai pertandingan menghampiri korban dan memberikan kaos bernomor punggung 7 miliknya. Dia tak segan melayani fans yang ingin berfoto dengannya dengan ramah.
Ronaldo pulalah yang pergi ke Aceh tatkala anak kecil bernama Martunis terdampar dan selamat dari tragedi Tsunami 2004 dijumpai memakai kaos Portugal bernomor punggung 7 miliknya. Dia jadikan Martunis sebagai anak angkat. Kini Martunis hijrah ke Portugal dan menjadi pesepakbola di salah satu klub di Lisbon. Sesekali keduanya bertemu layaknya “ayah” dan “anak”. Hal serupa tidak dilakukan Messi tatkala seorang bocah dari Afghanistan dijumpai memakai kaos ksebelasan Argentina miliknya, hatta untuk bertemu dengan sang ideola pun tidak kesampaian.
Ronaldo bahkan beberapa kali menyumbang dana untuk rakyat Palestina, di samping ke negara lain. Dia pendukung perjuangan rakyat Palestina melawan Israel. Ketika ksebelasan Portugal bertanding melawan Israel, dia tak mau bersalaman dan bertukar kaos dengan salah seorang pemain negeri Zionis itu. Pemihakannya tentu atas dasar perjuangan kemanusiaan.
Penyerang sayap dan striker peoduktif ini diangkat sebagai Duta Kemanusiaan UEFA, Palang Merah Internasional, dan Save The Children. Dia pun tak mau bertato karena selalu ingin menyumbang donor darah bagi yang membutuhkan, ketika para pesepakbola dunia lainnya gemar bertato. Dia selalu menjaga kebugaran, disiplin, dan melatih diri agar tetap tangguh fisik dan mentalnya. Dia tidak mudah melankolis, sehingga tampak egois di lapangan. Semuanya menunjukkan jiwa pesepakbola petarung yang selalu ingin menang.
Kegigihan Kapten kesebelasan Portugal itu juga luar biasa. Ketika di partai final piala Eropa melawan Perancis terpaksa harus ditarik kaluar karena cedera di menit ke-24 akibat benturan dengan Dimitri Payett, dia tidak menyerah. Dari pinggir lapangan dengan kaki terpincang-pincang dia bakar semanga rekan-rekannya seolah menjadi asisten pelatih. “Di masa istirahat, Ronaldo memiliki kata-kata fantastis untuk kami. Dia memberi kami banyak kepercayaan diri dan dia berkata, “dengar, saya yakin kita akan juara, jadi tetap bersama dan berjuang untuk itu””, ujar Cedric Soares, pemain bertahan Portugal. Hasilnya, Portugal menang dan menjadi juara Eropa 2016.
Sisi lain dari pemilik nama lengkap Cristiano Ronaldo dos Santos Aveiro kelahiran Madeira Portugal 5 Februari 1985 itu ternyata sosok yang percaya kepada Tuhan. Ketika berjuang untuk membawa Portugal juara Eropa, dia bersaksi di hadapan wartawan: “Saya memohon kepada Tuhan agar kami menjadi juara karena kami memang layak,” ujarnya lirih. Di balik kesan angkuhnya, sang megabintang Real Madrid itu ternyata sosok yang humanis dan percaya akan kekuasaan Tuhan (A Nuha)