Oleh: Mustofa W Hasyim
Makan malam, atau lebih tepat disebut pesta, telah usai. Piring-piring kotor dikumpulkan, Gelas-gelas dibawa masuk. Sisa makanan dihangatkan atau dimasukkan plastik untuk dibuang. Sebagian lampu di ruang makan yang luas itu, dipadamkan. Tamu-tamu yang terdiri dari orang penting, termasuk wakil dari banyak negara, tak kelihatan jejaknya. Bau parfum dan aneka warna suara mereka pelan-pelan menguap. Tak ada lagi musik, karaoke, atau ketawa-ketawa. Yang terdengar hanya dengung alat pendingin udara. Pelayan istana kelelahan. Tetapi mereka tidak boleh berhenti bekerja. Semua harus dibersihkan, dibereskan kembali. Mereka yang kelaparan sejak pukul sepuluh malam, sudah mengenyangkan perutnya dengan makanan sisa. Dalam waktu dua jam semua bersih, teratur, lalu para pelayan istana tidur. Kelelahan.
Pada saat itulah hantu-hantu yang berdiam di istana sejak zaman Gubernur Jenderal dulu bergerak. Mereka yang rata-rata berusia ratusan tahun, ada tiga yang berusia ribuan tahun itu, keluar dari tempat persembunyian masing-masing. Ada yang keluar dari saluran WC, ada yang keluar dari sela-sela retakan bangunan, ada yang keluar dari sambungan kayu-kayu di langit-langit, ada yang keluar dari almari-almari tua, dari buku-buku tua yang disimpan di perpustakaan. Juga ada hantu yang keluar dari banyak patung, arca, keluar dari topeng-topeng antik yang banyak disimpan di istana. Dari berbagai benda pusaka, dari lukisan-lukisan yang menggambarkan manusia, dan binatang, termasuk lukisan wanita-wanita telanjang juga keluar para hantu. Biasanya, hantu-hantu itu yang bersembunyi di lukisan wanita telanjang itu menempati puting susu atau bersembunyi di selangkangan. Ada juga yang bersembunyi di mata wanita telanjang itu.
Pemimpin para hantu adalah hantu perempuan yang sudah berusia tiga ribu tahun. Ia bersembunyi di perpustakaan, tempat buku dan naskah-naskah kuno disimpan. Ia sangat cantik dan berambut panjang yang jika dibiarkan tergerai rambut itu dapat menyentuh tumitnya. Konon ia berasal dari pegunungan Himalaya dan datang ke negeri ini karena diajak oleh temannya, hantu lelaki yang berasal dari Hadramaut. Hantu lelaki itu kemudian menjadi suaminya, yang kemudian menghaslkan anak cucu hantu yang jumlahnya sudah puluhan ribuan orang. Kebanyakan anak cucunya sekarang menjadi penghuni dari istana-istana, termasuk istana-istana kerajaan di seluruh Nusantara, juga istana para bupati dan rumah-rumah dinas gubernur, bupati dan rumah-rumah para camat dan balai desa. Sebagian dari anak cucunya, tinggal di istana yang pernah ditempat oleh para Gubernur Jenderal. Memang hantu yang dipimpin oleh hantu perempuan dari Himalaya ini sepesialis hantu istana dan merasa sebagai hantu pribumi. Mereka memang berusaha menguasai semua istana, dan kabarnya pada zaman penjajahan dulu merekalah yang paling berhasil memertahankan diri agar istana-istana itu tidak dijajah oleh hantu-hantu Eropa, yang juga banyak berdatangan bersamaan dengan kapal-kapal perang da kapal dagang mereka.
Ketika banyak pejuang berguguran, banyak kerajaan ditaklukkan, para hantu pejuang yang dipimpin hantu perempuan itu berhasil mengusir dan membunuhi hantu-hantu dari Eropa. Hantu-hantu dari Eropa ini akhirnya memilih berdiam di loji-loji, di pelabuhan, dan di makam-makam khusus orang Eropa. Para hantu yang berasal dari Cina yang ingin menjajah para hantu pribumi pun berhasil mereka kalahkan, bahkan mereka buru sehingga keluar jauh dari lingkungan istana. Para hantu dari negeri Cina daratan, dari padang pasir Gobi dan dari daratan bersalju di utara itu berhasil dipukul mundur sehingga kemudian hanya mampu bertahan di dekat tempat-tempat ibadah, di rumah-rumah kuno, dan makam-makam yang dibangun di bukit-bukit.
Yang paling asyik adalah ketika hantu-hantu dari Jepang datang bersamaan dengan balatentara yang berhati keras dan kejam. Terjadi pertempuran antara hantu pribumi penjaga istana-istana dengan hantu yang mahir bermain ninja-ninjaan atau bermain samurai. Hantu dari Jepang itu dapat ditumpas habis karena menolak pergi dan menolak untuk menyerah. Tetapi korban dari pihak hantu pribumi pun cukup banyak. Inilah yang menyebabkan pemimpin hantu yang kemudian dipanggil Ibunda yang Mulia dari Himalaya membuat peraturan baru yang sangat menyenangkan semua hantu yang berada di bawah pimpinannya. Semua hantu lelaki harus kawin lagi, boleh memperisteri hantu dari luar istana, bahkan banyak yang kemudian nakal karena berhasil memperisteri manusia. Dengan cepat para hantu ini beranak pinak, menjadi ganti dari generasi hantu yang gugur ketika melawan hantu-hantu dari Jepang.
Kemudian Ibunda yang Mulia dari Himalaya ini memeritahkan agar poligami di antara hantu dihentikan dan dilarang. Tetapi para hantu lelaki yang sudah merasakan enaknya beristeri banyak diam-diam menolak perintah. Mereka memang bilang menceraikan isteri tambahan itu, tetapi bekas para isteri mereka itu tetap mereka kunjungi sebagai gundiknya. Mereka beralasan, para pejabat tinggi baik pejabat tinggi dari Eropa maupun pejabat pribumi, juga para tokoh agama banyak yang beristeri lebih dari satu, kenapa para hantu lelaki, yang rata-rata juga merupakan tokoh dan pejabat di kalangan masyarakat hantu tidak diperbolehkan memiliki isteri dari satu. Memang para hantu yang diam di semua istana-istana dan semua rumah-rumah dinas sudah terbiasa menyaksikan bagaimana para pejabat tinggi Eropa, para pejabat tinggi pribumi dan para pemimpin agama itu memiliki isteri atau wanita yang mereka tiduri sewaktu-waktu, lebih dari satu.
Memang ada hantu yang berilmu tinggi, yang tidak usah punya isteri lebih dari satu teapi selalu dapat menikmati banyak wanita. Hantu-hantu lihai ini mampu menyusup ke tubuh para pejabat tinggi dan mampu memperalat kelamin para pejabat tinggi Eropa dan pribumi untuk memperoleh kenikmatan. Ini dapat mereka lakukan ketika para lelaki berpangkat itu lupa atau memang tidak dapat berdoa sebelum menyetubuhi para wanita cantik yang disuguhkan atau yang dengan sukarela masuk ke kamar-kamar berbau wangi mereka. Hantu-hantu yang lihai ini bahkan banyak yang kemudian bercerita, mereka mampu mencampurkan spermanya dengan sperma pejabat tinggi itu, sehingga kemudian muncul para keturunan pejabat Eropa dan pejabat tinggi pribumi yang sesungguhnya setengah hantu dan setengah manusia. Tandanya mudah, kalau anak-anak pejabat itu menjadi sangat nakal, suka berperilaku nyeleneh, suka bertindak semaunya, dapat dipastikan dia adalah keturunan setengah manusia, setengah hantu, pada hakekatnya.
“Inilah saatnya kita berpesta,” kata Ibunda yang Mulia dari Himalaya.
“Marilah, “ sahut suaminya yang disebut Bapa yang Mulia dari Hadramaut.
Para hantu istana bersorak. Mereka menyerbu ke ruang makan, ke dapur-dapur, ke tempat sampah. Juga ada yang menyerbu rtuang pertemuan yang tadi dipergnakan oleh para tamu yang jumlahnya melimpah. Para hantu itu makan udara, makan bau, makan berbagai serpih-serpih dari hakikat makan yang banyak berjatuhan ketika para tamu itu lupa berdoa dan makan serta minum hanya demi nafsunya, misalnya makan dan minum dengan tangan kiri, atau makan dan minum sambil berbicara yang remeh-remeh. Memang benda fisik dari makanan dan minuman itu masuk ke mulut dan ke perut mereka, tetapi hakikatanya berhanburan keluar, berhamburan di lantai. Hampir semua hakikat makanan dan minuman itu berhaburan dan teronggok di lantai. Hanya sedikit dari para tamu tadi yang berdoa dan makan dengan tertib. Inilah yang menyebabkan para hantu yang tinggal di istana-istana selalu kekenyangan karena makanan dan minuman mereka melimpah ruah. Terutama saat pesta-pesta diadakan di istana tersebut. Pada saat itu tentu ada satu dua, atau tiga atau lebih hantu berilmu tinggi yang kemudian diam-diam pergi ke kamar-kamar para pejabat untuk ikut menikmati tubuh para wanita. Makan kenyang, dan para perempuan hangat tersedia. Ini asyiknya menjadi hantu berilmu tinggi Ini berkat kebodohan para lelaki yang lupa berdoa dan memang tidak bisa berdoa ketika akan bersetubuh. Meski lelaki itu berpangkat tinggi.
Ketika hampir pagi, Ibunda yang Mulia dari Himalaya memberi perintah agar semua hantu kembali ke tempat masing-masing. Semua hantu meninggalkan tempat pesta, berhamburan, masuk ke tempat persembunyian masing-masing, yang mereka sebut sebagai tempat tinggalnya. Ibunda yang Mulia dari Himalaya kemudian menggandeng mesra Bapa yang Mulia dari Hadramaut untuk masuk ke perpustakaan. Keduanya berjalan pelan, anggun, berpandangan mesra, menuju perpustakaan. Sebagai pemimpin para hantu keduanya tidak tergesa-gesa. Mereka menikmati betul perjalanan antara ruang makan sampa ke perpustakan, melewati lorong-lorong istana yang sepi, tetapi dihiasi oleh bunyi ngorok para pelayan istana yang kelelahan.
Pada pagi hari, ketika istana itu penuh dengan kegiatan, termasuk kegiatan instrik, gosip, rumor dan kegiatan kasak kusuk, atau malahan skandal yang mempengaruhi jalannya pemerinahan dan negara, para hantu itu hanya bisa bersembunyi. Tetapi mereka dapat merekam semua kejadian itu, sejak ratusan tahun mereka diam di situ. Inilah agaknya yang menyebabkan para hantu seperti kelihatan lebih pintar dari manusia. Sebab mereka menyimpan berjuta-juta informasi yang mereka dapatkan selama ratusan atau ribuan tahun. Mereka sesungguhnya sangat tahu apa yang terjadi istana-istana itu. Seringkali mereka ketawa dan merasa lucu jika berita-berita yang disiarkan dan dimuat di koran, majalah atau ditayangkan di televisi sangat berbeda, bahkan bertentangan dengan apa yang sesungguhnya terjadi. Sayang belum pernah ada seorang wartawan pun yang mau dan berhasil mewawancarai para hantu istana untuk mendapatkan informasi, fakta, dan data yang akurat mengenai apa yang sesungguhnya terjadi di istana-istana itu.
Ibunda Yang Mulia dari Himalaya sendiri memang telah memperintahkan agar para hantu itu memperhatikan, memata-matai semua orang yang ada di istana. Kemudian secara rutin membuat laporan kepadanya. Dengan demikian tidak ada satu peristiwa pun yang luput dari pengamatannya. Sebab sebagai hantu yang memiliki perasaan, para penghuni istana itu sering jengkel juga menyaksikan para pejabat yang berugas dan hilir mudik di istana. Kebanyakan dari mereka hanya memikirkan diri sendiri. Kalau tingkah mereka makin keterlaluan, dan kejengkelan para hantu sudan sampai puncaknya, mereka pu bertindak. Kesabaran mereka habis. Para hantu kemudian mengadakan rapat di malam hari. Selama rapat itu mereka juga makan dan minum. Inilah yang menyebabkan di kalangan pelayan istana sering muncul kisah-kisah misteri bahwa mereka sering mendengar suara-suara ribut di ruang tengah, juga suara-suara seperti orang makan dan minum Tetapi ketika didekati, tidak kelihatan apa-apa.
Dalam rapat itu akan diputuskan apakah pejabat yang tingkahnya keterlaluan itu akan dibiarkan atau ditindak tegas. Jika terlalu banyak laporan bahwa perilaku pejabat itu memang sudah tidak dapat ditolerir maka Ibunda yang Mulia dari Himalaya akan memutuskan untuk menindaknya. Misalnya, pejabat itu sudah korup, keras kepala, mesum, pelit, suka omong kasar dan jorok dan sering menindas orang-orang di sekitarnya apalagi ditambah suka berlaku khianat terhadap bangsa sendiri. Ibunda yang Mulia dari Himalaya biasanya membentuk tim yang terdiri dar para hantu senior untuk memutuskan dan melaksanakan tindakan itu. Tindakan paling maksimum adalah membunuh pejabat itu, baik dengan cara membuatnya sakit, atau mendapat kecelakaan atau dibunuh orang lain.
Kemudian ada tindakan yang membuat pejabat itu menjadi tidak berdaya, kehilangan akalnya, lumpuh sebagian, impoten, atau sakit parah yang menyebabkan ia tidak lagi berfungsi sebagai pejabat. Ia akan dipensiunkan, atau dimakzulkan. Ada juga tindakan ringan, yaitu membuatnya meninggalkan istana. Caranya adalah dengan menteror pejabat dan keluarganya. Memang sering para pejabat itu melawan dengan mengerahkan dukun-dukun, tetapi para hantu itu ketawa-ketawa saja sebab kebanyakan para dukun itu tidak bisa apa-apa hanya bisa ngibul. Kalau toh ada orang pintar yang didatangkan maka akan ada hantu senior yang khusus menemuinya, dan secara terus terang blang bahwa pejabat itu memang harus pergi dari istana kerena perilakunya menjengkelkan dan merugikan. Jika dukun atau orang pintar itu melawan, maka hantu senior itu melayani pertarungan satu dua gebrakan sudah cukup. Jarang-jarang Ibunda yang Mulia dari Himalaya atau Bapa yang Mulia dari Hadramaut turun sendiri untuk bertindak. Cukup anak buahnya. Kecuali ketika memang ada pejabat tinggi yang memiliki bekal kesaktian cukup.
Tetapi kalau Ibunda sendiri yang turun tangan, dan menjelaskan duduk persoalannya, pejabat itu akan sadar mengalah dan memilih mengundurkan diri sebagai pejabat. Tapi kasus ini jarang terjadi. Yang banyak terjadi, sejak zaman Gubernur Jenderal dulu adalah para pejabat itu mati mendadak, lumpuh mendadak, atau minta dipindah tugasnya. Kemudian muncul pejabat baru. Kalau dia berperilaku baik akan awet karena disukai oleh para hantu, dan diam-diam para hantu itu akan ikut membantu jika ada pihak lain yang iri atau akan menganggunya. Tetapi begitu pejabat ini mulai menyeleweng dia ganti dihajar oleh para hantu itu sampai akhirnya lengser atau pindah tugas, atau sakit-sakitan sampai meninggal.
Tetapi suatu hari para hantu istana ini menghadapi masalah yang pelik. Sebab yang masuk ke istana adalah seorang pejabat yang baik, alim, pintar, lebih mementingkan orang lain, suka berderma dan menolong orang kecil, ramah terhadap para pelayan, ramah kepada semua tamu dan semua pejabat bawahannya yang datang. Pejabat ini juga suka menyamar kalau malam hari, ia akan masuk ke pelosok kampung, ke pasar-pasar untuk melihat dan menyaksikan sendiri keadaan rakyatnya. Ia tidak dapat ditipu oleh anak buahnya. Yang membuat para hantu itu gembira, termasuk Ibunda yang Mulia dan Himalaya dan Bapa yang Mulia dari Hadramaut adalah, pejabat tinggi ini sangat mencintai negerinya, dan berani menegur orang asing dan berkata menyinggung perasaan bangsanya. Ia berani menegur orang Eropa, orang Amerika, orang Singapura, Jepang, Cina dan siapa pun dari luar berani bersikap kurang ajar terhadap negerinya.
Hanya sayang, pemimpin ini sering terkesan sombong dan arogan. Ia suka menengadahkan wajahnya, tubuhnya tegak dan suaranya tegas. Mungkin ia terilhami oleh sikap dan sifar para pahlawan yang gagak berani empo duilu. Ia memang baik, tetapi kesombongannya itu membuat lawan-lawan politiknya berniat menjatuhkannya.
“Kita harus bagaimana?” tanya Ibunda yang Mulia dari Himalaya ketika memimpin rapat dengan suami dan para anak buahnya.
Para hantu senior mengemukana pendapatnya. Mereka ada yang berpendapat bahwa kesombongan itu sepertinya sudah menjadi bawaan pejabat itu. Jadi sulit diubah. Oleh karena itu selama ia tidak merugikan orang lain, dan selama ia tidak merugikan bangsanya maka ia lebih baik dibiarkan saja. Tetapi ada yang berpendapat bahwa pejabat iut harus ditegur atau ditindak. Sebab kesembongan dan arogansi tidak selayaknya hadir dalam diri seorang pemimpin. Hanya masalahnya, kalau ia ditindak siapa yang nanti akan muncul sebagai penggantinya? Rasa-rasanya sudah beratus-ratus tahun tidak ada pemimpin sebaik dia. Kalau dia ditindak dan gantinya lebih buruk lagi, kan malah merepotkan.
Ramai sekali rapat itu. Para pelayan istana ketakutan bersembunyi di kamarnya masing-masing. Mereka ketakutan mendengar para hantu itu berdebat keras, bahkan ada yang menggebrak meja segala. Ketika suasana mereda, Bapa yang Mulia dari Hadramaut berbicara.
“Saya kira ada baiknya kita berbicara dengan Beliau. Saya tahu, kita semua tidak puas. Tetapi siapa tahu juga Beliau pun tidak puas terhadap dirinya. Jadi sebaiknya kita tidak memusuhi. Tetapi berdialog, dan ngomong baik-baik,”
“Bagaimana? Setuju?” tanya Ibunda yang Mulia dari Himalaya.
“Setuju!” semua yang hadir menyatakan setuju.
“Lantas siapa yang akan mengajaknya berdialog?”
“Ibunda dan Bapa yang Mulia saja.Sebab pejabat kita ini juga memiliki kesaktian. Kalau malam rajin shalat di musholla. Dia juga rajin mengaji dan membaca kitab-kitab kuno.”
“Baiklah, kami akan menyampaikan apa yang kita putuskan malam ini.”
Para hantu bertepuk tangan, bersorak-sorak. Para pelayan makin ketakutan mendengar tepuk tangan dan sorak sorai itu.
Malam berikutnya, Ibunda Yang Mulia dari Himalaya dan Bapa yang Mulia dari Hadramaut menemui pejabat yang sudah selesai salat malam di musholla. Setelah memberi salam dua hantu itu memperkenalkan diri. Pejabat tinggi itu tidak terkejut. Ia mengangguk-anggukkan kepala.
“Apa maksud kedatangan Nenek dan Kakek di sini?” tanya pejabat itu.
“Nenek dan Kakek? Apakah kau cucu kami?” tanya Ibunda.terkejut.
“Ya. Salah satu kakek buyutku pernah menikah dengan bangsa kalian. Lalu lahir kakekku, lalu lahir ayahku, lalu lahir aku. Kalau tidak percaya ini tandaku,” pejabat itu membuka telapak tangannya.
Ada sebuah tanda kecil di telapak kanan pejabat itu yang hanya dapat dilihat oleh hantu yang memiliki kesaktian tinggi.
“Betul, kau termasuk keluarga besar kami. Kalau begitu kebetulan sekali.”
“Maksud Nenek dan Kakek?”
“Kami berdua mendapat amanat dari semua penghuni istana ini untuk menegurmu.”
“Lho, apa salah saya? Sepertinya kerja saya beres-beres saja.”
“Tetapi semua penghuni menemukan kalau kau selalu sombong.”
Lelaki itu terkejut. Ia mengucap istghfar lalu memejamkan mata.
“Sombong?” tanyanya.
“Ya. Kalau kau tidak mau mengubah, kami akan bertindak.”
Lelaki itu terdiam. Ia merenung. Lama sekali. Sampai sepasang pemimpin hantu itu tidak sabar.
“Bagaimana?”
“Baik, Tetapi ada syaratnya.”
“Apa syaratnya?”
“Saya akan mengubah perilaku saya. Tidak sombong, tidak mendongakkan kepala, tetapi saya minta selama saya menjadi pejabat tinggi dan berdiam di istana ini, tolong anakbuah Nenek dan Kakek tidak membuat keributan dan ramai-ramai di istana ini jika malam hari. Sebab para pelayan istana banyak yang mengeluh. Mereka ketakutan mendengar suara-suara aneh di berbagai tempat di istana ini. Kalau Nenek dan Kakek setuju, saya juga setuju mengubah perilaku saya.”
“Tetapi bagaimana mungkin para hantu dilarang ribut-ribut, dilarang menjadi pemecah sepi, karena itu memang pekerjaannya, dan menyatu dengan sifatnya?”
“Bagaimana mungkin Nek dan Kek, manusia dilarang untuk memiliki sedikit kelemahan, seperti agak sombong, padahal yang namanya manusia itu pasti tidak sempurna?”
Ibunda dan Bapa pemimpin hantu berfikir keras. Mereka mencoba membuka ingatannya. Selama ribuan tahun kerja para hantu memang membuat keributan, menjadi pemecah sepi, khususnya hantu-hantu yang berdiam dan bertugas di istana-istana. Tetapi berdasar pengalaman hidup selama ribuan tahun dua pemimpin hantu itu juga sadar bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Mereka sangat sulit untuk mengubah sifatnya, atau untuk menghilangkan kelemahannya. Dua hantu itu mengeluh dalam hati. Baru pertama kali sejak tiga ribu tahun hidup keduanya merasa gagal memecahkan masalah yang dihadapi. Keduanya tidak dapat memenuhi syarat yang diminta oleh pemimpin yang ternyata masih termasuk cucunya itu.