YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah—Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah melahirkan berbagai temuan ilmiah dalam semua bidang kehidupan. Utamanya kesehatan, penelitian mutakhir telah menemukan beberapa jenis pengobatan dan temuan yang tidak terduga. Beberapa di antaranya seperti pengobatan stem cell, cloning manusia, dan human genom.
Ditinjau dari berbagai aspek, proyek dan jenis pengobatan itu menimbulkan pro dan kontra, terutama aspek agama dan etika. Berangkat dari realitas itu, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mengadakan Seminar Sehari Stem Cell dalam Perspektif Sains, Fikih dan Etika Medis di Gedung Auditorium Skill Lab FKIK UMY, RS PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, Sabtu (24/9).
Anggota Majelis Tarjih, Ruslan Fariadi menyatakan bahwa Muhammadiyah memandang stem cell sebagai wilayah mu’amalah yang menganut prinsip al-ashlu fi al-mu’amalah al-ibahah, bahwa pada prinsipnya semua hal tentang mu’amalah adalah boleh, kecuali ada dalil yang melarangnya. Namun meskipun boleh, juga perlu melihat aspek maslahah, mudharat, dan etika. Termasuk juga mempertimbangkan sisi darurat atau tidak. Jika kondisi darurat, maka semua jenis pengobatan diperbolehkan.
Ketua Majelis Tarjih Diundang ke Kongres Internasional Penyatuan Kalender Hijriah
Wawan Gunawan Abdul Wahid dari Majelis Tarjih PP Muhammadiyah memaparkan bahwa stem cell atau sel punca (sel induk) merupakan sel yang belum mengalami diferensiasi dan mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk berkembang menjadi jenis sel yang berbeda di dalam tubuh. Stem cell berfungsi sebagai system perbaikan untuk mengganti sel-sel tubuh yang rusak.
Menurut Wawan, kajian tentang stem cell di Muhammadiyah sudah pernah dilakukan oleh A.F. Wibisono pada tahun 2008. Saat itu, A.F Wibisono memaparkan bahwa pengobatan dengan stem cell tidak diperkenankan karena bertentangan dengan titah agama dan akhlak mulia. Alasannya, stem cell secara maqashidi, telah menghilangkan jiwa atau calon individu baru.
“Islam menghargai ikhtiar pengobatan sebagai salah satu upaya untuk menjaga hidup manusia. Pengobatan yang dituntunkan Islam adalah pengobatan yang tidak bertentangan dengan titah agama dan akhlak mulia,” kata Wawan.
Badan Wakaf Uang Muhammadiayah Sumbar Berikan Layanan Kesehatan Gratis untuk Semua
Pengobatan dengan memanfaatkan stem cell dibenarkan melalui pemanfaatan tali pusat dan jaringan sel orang dewasa. “Kecuali ada temuan baru bahwa embrio cell itu tidak dirusak dan itu membutuhkan temuan atau ijtihad baru,” kata Wawan. Merusak cell berarti membunuh jiwa. Padahal al-Quran kata Wawan menyatakan bahwa membunuh satu jiwa yang tidak bersalah sama dengan membunuh semua manusia.
Wawan tidak menyangsikan bahwa dalam melihat stem cell bisa dikaji melalui tiga pendekatan; bayani, maqasidi dan burhani. Ketiga jenis pendekatan itu akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda pula.
Hal senada diungkapkan oleh Arifah Khusnuryani, yang mengkaji stem cell dari segi etika. Menurutnya, riset atau temuan tentang pemanfaatan stem cell tidak bisa dilepaskan dari aturan yang berlaku, protocol saintifik, maupun ethical guidelines. Sehingga masih dibutuhkan diskusi bersama dan berkelanjutan yang melibatkan semua bidang (Ribas).