SURAKARTA, Suara Muhammadiyah —Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2005-2015, Prof Din Syamsuddin mengingatkan, supaya Pilkada DKI Jakarta berlangsung lancar dan tertib maka dibutuhkan kearifan dari semua pihak yang terlibat.
Din menilai situasi Pilkada Jakarta 2017 sangat memprihatikan. Sebab pesta demokrasi rakyat Ibu Kota itu dinilai telah menampilkan sentimen suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang berbahaya bagi keutuhan bangsa dan mengancam nilai-nilai kebhinnekaan.
Ketegangan itu disimbolkan Din dengan bara api. “Sudah pada tingkat ekstrem, penuh pertentangan antara kelompok-kelompok masyarakat yang boleh jadi ada pada dua kubu besar di Pilkada. Saya simbolkan bara api, yang jika dibiarkan terus menyala akan tidak mudah untuk dipadamkan,” kata Din di Kampus Universias Muhammadiyah Surakarta (UMS) untuk menghadiri Dies Natalis ke-58 UMS dan peresmian Gedung Induk Siti Walidah, Sabtu (24/9).
Setelah penetapan tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, Din melihat ada potensi gejolak yang muncul di lapisan akar rumput. “Ringkasnya pola interaktif dialektif ini melibatkan sentimen SARA yang berbahaya. Apalagi menyangkut dua identitas, yaitu ketionghoaan dan keagamaan dalam hal ini Kristen,” kata Din
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini meminta para elite untuk menyadari hal ini sejak awal. Sehingga potensi konflik tidak membesar. Para elit harus arif dan bijak dalam mengambil sikap. “Demi keutuhan bangsa, harus ada sosok kenegarawanan, kearifan dari semua pihak,” paparnya.
Din juga berpesan agar masing-masing pasangan calon tidak saling menghujat dan menjatuhkan. Setiap paslon harus menjaga perkataan dan ucapannya. Begitu pula partai pengusung serta pemilik modal agar tidak memanas-manasi situasi.
“Jangan arogan, jangan merasa superior, absolut, jangan mengompori, hindari ketegangan verbal, sebab kalau muncul reaksi, saya khawatir Polri, TNI pun tak bisa mengatasi” ujarnya.
Din sempat menyinggung para tokoh nasional yang turun gunung di Pilkada DKI Jakarta. Menurutnya, hal ini tak bisa disalahkan. Din meminta para tokoh nasional dan tokoh agama, baik kalangan Islam maupun non Islam untuk tidak terseret kegaduhan dan konflik.
“Keadaan ini ngeri. Jalan keluarnya harus ada kekuatan penengah. Kekuatan penengah ini harus pada orang yang mempunyai kekuatan kekuasaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Tentu bukan satu orang,” ujar Din.
Terkait hal ini, Din akan bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan persoalan ini. “Termasuk juga presiden yang harus bisa menjadi penengah, jangan sampai terjadi perpecahan. Jangan sampai ada diktator mayoritas dan jangan sampai ada tirani minoritas,” kata Din (Ribas).