Oleh: Sudarnoto Abdul Hakim
Tidak bisa dipungkiri bahwa muncul dan berkembangnya pendidikan di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah sangat kuat kaitannya dengan tiga spirit yaitu Keberislaman (Tajdid dan Tanwir), Keumatan, dan Kebangsaan.
Spirit keberislaman artinya bahwa menyelenggarakan pendidikan dan lembaga pendidikan itu didasarkan kepada kesadaran untuk menanamkan keyakinan Islam/Tauhid yang murni dan otentik.
Islam yang menerangi dan memberikan arah jalan untuk membebaskan dari belenggu Takhayul, Bid’ah dan Khurofat dan belenggu kejumudan yang tidak menghargai akal.
Islam yang mendorong kemajuan dengan mengembangkan ilmu pengetahuan dan memperkuat watak dan karakter.
Spirit ini juga berarti bahwa pendididkan di lingkungan Muhammadiyah diarahkan agar masyarakat terbebas dari ideologi, pandangan dan gerakan kontemporer yang menyesatkan.
Spirit keumatan artinya bahwa pendidikan Muhammadiyah diarahkan untuk membela, melakukan advokasi terhadap problem-problem kemanusiaan, kesengsaraan dan sekaligus memberikan peralatan keilmuan dan leadership yang baik untuk memajukan umat sehingga benar benar menjadi umat pilihan yang kompetitif atau “khairu ummah.”
Spirit keumatan juga berarti memberikan jalan yang cerdas kepada umat agar mampu keluar dari belenggu kebodohan dan kemiskinan. Membangun dan merawat umat berari juga membebaskan mereka dari potensi konflik yang diakibatkan oleh adanya perbedaan-perbedaan masyarakat atas dasar ras, etnis, agama dan keyakinan serta pandangan mazhab. Perbedaan adalah sunnatullah yang harus dijaga agar tidak terjadi konflik dan disintegrasi.
Ketiga, spirit kebangsaan berarti bahwa pendidikan di lingkungan Muhammadiyah dimaksudkan untuk menegaskan soal nasionalisme di kalangan peserta didik. Bangsa yang telah diperjuangkan dalam waktu yang panjang agar terbebas dari dominasi kolonialisme adalah Darul Ahdi was Syahadah.
Indonesia didirikan berdasarkan loyalitas, dedikasi, pengorbanan dan komitmen serta perjanjian nasional yang menghasilkan sebuah negara yang merdeka dengan falsafah bangsa yang jelas yaitu Pancasila dan UUD 1945. Pemahaman seperti ini harus ditanamkan di lingkungan pendidikan Muhammadiyah bahwa umat Islam dan khususnya Muhammadiyah adalah elemen penting yang telah ikut mendirikan bangsa dan negara RI.
Tugas berikutnya adalah merawat bangsa dengan cara-cara yang smart dan bermartabat agar menjadi Indonesia yang berkemajuan; bangsa yang terbebas dari berbagai bentuk rongrongan yang dengan sengaja dilakukan oleh banyak pihak.
Diantara rongrongan itu ialah; (1) bersifat ideologis yang berusaha menggantikan ideologi bangsa yaitu Pancasila dengan ideologi-ideologi lain yang berbasis agama yaitu Negara Islam. Termasuk rongrongan ideologis yaitu penebaran pandangan yang memang tidak bersesuaian dengan falsafah dan kebudayaan Indonesia antara lain Materialisme, hedonisme,sekukarisme, agnostisme, liberalisme, permisivisme.
(2) extra ordinary crime seperti korupsi, terorisme, narkoba serta berbagaj bentuk kejahatan serta pelanggaran susila lainnya termasuk LGBTI.
(3) gangguan dan ancaman terhadap keamanan, ketenteraman, harmoni dan persatuan. Termasuk rongrongan bidang ini ialah gerakan-gerakan separatisme dan bahkan pencuri, perampok, pencoleng, preman yang memang nyata mangganggu ketentraman dan keamanan sosial.
Arus kekuatan kebudayaan asing yang menggerus kebudayaan bangsa sendiri. Penggerusan kebudayaan ini bisa disaksikan di banyak sektor antara lain kesenian, life style, kulinari, pendidikan dan falsafah, bahasa, fashion, pergaulan, tradisi dan sebagainya.
Jadi tugas pendidikan Muhammadiyah tidaklah seperti pendidikan konvensional lainnya. Ia tidak sekedar memberikan perhatian kepada transfer of knowledge dan urusan-urusan administrasi pendidikan. Tapi jauh lebih kompleks dan menjangkau ke depan.
Ia tidak sekedar pendidikan yang dimaksudkan sebagai pelaksana teknis administrasi pendidikan, akan tetapi sebuah lembaga pendidikan yang mengemban misi besar yaitu kebangsaan. Sebagai pendidikan kebangsaan, maka lembaga-lembaga pendidikan di lingkungan Muhammadiyah harus selalu berbenah diri sehingga memiliki kemampuan melahirkan kader-kader bangsa yang tangguh, kompetitif dan bermartabat tinggi. Tak mudah memang.
Sudarnoto Abdul Hakim, Wakil Ketua Majelis Dikti PP Muhammadiyah