JAKARTA, Suara Muhammadiyah—Infiltrasi paham radikal melalui buku-buku pelajaran membuat banyak praktisi gerah. Penemuan beberapa konten radikal dalam buku teks pelajaran sekolah telah beberapa kali ditemukan di berbagai tempat. Pihak kementerian terkait (Kemendikbud dan Kemenag) dianggap belum melakukan tindakan preventif secara maksimal.
Prof Azra juga menyayangkan adanya kesalahpahaman terhadap terminologi radikal. Ada yang hanya melihat teks Arab lalu radikal, atau hanya karena ormas tertentu lalu radikal. Padahal, kata Azra, radikal tidak terkait dengan itu semua tetapi lebih kompleks lagi. Sebagai solusi, Azra mengusulkan ada lembaga pengesahan buku pelajaran yang ditangani oleh ahli yang paham, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pengertian radikal itu sendiri.
“Maka saya mengusulkan adanya lajnah pentashih buku teks itu. Seperti pada Kemenag yang memiliki lajnah pentashih Al Quran. Jadi ada pembaca yang ahli,” kata Prof Azyumardi Azra dalam seminar bertajuk ‘Paham Eksklusif dan Radikalisme di Sekolah: Meninjau Ulang Kebijakan Negara dan Politik Pendidikan Islam’ di Auditorium Utama FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan, Kamis (29/9).
Guru Besar Sejarah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menyatakan bahwa tidak mungkin ada kebijakan atau langkah sistematis dari pemerintah untuk menanamkan proses radikalisasi di sekolah. “Karena birokrasi kita itu mengalami kekacauan. Kekacauan ini yang memicu tidak berjalannya proses-proses yang menjamin pendidikan itu berdasarkan Pancasila dan sebagainya,” ujarnya.
Menurutnya, penemuan poin paham radikal dalam buku teks pelajaran siswa disebabkan karena adanya disorientasi di Kemendikbud. Terutama di Pusat Kurikulum Perbukuan (Puskurbuk). Banyak hasil rekrutan yang bukan bidangnya.
“Saya yakin tidak ada kebijakan sitematis pemerintah wabil khusus Kemendikbud dan Kemenag untuk terjadinya proses radiakalisasi di sekolah, hal itu disebabkan oleh miss orientasi, negara kita kehilangan arah apalagi dengan jabatan sistem lelang (eselon 1 dan eselon 2) yang mana bukan seorang birokrasi dan bukan faksnya sehingga akan menjadi kacau,” papar anggota konsultan Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah itu.
Dalam birokrasi ini, duga Azyumardi, juga berhadapan dengan pihak tertentu yang melakukan infiltrasi. Menurutnya infiltrasi itu dilakukan secara sistematis oleh orang-orang tertentu yang memiliki paham agama kaku. “Ini yang saya kira terjadi dan kita tidak banyak menyadari. Selama ini infiltrasi terjadi di masjid, lembaga sosial, dan rumah sakit,” kata mantan rektor UIN Jakarta (Ribas).