JAKARTA, Suara Muhammadiyah—Menyikapi adanya penetrasi paham radikal melalui buku teks pelajaran sekolah serta fenomena oknum guru yang menjadikan buku pelajaran sebagai lahan bisnis, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan segera menata ulang seluruh system perbukuan.
Terkait dengan paham radikal, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengklaim telah menarik semua buku pelajaran sekolah yang berbau paham radikalisme dan menyimpang dari peredaran.
“Saya konfirmasi kepada Dirjen Dikdasmen, katanya sudah ditarik total dan sudah ada penggantinya. Buku ditarik, yang kontroversial diluruskan,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy usai seminar bertajuk “Paham Eksklusif dan Radikalisme di Sekolah: Meninjau Ulang Kebijakan Negara dan Politik Pendidikan Islam” di Auditorium Utama FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan, Kamis (29/9).
Tidak hanya menarik buku yang berisi ajaran radikal itu dari peredaran, Kemendikbud juga telah berupaya mengganti buku tersebut. Muhadjir menyebut bahwa mulai saat ini penulisan buku pelajaran dikerjakan oleh tim berlapis. Selain oleh tim penulis, buku pelajaran juga disusun oleh tim editor dan tim penentu akhir untuk memastikan isinya tidak kontroversial.
Dalam rangka mengevaluasi dan pengesahan itu, Mendikbud juga melibatkan pihak yang berkompeten dari ormas Islam yang mengusung islam rahmatan lil alamin. “Termasuk melibatkan dari Muhammadiyah, NU, dan ormas lain,” ujar Prof Muhadjir.
Terkait dengan adanya oknum guru yang bekerjasama dengan penerbit tertentu untuk membisniskan buku, Muhadjir Effendy berjanji akan segera menata kembali sistemnya sehingga lebih menguntungkan konsumen serta tidak lagi ada oknum yang mengais keuntungan dari penjualan buku pelajaran. “Perbukuan akan kita tata agar lebih menguntungkan dan tidak memberatkan orang tua siswa,” ujarnya.
Salah satu tawaran kemendikbud adalah meng-online-kan buku teks pelajaran. Sehingga semua orang bisa mengaksesnya. Harga buku yang sebenarnya hanya berkisar Rp 30 ribu. Muhadjir meminta siapapun untuk tidak ada lagi sekolah atau oknum guru yang mencari keuntungan dari buku teks pelajaran. “Tapi ada saja sekolah yang bekerjasama dengan penerbit tertentu. Sekolah meminta siswa beli buku. Dari yang semula Rp 30 ribu jadi Rp 120 ribu,” papar Muhadjir (Ribas).