Oleh: Dahnil Anzar Simanjuntak
Drs Lukman Harun, Muhammad Suwardi dan Letnan Kolonel HS Projokusumo, adalah tiga dari banyak nama penting, pendirian Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (KOKAM), pada tanggal 1 Oktober 1965.
Bagi saya, setidaknya ada dua peristiwa penting, yang menggambarkan watak dan fungsi KOKAM sebagai bagian penting Persyarikatan Muhammadiyah. Pertama, Konferensi Islam Asia-Afrika (KIAA). Kedua, Gestapu, atau Gerakan Sepuluh September 1965.
Pertama, peristiwa Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) Konferensi pendahuluan dilaksanakan pada tanggal 6 – 22 Juni 1964 di Jakarta, sedang Main Conference (Konferensi utamanya) diselenggarakan di Bandung dari tanggal 6 – 14 Maret 1965. Konferensi ini dilaksanakan bersamaan dengan semakin intensifnya kelompok Partai Komunis Indonesia mendorong “suasana revolusioner”, berbagai aktivitas kelompok komunis yang melibatkan gerakan komunis internasional diinisiasi di Indonesia, ditambah berbagai aksi kelompok-kelompok front pemuda yang berafiliasi kepada partai komunis, yang marak melakukan gerakan jelang peristiwa Gestapu, sehingga tokoh Islam baik yang berasal dari Muhammadiyah, NU, Perti, Al Wasliyah menginisiasi pertemuan Konferensi Islam Asia-Afrika tersebut, tokoh-tokoh muda seperti, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, yakni Lukman Harun yang menjabat sebagai “Pratical Working Committee” dan Letnan Kolonel HS Projokusumo yang bertugas sebagai bagian penggalangan massa berperan aktif menyukseskan agenda KIAA tersebut.
Konferensi Islam Asia Afrika menjadi embrio munculnya, kelompok massa Islam khusus yang menjadi kekuatan kesiapsiagaan terhadap ancaman ideologis kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sekaligus membangun solidaritas internasional dunia Islam (ukhuwah Islamiyah). Meskipun, Kokam pada saat KIAA belum resmi dibentuk, namun pendirian Kokam tidak bisa lepas dari semangat merawat solidaritas umat Islam dunia, ruhul jihad yang dibangun saat itu adalah ukhuwah Islamiyah untuk membebaskan negara-negara Asia-Afrika yang mayoritas negara berpenduduk Islam, bisa bebas dari kolonialisme.
Kedua, peristiwa pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI), yang dikenal dengan istilah G 30S PKI yang menyebabkan gugurnya 7 orang perwira Angkatan Darat, yang kemudian kita kenal sebagai pahlawan revolusi. Salah satu Jenderal yang lolos dari upaya pembunuhan pasukan Cakrabirawa yang dipimpin Letnan Untung adalah Jenderal Abdul Haris Nasution, pada tanggal 30 September 1965 pukul 21.30 WIB, Jenderal AH Nasution masih memberikan ceramah di pelatihan kader Pemuda Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jalan Limau, Jakarta Selatan. Salah satu isi ceramah Jenderal AH Nasution adalah menolak dengan keras usulan PKI kepada Bung Karno untuk membentuk pasukan bersenjata yang disebut sebagai angkatan ke-5, yang terdiri dari petani dan buruh yang dipersenjatai.
Berangkat dari pelatihan kader di Universitas Muhammadiyah Jakarta inilah Kokam mulai diinisiasi oleh Drs Lukman Harun pada tanggal 1 oktober 1965, yang meminta Letnan Kolonel HS Projokusumo memimpin langsung pembentukan Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (KOKAM), pembentukan dilatarbelakangi oleh tersebarnya berita pemberontakan yang dipimpin PKI yang telah membunuh 7 perwira angkatan darat, maka langsung Drs Lukman Harun memberikan mandat kepada Letnan Kolonel HS Projokusumo untuk membentuk pasukan khusus dari Muhammadiyah yang bisa bersiapsiaga terhadap berbagai kemungkinan gangguan terhadap Negara Kesatauan Republik Indonesia (NKRI).
Pada saat itu, permintaan untuk menjadi pasukan siapsiaga ditujukan kepada seluruh warga Muhammadiyah baik muda maupun tua, sebagai panggilan jihad untuk membela keutuhan dan ideologi negara dari Partai Komunis Indonesia yang membenci kelompok Islam, dalam waktu singkat Kokam terbentuk diseluruh Indonesia.
Berangkat dari dua peristiwa penting yang menjadi raison d’etre berdirinya Kokam, setidaknya, ada 2 ruh utama, yang harus dirawat oleh Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (KOKAM), yakni. hubbul wathon minal iman” dan “ Ukhuwah Islamiyah”.
Bagi Pemuda Muhammadiyah, khususnya Kokam, kecintaan terhadap Islam juga bermakna kecintaan terhadap Indonesia, merawat Indonesia bermakna merawat Islam. Ukhuwah Islamiyah bermakna, bahwa Kokam siap berdiri digarda yang paling depan membela dan menjaga kehormatan Umat Islam melalui Muhammadiyah.Semangat ini yang harus terus dirawat oleh semua kader Kokam.
Zaman terus berkembang, tentu Kokam juga harus beradaptasi dengan perubahan jaman tersebut, tidak cukup pemaknaan Ukhuwah Islamiyah saja untuk memajukan dan menggembirakan dakwah, tetapi harus pula merawat sikap dan watak menjaga ukhuwah basyariah, maka gerakan-gerakan kemanusian saat ini mulai menjadi garda terdepan dalam gerakan pelayanan Kokam Pemuda Muhammadiyah. Kokam direvitalisasi menjadi pasukan kesiapsiagaan terhadap permasalahan-permasalahan sosial kemasyarakatan dan bencana alam, Kokam tidak boleh menjadi segerombolan orang yang mengedepankan kekerasan tetapi Kokam tampil dengan watak melindungi dan menggembirakan kelompok mustadhafin.
Komunisme telah banyak gagal dan sulit tumbuh di dunia saat ini, maka tantangan terbesar Kokam jelang 51 tahun adalah menampilkan Kokam sebagai kader Muhammadiyah yang mampu bersiapsiaga menghadapi ancaman-ancaman dekadensi akhlak anak bangsa, tampil sebagai kelompok yang mampu memberikan solusi bagi permasalahan sosial, namun tentu tidak berkompromi dengan kemungkaran, karena kesejatian Kokam adalah melawan kemungkaran. Kasus Siyono setidaknya menggambarkan penting dan strategisnya peran Kokam sebagai garda terdepan dakwah Islam melalui Muhammadiyah, itu pulalah yang menjadi alasan saya mendorong Wajib Kokam untuk seluruh kader Pemuda Muhammadiyah di Indonesia. Bila beberapa negara punya program wajib militer, maka Muhammadiyah punya program wajib Kokam. Selamat Milad ke 51 Kokam Pemuda Muhammadiyah.•
—–
Dahnil Anzar Simanjuntak, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah