Suara Muhammadiyah,- Sepanjang tahun 2016 ini, masyarakat Indonesia digegerkan dengan berbagai pemberitaan terkait kekerasan seksual pada anak-anak. Berita terbaru adalah terbongkarnya jaringan prostitusi di Bogor pada 30 Agustus 2016. Prostitusi ini berbeda dengan prostitusi pada umumnya dimana penggunanya adalah para gay dan pedofil, korban dari prostitusi ini adalah anak laki-laki di bawah umur. Pada saat penangkapan ditemukan enam anak dan satu remaja menjadi korban mucikari. Semuanya laki-laki dan berasal dari keluarga miskin.
Berdasarkan faktor kemiskinan itu dimanfaatkan tersangka AR untuk merekrut dan menjual anak kepada gay atau pedofilia. Trafficking anak laki-laki kepada pelanggan gay adalah kasus baru di Indonesia. Kasus tersebut terungkap setelah tim Bareskrim melakukan undercover buying pada AR. Enam anak dan seorang remaja 18 tahun tertangkap. AR mengiming-imingi para korban dengan uang banyak bila mereka mau melayani gay atau pedofil.
Pada awal pemeriksaan diketahui AR tidak hanya menyediakan tujuh anak. Dia memiliki jaringan dan ada 99 anak yang bergabung. Namun setelah ditelusuri lebih lanjut terdapat total ada 163 anak rata-rata berumur 14-15 tahun yang tergabung prostitusi dan tersebar di kota-kota besar seperti Bogor, Bandung, Surabaya dan Jakarta. Selain menjadi korban mereka juga menjadi saksi dimana mereka akan mendapatkan treatment dari Kementerian Sosial (Kemensos) dan akan dikirim ke Safe House Kemensos.
Rupanya AR juga memasang iklan di media sosial, para korban sendiri memiliki peran masing-masing. Anak-anak ada yang berperan sebagai perempuan, tetap menjadi laki-laki dan ada yang memerankan keduanya. AR tidak bekerja sendirian dalam bidang ini, apabila ada pesanan dan dia tidak bisa menyediakan anaknya, maka AR akan menghubungi mucikari lain. Mucikari lainnya adalah U dan E seorang pedagang sayur di pasar Cipayung. Dimana AR berperan untuk menjajakan korban melalui akun facebook kepada kaum gay.
Sedangkan U sebagai mucikari dan E sebagai perekrut anak sekaligus membuat rekening untuk menampung uang hasil transaksi AR, selain membantu AR, E juga merupakan pelanggan tetap AR. Bareskrim meyakini masih ada mucikari dan pengguna yang berhasil lolos. Hal ini ditakutkan akan ada kasus prostitisi lain yang belum terungkap dilihat dari latar belakang AR yang sebelumnya adalah tersangka kasus TPPO (Tindak Pidana Perdaganagn Orang) terhadap korban perempuan.
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyatakan bahwa fenomena ini harus diputus dengan kerja sama lintas sektor. Keluarga dan para guru juga perlu mendapatkan pengetahuan bagaimana menghadapi anak yang menjadi korban kejahatan seksual. Sebab, bila memori atas kejahatan seksual itu muncul kembali akan berdampak pada korban, maka menjaga pertumbuhan serta lingkungan sekitar sangatlah penting. Dan jangan sampai mereka yang awalnya menjadi korban, mereka berubah menjadi pelaku.
Dengan terbongkarnya kasus ini diharapkan para orang tua untuk lebih memperhatikan anak-anaknya. Jadi selama 24 jam anak tidak boleh lepas dari pengawasan orang dewasa. Jangan sampai anak-anak terjerat oleh jaringan prostitusi, para pendidik juga perlu memberi perhatian lebih pada anak didiknya di sekolah. Pendidikan agama dan karakter harus lebih ditingkatkan lagi, karena sangat dibutuhkan anak-anak sebagai benteng agar tidak terjebak jaringan tersebut. Pemerintah juga tidak boleh lelah untuk melindungi anak-anak Indonesia dari kejahatan apapun (Lina).