YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah—Persyarikatan Muhammadiyah sangat menyadari bahwa isu deforestrasi dan degradasi lahan merupakan persoalan krusial bangsa Indonesia yang mesti dituntaskan secara bersama dan berkelanjutan.
Menyadari hal itu, Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah bekerjasama dengan Millenium Challenge Account-Indonesia (MCAI) dan Yayasan KEHATI, secara resmi mendeklarasikan gerakan Penuntasan Kemiskinan Melalui Restorasi Hutan, di Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah Jalan Chik Ditiro, Rabu (5/10).
Program pendampingan MPM ini dilatarbelakangi oleh semakin cepatnya deforestrasi dan degradasi hutan Berau, Kalimantan. Di antaranya disebabkan oleh penebangan legal dan illegal, konversi hutan alam menjadi hutan tanaman, perladangan berpindah, konversi hutan alam menjadi kebun kelapa sawit, tambang serta konversi mangrove untuk tambak udang.
Sebagai pilot project, program yang akan melibatkan penduduk local itu difokuskan di tiga desa, yang meliputi dua kecamatan Kalimantan Timur, yakni Desa Batu Rajang dan Sidung Indah di Kecamatan Segah, serta Desa Long Keluh, Kecamatan Kelay. Pilot project ini berada di pelosok Kalimantan yang masyarakatnya masih bergantung pada alam.
Ketua project Restorasi Muttaqin mengatakan, kegiatan ini dilakukan untuk memecahkan pemasalahan lingkungan dan ekonomi masyarakat yang hidup berdampingan dengan hutan.
“Di Berau kami nilai lahan tutupan hutan masih cukup baik terutama di Desa Batu Rajang Kecamatan Segah dan Desa Long Keluh Kecamatan Kelay, namun ada masalah di mana luasan hutan berkurang setiap tahunnya karena pembukaan lahan. Kami ingin masuk dan mendampingi masyarakat mengelola potensi lokal agar tak lagi membuka hutan yang dampaknya sangat besar terutama untuk kelangsungan hidup manusia,” paparnya.
Tim ahli hutan PP Muhammadiyah, M. Ali Imron, menyatakan ada dua hal penting yang perlu ditekankan saat melakukan restorasi, yakni pengembalian struktur dan fungsi hutan. Pengembalian struktur dilakukan melalui kegiatan penanaman. Sementara pengembalian fungsi dilakukan guna menjadikan hutan tetap bisa memberi fungsi ekonomi.
“Ada hutan tapi tak ada fungsi, itu konyol. Karena luas daratan di Kalimantan lebih banyak. Penekanan yang perlu dilakukan adalah pada fungsi ekonomi masyarakat,” kata Ali. Potensi Muhammadiyah yang memiliki persebaran kadewr di seluruh Indonesia diyakini Ali bisa memberi dampak besar dalam program restorasi ini.
Menurut Ketua MPM, M. Nurul Yamin menyatakan bahwa MPM melakukan sinergi dengan penduduk setempat dan beberapa LSM. MPM mengadakan pelatihan kepada masyarakat serta pendampingan secara berkelanjutan. Para penduduk tidak hanya sekedar dapat bibit, tetapi juga dilakukan pembinaan berkelanjutan hingga pada memasarkan hasil hutannya, yang dapat memberi dampak ekonomis dan tidak merusak lingkungan.
Sementara itu, konsultan ahli MPM Gunawan Budiyanto menyatakan bahwa program ini memiliki dampak besar untuk meningkatkan daya adaptasi masyarakat terhadap perubahan iklim. Menurutnya, kerusakan lingkungan tidak hanya dipengaruhi oleh factor teknis semisal perubahan iklim dan mencairnya es di kutub, namun juga karena pengrusakan lingkungan, termasuk lingkungan social dan ekonomi (Ribas).