Oleh: Setyadi Rahman
Jamaah sidang Jum’ah yang dimulyakan Allah.
Betapa sibuknya bumi dengan aktivitas manusia di segala bidang kehidupan yang demikian padat dan beragam. Akan terlihat aktivitas damai manusia dalam situasi normal, tetapi sebaliknya, juga akan tampak beragam konflik antarsesama umat manusia dalam wujud aksi tawuran dalam skala kecil maupun peperangan dalam skala besar.
Itu semua adalah aktivitas lahiriah yang dapat dilihat dengan mata kepala kita masing-masing. Masalahnya adalah apakah kita dapat menyaksikan aktivitas batiniah manusia. Jawabannya jelas dan tegas, yaitu: Tidak! Di sinilah pangkal tertipunya manusia oleh manusia lainnya.
Terhadap amal perbuatan orang-orang kafir di dunia, secara tegas Allah SwT menyatakan sebagai suatu hal yang sia-sia belaka sekalipun perbuatan itu mereka klaim sebagai perbuatan baik. Allah SwT berfirman dalam Qs Al-Kahfi: 103-105 yang artinya sebagai berikut.
“Katakanlah: ‘Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?’ (*) Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. (*) Mereka itu orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kafir terhadap) perjumpaan dengan Dia. Maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.” (*)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Ayat di atas menegaskan betapa ruginya menjadi orang kafir karena seluruh amal perbuatannya, termasuk yang baik-baik, ditolak oleh Allah SwT. Meskipun demikian, sebagai seorang muslim, kita tidak boleh over estimate dan memastikan bahwa amal perbuatan kita secara otomatis akan diterima Allah SwT tanpa kecuali.
Dalam sebuah Hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bercerita tentang tragedi yang menimpa tiga orang muslim yang amal perbuatan mereka ditolak oleh Allah SwT pada hari kiamat, padahal dalam pandangan manusia, mereka adalah pahlawan, ilmuwan, dan dermawan.