Haedar Nashir: Pilkada Harus Berkeadaban dan Utamakan Kepentingan Bangsa

Haedar Nashir: Pilkada Harus Berkeadaban dan Utamakan Kepentingan Bangsa

JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Desas-desus pilkada semakin ramai saja. SARA kerap dibawa-bawa untuk menyerang lawan-lawan politiknya. Fenomena politik tidak sehat ini ikut menjadi keprihatinan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. Khususnya di pilkada DKI Jakarta, Muhammadiyah sebagai gerakan moral mengajak semua yang terlibat untuk lebih mengutamakan kepentingan bangsa.

Haedar mengajak masyarakat untuk tidak terlalu larut dalam politisasi suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) yang biasa digembar-gemborkan saat pesta demokrasi berlangsung. Hal itu hanya akan menciderai nilai-nilai demokrasi. Sebaliknya, pilkada harus mengedepankan nilai-nilai berkeadaban dan moralitas.

“Moralitas pilkada di manapun harus demokratis, berkeadaban, mementingkan kepentingan bangsa bukan untuk golongan pribadi dan atau partai,” kata Haedar di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Kamis (6/10).

Menurutnya, isu SARA kerap mengemuka saat ajang kontestasi politik berlangsung. Terkait hal ini, Haedar mengharapkan masyarakat bisa cerdas dan bijak menyikapi isu SARA dalam dimensi politik atau nonpolitik. “Isu SARA bisa terjadi di mana saja, kapan saja, oleh siapa saja, tapi harus dibedakan antara dimensi politik dan dimensi nonpolitik,” ujarnya.

Haedar mengatakan bahwa politisasi SARA tidak dibenarkan. Kendari begitu, adanya kenyataan persoalan SARA dalam dimensi kultural terjadi di tengah masyarakat. Tak hanya itu, kerap ditemui adanya dominasi mayoritas atau tirani minoritas. Dalam kasus tertentu, terdapat problem SARA yang berwujud  mayoritas menekan minoritas atau golongan minoritas yang menguasai mayoritas.

Adanya hegemoni pihak tertentu dalam perpolitikan dianggap sangat tidak baik untuk dipraktekkan di negara demokrasi. “Tidak boleh kelompok kecil menguasai kelompok besar, sebaliknya juga seperti itu. Persoalan itu sangat tidak sehat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujar Haedar.

Haedar juga mengingatkan, dimensi kultural terkait SARA harusnya menuju pada integrasi nasional dan persatuan bangsa. Lebih dari itu, arena politik harus memberi keadilan sehingga tidak terjadi persoalan benturan dominasi atau tirani (Ribas).

 

Exit mobile version