YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah—Jika bercermin pada fakta sejarah dan melihat fenomena global, pada dasarnya tidak ada Negara yang kaya dan atau pun Negara miskin. Namun, yang ada justru adalah Negara yang diurus dan dikelola dengan baik dan atau Negara yang dikelola dengan tidak serius oleh para elitnya.
Hal itu dikatakan ketua PP Pemuda Muhammadiyah dalam acara wisuda santri angkatan pertama Madrasah Anti Korupsi (MAK)kelas Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PW PM) Daerah Istimewa Yogyakarta, di Wisma Sargede UAD, Sabtu (8/10).
Pernyataan Dahnil itu dikuatkan dengan buku “Why Nation Fail” yang menggambarkan kehidupan sebuah daerah yang secara demografis dan geografis terbagi dalam territorial Negara Meksiko dan Amerika Serikat. Hasilnya, satu daerah yang sama namun dikelola oleh Negara berbeda dengan system berbeda memiliki hasil dan dampak yang bertolakbelakang.
Perilaku para elit bangsa ini dinilai Dahnil sebagai sumber segala kekacauan dan kemiskinan suatu negara. “Kita itu memiliki sumber daya alam yang kaya, namun tetap belum maju. Ini karena tidak hadirnya budaya orang-orang yang mau mengurus Negara dengan baik,” kata Dahnil.
“Korupsi itu merupakan masalah peradaban. Bukan hanya terkait urusan politik dan kekuasaan. Harga sapi mahal karena persoalan korupsi, karena pengaturan kuota impor. Harga beras mahal juga karena korupsi. Jalan rusak juga karena persoalan korupsi. Sekolah roboh juga karena anggaran pendidikan dikorupsi,” ujar Dahnil Anzar.
Perilaku para penguasa yang korup itu dikatakan Dahnil sebagai perilaku perselingkuhan bandit politik. Mereka menggunakan anggaran public untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Bahkan akibat dari perilaku korupsi ini juga merampas hak masa depan anak-anak muda. Hal itu dikarenakan Negara harus menambah konsumsi anggaran hari ini dan mengurangi anggaran untuk generasi masa depan. Itu dilakukan dengan jalan hutang. Hutang itu, kata Dahnil menambah konsumsi hari ini dan mengurangi konsumsi masa depan.
Sementara itu, aktivis Indonesia Corruption Wacth (ICW) Abdullah Dahlan yang menjadi pemateri kedua dalam acara itu, menyatakan bahwa perilaku korupsi bisa dilakukan karena seseorang terjebak pada lingkaran setan korupsi politik, anggaran hingga korupsi kebijakan. Oleh karena itu, kata Dahlan, korupsi dilakukan karena ada niat dan kesempatan (Ribas).