YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah– Di Malaysia dan Singapura, buku-buku berbahasa Inggris lebih laku dibanding buku-buku berbahasa Melayu. Meskipun buku-buku berbahasa Melayu tetap laku, tetapi daya jual buku-buku berbahasa Inggris lebih kuat. Buku-buku Islam jika diterbitkan dalam bahasa Melayu mendapat pengawasan yang ketat dari pemerintah setempat. Tetapi lain ceritanya jika buku-buku Islam diterbitkan dalam bahasa Inggris. Oleh karena itu, Gerak Budaya Entreprise, salah satu distributor buku-buku di Malaysia, tertarik dengan buku-buku terbitan Suara Muhammadiyah untuk dipasarkan di Malaysia dan Singapura.
Chong Ton Sin, owner Gerak Budaya Entreprise Sdn. Bhd. menjajaki kerjasama yang lebih luas dengan Suara Muhammadiyah dimulai dengan pemasaran buku-buku yang kemudian akan dilanjutkan dengan kerjasama penerjemahan, penerbitan, distribusi, dan pembukaan toko buku di Yogyakarta.
Di Malaysia dan Singapura, kata Chong, buku-buku berbahasa Melayu agak kurang laku. Sekalipun banyak orang Melayu di Malaysia dan Singapura, tetapi ketika membaca buku-buku berbahasa Melayu justru mereka merasa bingung. Berbeda dengan buku-buku berbahasa Inggris, orang-orang Melayu lebih terbiasa dengan bahasa asing. Apalagi, untuk buku-buku Islam berbahasa Melayu, kebijakan pemerintah setempat amat ketat.
Berbeda dengan buku-buku berbahasa Inggris masih punya pasar yang cukup bagus. Buku-buku akademik, sastra, politik, sosial, budaya, asal dikemas dalam bahasa Inggris mudah dipasarkan di Malaysia dan Singapura. Begitu juga buku-buku Islam, asalkan diterbitkan dalam bahasa Inggris, pemerintah setempat agak longgar menyikapinya. Oleh karena itu, kata Chong, alangkah baiknya jika buku-buku yang diterbitkan oleh Suara Muhammadiyah dan akan dipasarkan di Malaysia dan Singapura menggunakan bahasa Inggris.
Di Malaysia, kata Chong, toko-toko buku yang termasuk merajai pasar seperti Toko MPH, Berjaya Book Shop, Popular Book Shop, Time Book Shoop, dan Kinokuniya. Hampir seluruh toko buku di Malaysia menyediakan buku-buku dari luar, hanya dalam jumlah yang terbatas untuk buku-buku berbahasa Melayu. Toko buku Kinokuniya, misalnya, menyediakan buku-buku dalam bahasa Indonesia, Inggris, China, Melayu, Jepang.
Suara Muhammadiyah tertarik untuk menjalin kerjasama dengan Gerak Budaya Entreprise karena perusahaan penerbitan, percetakan, dan distribusi ini tergolong kritis dan inklusif. Perusahaan milik Chong ini terkenal kritis terhadap pemerintah dan cenderung membela kaum lemah. Dikenal inklusif karena Gerak Budaya sekalipun milik orang non muslim tetapi memiliki spirit pembelaan terhadap kaum muslimin yang lemah. Bahkan Gerak Budaya punya jargon pemberdayaan masyarakat yang patut diapresiasi bersama.
“Kami punya semboyan, rakyat dahulu, untung kemudian”, kata Chong Ton Sin, owner Gerak Budaya Entreprise Sdn. Bhd. Maksudnya, sekalipun bisnis jual-beli berdasarkan rumus untung-rugi, tetapi kepentingan masyarakat lebih diutamakan. Artinya, masyarakat harus mendapat akses untuk memperoleh pengetahuan dari buku-buku yang diterbitkan oleh Gerak Budaya tanpa harus terbebani oleh harga buku-buku yang mahal. Atas dasar inilah, Gerak Budaya sering menjual buku-buku dengan harga murah sekalipun sering mengalami kerugian (Arf).