BALI, Suara Muhammadiyah–World Culture Forum (WCF) 2016 resmi ditutup, pada Jumat (14/10) dengan menghasilkan ‘Deklarasi Bali’. Mengusung tema Culture for an Inclusive Sustainable Planet, WCF 2016 membahas isu pembangunan yang seharusnya disertai dengan kearifan local dan seirama dengan kebudayaan.
WCF yang diselenggarakan pada 10-14 Oktober 2016 itu menampilkan beragam kemeriahan dan harmonisasi budaya antar negara. Selain agenda simposium, acara yang dihadiri oleh 1.500 peserta dari berbagai negara itu juga mengagendakan serangkaian pertunjukan kolaborasi budaya hingga karnaval budaya.
Dalam kegiatan simposium, panitia menghadirkan para pakar, aktivis kebudayaan dan tokoh yang dianggap telah berkonstribusi bagi pembangunan dan pelestarian kebudayaan. Di antaranya Ketua Majelis Pertimbangan MUI Din Syamsuddin, mantan Presiden RI Megawati Soekarno Putri, Mendikbud Muhadjir Effendy, Dirjen kebudayaan Hilmar Farid, Heddy Sri Ahimsa Putra, Lanying Zhang, Melani Budianta, Shadia Marhaban, Ridwan Kamil, Wayan Windia.
Pada hari terakhir, symposium yang menunjukkan keharmonisan budaya dan menyatukan berbagai perbedaan latar belakang negara, suku, dan agama itu mendeklarasikan 10 komitmen WCF 2016, sebagai berikut:
- Mendukung implementasi penuh agenda 2030 dalam pembangunan berkelanjutan dan bekerja menuju integrasi yang lebih tampak dan efektif, serta pengarusutamaan budaya ke dalam kebijakan pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan dan strategi di semua tingkatan
- Mempromosikan budaya perdamaian di masyarakat kita yang akan mendorong keadilan dan inklusif di masyarakat, yang menghargai dan nilai keragaman budaya dan warisan serta perlindungan mereka
- Mencatat hasil dari enam simposium atau tema dari Culture Forum Dunia, tindakan berikut yang disarankan untuk dilakukan:– Memperkuat peran budaya dalam paradigma pembangunan berkelanjutan dan menegaskan kembali budaya yang merupakan enabler penting dan kendaraan untuk pelaksanaan agenda pada 2030. Dan menekankan peran masyarakat dan budaya lokal untuk memperbaiki hubungan yang tidak seimbang dari jasa ekosistem dengan tuntutan manusia– Memperkuat keterkaitan dari pemangku kepentingan untuk menciptakan praktik terbaik semi pembangunan berkelanjutan yang inklusif– Mengembangkan jalur kolektif untuk memastikan transmisi budaya ke generasi berikutnya demi kelangsungan budaya– Menerapkan pendekatan perencanaan pembangunan ekonomi dan sosial untuk mengatasi tantangan hidup urban kontemporer– Hormat dan mengakomodasi pengetahuan tradisional serta kearifan lokal yang mempromosikan hubungan yang harmonis manusia, alam, dan spiritualitas
– Posisi manusia dan alam di pusat formulasi kebijakan publik bottom-up dan implementasi
– Menyediakan akses universal ke dan penggunaan teknologi digital untuk memberdayakan masyarakat sipil dan memungkinkan aktivisme digital
– Memungkinkan dinamika orang-orang di masyarakat perkotaan untuk berkembang, dan kekayaan warisan budaya urban untuk bisa mengembangkan ke arah kemajuan hak untuk kota damai, adil, inklusif dan berkelanjutan
– Memperluas dan memperkuat budaya perdamaian dan pemahaman berdasarkan dialog dan nilai-nilai hak asasi manusia
– Mengadakan dialog untuk membangun jembatan untuk menghubungkan perbedaan budaya dan memperkuat pemahaman bersama antara masyarakat
– Memperkuat promosi nilai-nilai multikulturalisme, hidup berdampingan secara damai, dan hidup bersama
– Menggabungkan nilai-nilai tentang air dengan budaya dan etika serta pengetahuan tradisional menjadi pengelolaan sumber daya air terpadu dari sumber ke semua pengguna untuk menyelesaikan tantangan sosial-politik pengelolaan air di seluruh dunia
4. Memperkuat peran pemuda dalam aktivisme ekonomi, budaya dan sosial-politik dan lingkungan dalam rangka untuk mempromosikan pemahaman bersama dan membawa transformasi positif sosial serta kesetaraan menuju pembangunan berkelanjutan, tapi tidak terbatas pada promosi ekonomi kreatif5. Mengakui peran antar pemerintah dan non-pemerintah serta organisasi internasional, untuk mengembangkan jaringan pengetahuan tentang kegiatan untuk memberdayakan konstituen dalam memajukan budaya progresif untuk pembangunan berkelanjutan inklusif
6. Mengembangkan strategi yang berinvestasi pada orang dan memberdayakan peran masyarakat setempat. Serta merumuskan rencana aksi untuk menjaga hubungan antara masing-masing peserta World Culture Forum atas proses dialog antara pemerintah dan masyarakat sipil untuk mengoptimalkan budaya sebagai kekuatan dalam menangani masalah dunia
7. Bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan untuk memastikan semua rencana pembangunan berkelanjutan di bawah agenda 2030 bisa responsif terhadap konteks budaya untuk menghasilkan yang lebih baik, hasil yang berkelanjutan dan adil untuk planet inklusif
8. Mendukung UNESCO dalam upaya untuk memperkuat perlindungan warisan budaya termasuk dari perang dan konflik
9. Memperkuat sarana pelaksanaan dan menekankan kebutuhan untuk peran kebudayaan ke dalam indikator dan mekanisme pelaporan dari SDGs di semua tingkatan.
10. Bekerja untuk mengembangkan “Framework for Action” yang akan disajikan untuk diadopsi dan diluncurkan pada pertemuan yang akan diselenggarakan di samping Sesi 39 tahun Konferensi Umum UNESCO pada Oktober 2017, dengan maksud untuk memperkuat menindaklanjuti dan mekanisme review di bawah Agenda 2030.
Sebanyak 10 komitmen yang dibacakan dalam bentuk deklarasi itu akan segera direalisasikan dalam serangkaian kegiatan melalui kementerian dan delegasi dunia yang tergabung dalam World Culture Forum 2016. Nantinya mereka akan merumuskan langkah lebih konkret pada Januari 2017. (Ribas)