YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah–Salah satu sisi yang dikaji oleh Alwi Shihab dalam buku Membendung Arus: Respons Gerakan Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Misi Kristen Di Indonesia yang diterbitkan ulang oleh Suara Muhammadiyah adalah terkait dengan hubungan antara Muhammadiyah dan Kristen pada masa kolonialisme. Penelitian yang merupakan karya disertasi Alwi Shibab di Universitas Temple AS, ini ditulis atas saran dan bimbingan Prof Mahmoud Ayoub.
Latar belakang sosio-historis Indonesia berada di masa penjajahan Belanda yang menganut agama Kristen. Gerakan Kristen yang telah lebih maju melakukan banyak kegiatan-kegiatan pendidikan, kesehatan dan sosial. Hal itu dikatakan Alwi dalam acara bedah buku Membendung Arus: Respons Gerakan Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Misi Kristen Di Indonesia, yang diselenggarakan di UMY, pada Kamis (13/10).
Para pribumi yang mayoritasnya muslim, kata Alwi berada dalam kondisi keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan. Pendidikan hanya dinikmati oleh para priyayi atau orang-orang yang dekat dengan pemerintah kolonial. Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi Eropa yang sudah maju dan modern. Sekolah-sekolah milik Belanda tumbuh pesat, termasuk di Nusantara.
Menurut Alwi, organisasi kebangkitan nasional yang lahir ketika itu berhadapan dengan Belanda. Jika tidak sejalan dengan pemerintah kolonial, maka akan dimatikan geraknya. Menyadari hal itu, Kyai Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah yang menggunakan cara perlawanan yang elegan dan akomodatif. Tujuannya adalah untuk memajukan masyarakat pribumi dan terlepas dari penjajahan.
“Cara Ahmad Dahlan menghadapi Belanda sangat elegan, akomodatif dan persuasif, Kenapa Kyai Ahmad Dahlan berhasil dengan gerakan Muhammadiyah. Itu karena dia tahu konteks dan posisinya. Dia tahu apa yang mesti dilakukan. Dia bisa menyesuaikan dengan konteks pemerintah Belanda ketika itu,” ujar Alwi yang menjadi pembicara dalam bedah buku yang turut diberikan kata pengantar oleh Kuntowijoyo, Haedar Nashir, dan Ahmad Syafii Maarif.
Alwi menambahkan bahwa Kyai Dahlan dengan latar belakang sebagai pedagang merupakan sosok yang sangat toleran serta tahu persis bahwa melakukan kebaikan dan perlawanan secara lunak akan lebih sukses. Kyai Dahlan kemudian tetap kukuh memperjuangkan cita-citanya untuk mencapai Indonesia maju melalui langkah berbeda. Dia meniru orang Kristen yang telah lebih dulu maju. Kyai Dahlan mendirikan sekolah modern yang memadukan antara sistem Belanda dan sistem pendidikan tradisional.
Kyai Dahlan juga mendirikan Rumah Sakit gratis (PKU Muhammadiyah). Kyai Dahlan bekerja sama dengan Belanda dalam menyediakan tenaga dokter profesional. “Dia berubah dan merubah cara, mengajak teman-temannya sesama pedagang. Dia mengetahui bahwa bekerja sendiri tidak akan berhasil. Dia melakukan hal-hal menyenangkan dengan tetap memegang prinsip,” ujar Alwi (Ribas).