YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah—Tidak terlaksananya agenda kedatangan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ke Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, beberapa waktu yang lalu, menimbulkan pro-kontra. Sebelumnya, Ahok sebagai calon petahana dalam pilkada DKI Jakarta 2017 berencana menemui pimpinan pusat Muhammadiyah dalam rangka bersilaturahim dan meminta nasehat dari ormas Islam.
Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah Agung Danarto, menyatakan bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah pada prinsipnya tidak membatasi diri untuk menerima siapa saja. “Dakwah itu menerima dan mengajak orang dari bagaimana pun keadaannya,” ujarnya dalam acara Sekolah Idiopolitor Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY, di gedung PMD Kalasan, Yogyakarta, Ahad (23/10).
Menurut Agung, Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah tidak pernah membatasi diri untuk menerima dan menolak kedatangan tamu. Siapapun dia akan dipersilahkan untuk datang. Hal ini berbeda dengan gerakan politik yang menerima pihak tertentu dan menolak pihak lainnya. “Muhammadiyah menjaga kedekatan yang sama dengan semua partai politik,” papar Agung.
“Sebagai gerakan dakwah, Muhammadiyah sering menerima tamu siapa saja, termasuk di gedung PP Muhammadiyah itu para pastur diterima, bahkan juga mereka yang tidak beragama akan diterima,” tutur Agung. Peranan Muhammadiyah dalam menjalankan dialog antar agama yang berbeda dan bahkan antar peradaban dimulai dari sikap saling bersilaturahim, guna ditindaklanjuti dengan menjalankan kerjasama-kerjasama dalam tujuan yang sama.
“Muhammadiyah bekerjasama dengan siapapun. Termasuk dengan non muslim. Asalkan memiliki tujuan yang sama. Muhammadiyah bekerjasama dengan pemerintah Belanda sejak awal berdirinya. Apalagi sekarang dengan pemerintah Jokowi,” kata Agung menanggapi adanya anggapan bahwa Muhammadiyah tergolong ekslusif dikarenakan kemandiriannya, sehingga tidak banyak bekerjasama dan mengajukan permohonan bantuan dari pihak luar.
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam moderat, kata Agung, akan selalu menerima dan bekerjasama dengan siapa saja dalam rangka menunjukkan wajah Islam yang damai dan santun. “Syukur-syukur yang datang, bisa mengenal Islam atau paling tidak dia tidak akan lagi membenci Islam,” tutur Agung.
Dakwah Muhammadiyah, pada prinsipnya tidak membeda-bedakan latar belakang orang. Semua manusia harus diperlakukan secara baik. Hal itu sesuai dengan jalan dakwah para nabi yang bahkan tidak pernah marah dengan perlakukan objek dakwah, seperti dalam kasus nabi ke Thaif (Ribas).