YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah— Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1998-2005, Ahmad Syafii Maarif menyatakan bahwa legitimasi Al-Quran yang menyebut umat Islam sebagai umat terbaik (khairu ummah) perlu dipertanyakan ulang. Jika memang umat Islam sebagai umat terbaik, maka secara tidak langsung, Tuhan menginginkan supaya umat Islam hari ini mau berubah, melakukan evaluasi diri untuk pantas disebut sebagai umat terbaik.
“Apa betul kita umat terbaik? Kita rapuh dari dalam. Selama kita tidak mengakui kalah, maka bagaimana kita bisa menang,” hal itu dikatakan Buya Syafii Maarif dalam acara Sekolah Idiopolitor Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY, di gedung PMD Kalasan, Yogyakarta, Sabtu (22/10).
Sebagai indikasi bahwa umat Islam harus melakukan evaluasi untuk menjadi yang terbaik adalah kondisi masih adanya konflik antar sesama. Umat Islam juga kerap reaksioner. Ironisnya, kata Buya Syafii, konflik yang sebenarnya berada dalam ranah politik dibawa-bawa ke ranah agama.
“Sunni, Syiah, Khawarij itu adalah buah dari konflik elit Arab. Kenapa kita ikut mewariskan? Perang unta (jamal) itu dilakukan oleh kader utama nabi. Ada Ali bin Abi Thalib sepupu Nabi, ada Thalhah, ada Aisyiyah sebagai istri nabi,” kata Buya Syafii. Tiga dari empat khalifah pengganti Nabi juga wafat dalam keadaan dibunuh.
Menurutnya, orang-orang yang dididik langsung oleh Nabi ini merupakan orang-orang hebat yang tidak diragukan lagi kualitas dan kapasitasnya. Namun mereka juga terlibat dalam persoalan politik yang subjektif. Oleh karena itu, Buya mengingatkan supaya urusan agama dan politik jangan disamakan. Termasuk juga antara Arab dan Islam merupakan persolan yang berbeda.
“Kader nabi berperang itu persoalan besar, bukan enteng,” ujar Buya. Kondisi muslim hari ini, sebut Buya justru mewarisi konflik politik ini. Beberapa yang disebutkan Buya di antaranya adalah konflik Erdogan dan Ghulen di Turki, demikian juga di Timur Tengah.
Jika di satu sisi al-Quran menyebut umat Islam sebagai umat terbaik. Di sisi lain al-Quran mengajak untuk melakukan perdamaian dan membina persaudaraan. “Apa begitu (dunia penuh konflik) al-Quran? No. Al-Quran itu menyakatan bahwa sesama mukmin itu bersaudara, maka damaikan di antara saudaramu, bukan begitu (mewariskan konflik),” kata Buya Syafii.
Buya Syafii juga menyebut bahwa salah satu sumber reproduksi radikalisme di kalangan umat Islam adalah tafsir yang ekstrem, seperti Fi Zilal al-Quran karya Sayyid Qutb. Muhammadiyah sebagai organisasi Islam berkemajuan, harus meninggalkan perdebatan. Lalu bergerak lebih jauh untuk menjadi inisiator dialog dan kerjasama antar pihak yang berbeda, baik dengan sesama agama ataupun di luar agama. “Muhammadiyah harus meninggalkan perdebatan ini,” kata Buya (Ribas).