YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah—Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1998-2005, Ahmad Syafii Maarif menyatakan bahwa Muhammadiyah sudah saatnya untuk merubah paradigma. Dari sebelumnya sebagai pembantu negara yang sangat setia menjadi penentu kebijakan yang bijaksana.
“Negara salah urus selama 70 tahun. Tapi kita tidak bisa pindah ke planet lain.” Hal itu dikatakan Buya Syafii dalam acara Sekolah Idiopolitor Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY, di gedung PMD Kalasan, Yogyakarta, Sabtu (22/10).
“Sebagai pembantu negara, Muhammadiyah sangat berhasil. Saatnya menjadi penentu. Negara secara moral tidak semakin baik. Lingkungan hidup rusak sudah separuh. Narkoba beredar dimana-mana luar biasa. Penipuan, seperti Taat Pribadi, juga negara tak mampu selesaikan,” ujar Buya Syafii.
Buya memaparkan bahwa kondisi yang dialami Indonesia juga dialami oleh banyak negara lainnya. “Tidak ada negara muslim yang dapat dipedomani sekarag. Saya berharap saudara menyadari ini. Ini persoalan pokok,” kata Buya Syafii dalam acara yang mengusung tema ‘Konsolidasi Gerakan Islam untuk mewujudkan Tatanan Politik Lokal yang Berkemajuan’.
Muhammadiyah, menurut Buya memiliki banyak sosok orang yang mampu untuk mengurus negara dengan baik dan memiliki nilai moral yang bagus. Namun, mereka tidak mau terjun ke ranah politik. Orang-orang profesional ini lebih memilih untuk berkiprah di bidangnya dan di internal Muhammadiyah dibandingkan terjun ke ranah politik untuk mengurus negara. “Apakah akan begitu terus?” tanya Buya.
Buya Syafii mendorong para kader Muhammadiyah untuk tidak hanya berkiprah bagi persyarikatan. Namun meluaskan cakrawala berpikir untuk berjuang bagi kemanusiaan, kebangsaan, dan keumatan. “Kita siapkan SDM di bidang sosial, ekonomi, pendidikan, lalu kita serahkan pada negara,” harap Buya.
“Muhammadiyah dalam bidang pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial tidak ada bandingannya di muka bumi. Sekarang apakah tidak terpikir untuk menjadi penentu. Dari pembantu yang berhasil menjadi penentu. Perumusannya harus kita cari,” ujar Buya.
Namun Buya juga mengingatkan supaya Muhammadiyah tidak terjun ke politik tanpa persiapan, apalagi sampai kehilangan idealismenya. Oleh karena itu, kader Muhammadiyah, kata Buya, harus memiliki kecukupan secara ekonomi, meskipun tidak kaya. Sehingga tidak lagi berpikir untuk memperkaya diri ketika terjun di ranah politik. “Ekonomi keluarga sedikit stabil, tak perlu kaya,” katanya.
Jika Muhammadiyah tidak mau terlibat, maka bangsa akan semakin rusak, bahkan Muhammadiyah juga akan rusak. Kalau negara rusak, kata Buya, maka yang rugi adalah semua. Muhammadiyah, ujar Buya, harus bijaksana dalam berpolitik supaya tidak rusak.
“Muhammadiyah jangan sampai rusak. Kalau rusak, maka yang rugi bukan hanya Muhammadiyah, tapi juga negara. Kader Muhammadiyah kalau tidak ada idealisme dan ideologi yang kokoh masuk ke politik, bisa juga rusak, seperti yang lain,” tutur Buya Syafii (Ribas).