Suara Muhammadiyah–Museum Rekor Dunia-Indonesia (MURI) menganugrahkan Piagam Penghargaan (No. 7533/R.MURI/2016) kepada Majalah Suara Muhammadiyah sebagai “Majalah Islam yang Terbit Berkesinambungan Terlama.” Secara simbolik, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr. H. Haedar Nashir, M.Si. menyerahkan Piagam Penghargaan Rekor MURI kepada Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif dalam acara Pembukaan Muhammadiyah Expo 2016 yang berlangsung pada hari Senin, 24 Oktober 2016, di Hartono Mall, Yogyakarta.
Penyerahan Piagam Penghargaan Rekor MURI disaksikan langsung oleh Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta KGPAA Sri Paku Alam X, Direktur Pembinaan Pendidikan Karakter Kemendikbud, Kapolda DIY Brigjen Prasta Wahyu Hidayat, General Hartono Mall Robi Gunawan, pimpinan ortom di Muhammadiyah, tamu undangan, wartawan media massa, dan masyarakat umum. SM kini menjadi salah satu asset umat Islam dan bangsa Indonesia yang masih rutin menerbitkan majalah dwi mingguan tanpa terputus sejak pertama kali terbit pada tahun 1915 hingga kini telah memasuki usia 101 tahun. Momentum Muhammadiyah Expo 2016 dalam rangka Milad ke-101 Tahun SM menjadi semakin spesial karena majalah yang dirintis oleh KH. Ahmad Dahlan ini menjadi satu-satunya media massa tertua di Indonesia.
Perjalanan 101 Tahun
Terbit pertama kali pada tahun 1915 (1333 H), Sworo Moehammadijah hadir tiap bulan menggunakan bahasa dan huruf Jawa. Ukuran majalah 13×20 cm. Volume terbit tertulis di pojok kiri atas: Tahun I. Tahun terbit tertulis di tengah atas: Dzulkaidah 1915/1333. Nomor edisi tertulis di pojok kanan atas: no. 2. Inilah dokumen tertua yang dimiliki Pusat Dokumentasi SM hingga kini.
Dalam box redaksi SM no. 2 Tahun I tertulis beberapa nama: H. Ahmad Dahlan, H.M. Hisjam, R.H. Djalil, M. Siradj, Soemodirdjo, Djojosugito, dan R.H. Hadjid. Pengelola administrasi H.M. Ma’roef dibantu Achsan B. Wadana. Rubrikasi pada tahun pertama sudah cukup bervariasi. Selain terdapat rubrik Redactie (Salam Redaksi), pada kolom ketiga berisi tulisan dengan judul: ”Keterangan Agama Islam.” Pengarangnya menggunakan inisial H.A.D. yang menurut H. Ahmad Basuni disinyalir sebagai Haji Ahmad Dahlan. Terdapat pula rubrik artikel agama dengan judul ”Bab Najis”, tetapi tanpa identitas penulis. Selanjutnya, terdapat artikel-artikel lain seperti: ”Keterangan Bab Bulan”, ”Bab Khitan”, dan ”Ilmu Sejati.” Masing-masing artikel tersebut ditulis tanpa identitas penulis. Adapun artikel ”Sadakah atau Selamatan” terdapat identitas penulis menggunakan inisial HS, yang menurut H. Ahmad Basuni, disinyalir sebagai Haji Syuja’.
SM tahun I (1915) dan II (1916) dicetak di Drukkerij Srie Paku Alaman. Kini, percetakan ini sudah tinggal kenangan. Berdasarkan sumber-sumber sejarah, percetakan ini telah mencetak beberapa media massa yang cukup banyak berperan dalam masa pergerakan pada tahun 1930-an. Di antara media massa yang dicetak di Percetakan Srie Pakualaman adalah surat kabar Damai, Soeara Boemipoetra, Rasa Doenia, dan Doenia Baroe. Tiga nama surat kabar terakhir inilah yang cukup populer dalam catatan sejarah nasional karena dipimpin oleh seorang tokoh pergerakan yang berasal dari keluarga Pakualaman, yaitu R.M. Soerjopranoto. Kini, media massa yang pernah dicetak di Percetakan Srie Pakualaman sudah tinggal nama, kecuali SM yang hingga kini justru semakin meluaskan jaringan distribusinya.
Perkembangan majalah SM dari tahun ke tahun cukup berarti. Pada tahun 1919 SM hadir dengan jajaran manajemen baru. Pemimpin redaksinya, A.D. Hanie, tokoh Muhammadiyah asal Karangkajen. Hingga memasuki tahun 1921, majalah ini sudah menggunakan bahasa Melayu, sekalipun beberapa rubrik masih menggunakan bahasa dan huruf Jawa. Ukuran majalah 17,5×24 cm. Dalam dokumen nomor 1 tahun 1921 tertulis nama surat kabar ini: Soewara Moehammadijah. Di bawah nama surat kabar ini tertulis kalimat: ”Kawedalaken lelahanan dening MOEHAMMADIJAH bagian ”TAMAN POESTAKA” ing NGAJOGYAKARTA.” Di atas box redaksi tertulis: ”Orgaan Poenika Ngrewat kateranganing Agami Islam. Kawedalaken Saben Sawoelan Sapisan Kaleresaken Tanggal Sapisan Woelan Walandi. Lan Angrewat Katerangan Sanes-sanes Ingkang Perloe.”
Perubahan manajemen kembali hadir pada nomor edisi perdana tahun 1922, ketika Haji Fachrodin kembali tercantum dalam box redaksi surat kabar ini sebagai pemimpin redaksi. Di tangan Haji Fachrodin, Soewara Moehammadijah sudah mulai menggunakan bahasa Melayu meski sebagian rubrik masih menggunakan bahasa Jawa huruf Latin. Haji Fachrodin melakukan reformasi manajemen dengan memasukkan empat unsur pembantu pimpinan Hoofdbestuur Muhammadiyah ke dalam jajaran redaksi. Keempat unsur pembantu pimpinan tersebut adalah Bagian Tabligh, Sekolahan, Taman Poestaka, dan PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem). Dengan demikian, surat kabar ini telah menjadi orgaan Muhammadiyah yang memiliki fungsi informasi dan sekaligus koordinasi.
Memasuki tahun 1923, Soewara Moehammadijah ”Diterbitkan dengan pertjoemah oleh MOEHAMMADIJAH bahagian TAMAN POESTAKA NGAJOGYAKARTA” menggunakan bahasa Melayu secara keseluruhan. Di atas box redaksi tertulis: ”Orgaan Moehammadijah memoeat katerangan hal agama Islam dan memoeat kaperloean-kaperloean Mohemmadijah dengan bahagiannja. Terbit pada tiap-tiap boelan sekali.” Haji Fachrodin yang menjabat sebagai hoofdredacteur dibantu Soemodirdjo (pembantu redaksi) dan M. Zarkasi (pengelola administrasi) kembali melakukan reformasi dengan memasukkan beberapa cabang Muhammadiyah di jajaran redaksi (redacteuren) dan administrasi (administratuuren). Terhitung sejak tahun 1924, nama surat kabar ini berubah ejaan menjadi: Soeara Moehammadijah. Sejak Haji Fachrodin menggawangi penerbitan pada tahun 1922 sampai 1924, Soeara Moehammadijah sudah memiliki percetakan sendiri, yaitu Percetakan Persatuan (Persatoean Drukkerij).
Memasuki tahun 1925, ukuran majalah Soeara Moehammadijah kembali diperkecil, yaitu 11,5×16 cm. Pemimpin redaksi sudah digantikan oleh Soemodirdjo. Sejak tahun ini, para redaktur yang mengelola surat kabar ini adalah: R.H. Hadjid, M. Amir Dasoeki, H. Abdul-Aziz, dan M. Junus Anies. Pengelola administrasi H. Dangi Joesak dan H. Abdul-Hakim. Pada masa kepemimpinan Soemodirdjo, Soeara Moehammadijah mengeluarkan ma’loemat bahwa terhitung tahun 1925, surat kabar ini mengeluarkan halaman khusus untuk isteri (perempuan). Pada edisi nomor 1 tahun 1925, Soeara Moehammadijah telah mengeluarkan halaman khusus bernama Isteri-Islam. Halaman khusus Isteri-Islam inilah yang di kemudian hari melahirkan media baru bernama Soeara ‘Aisjijah.
Cukup menarik di sini karena Soeara Moehammadijah nomor perdana tahun 1925 telah menggunakan istilah baru untuk menyebut nama tanah air. Pada halaman cover depan tertulis: ”Dikeloearkan oleh perkoempoelan Moehammadijah Bg. TAMAN POESTAKA (INDONESIA).” Bahkan, Soemodirdjo menulis sebuah artikel dengan judul, ”Anak Indonesia, Awas.” Meskipun demikian, penggunaan istilah ”Indonesia” untuk menyebut nama tanah air ini masih belum konsisten pada waktu itu.
Pada awal tahun 1927, Soeara Moehammadijah terbit dengan ukuran 13×19,5 cm. Redaksi dikendalikan oleh H. Abdul Aziz. Tetapi, memasuki tahun 1928, terjadi perubahan pemimpin redaksi sempai dua kali antara M. Junus Anies dan H. Abdul Aziz. Memasuki tahun 1929-1931, S. Tjitrosoebono menjabat sebagai commissie van redactie Soeara Moehammadijah. Pada periode ini, Soeara Moehammadijah terbit dengan ukuran 17,5×24 cm. Di awal tahun 1929, Soeara Moehammadijah terbit dua kali sebulan. Pada halaman cover depan edisi nomor 1-2 tahun 1929 tertulis motto: ”Officieel orgaan dari perserikatan Moehammadijah Hindia Timoer.” Selaku pengelola administrasi M. Badjoeri. Sejak terbit sebagai dwi mingguan, Soeara Moehammadijah menetapkan harga langganan sebesar f. 1.25 per tiga bulan. Memasuki tahun 1931, Soeara Moehammadijah terbit tiga kali sebulan, tetapi dengan jumlah halaman lebih sedikit (24 halaman).
Pada sekitar tahun 1932-1939, Soeara Moehammadijah memang tetap terbit, tetapi tidak banyak informasi tentang siapa pengelola redaksi dan administrasinya. Soeara Moehammadijah sejak memasuki tahun 1934 adalah ”Officieel orgaan” yang ”Diterbitkan pada tiap-tiap boelan” dikendalikan ”Oleh Hoofdbestuur Moehammadijah di Djokjakarta.” Tampaknya, penerbitan surat kabar ini banyak mengalami kesulitan dalam hal pendanaan. Ini dibuktikan dengan makin seringnya pihak administrasi surat kabar ini menarik tagihan dan meminta sokongan derma dari warga Muhammadiyah.
Barangkali antara tahun 1940-1943 menjadi masa-masa yang paling sulit bagi Soeara Moehammadijah karena hanya mampu terbit enam bulan sekali. Situasi politik dunia internasional sedang tidak menguntungkan sehingga bahan baku cetak sulit diperoleh di tanah air. Ditambah lagi dengan kolonialisme Jepang, hampir semua penerbitan di tanah air mengalami kelumpuhan total. Tetapi Soeara Moehammadijah mampu terbit sekalipun hanya enam bulan sekali dan jumlah cetakan sangat terbatas. Tidak terdapat keterangan yang cukup mengenai siapa pengelola redaksi Soeara Moehammadijah pada tahun-tahun ini.
Pada tahun 1951, Soeara Moehammadijah terbit sebagai majalah mingguan dengan motto ”Ilmu dan Amal.” Istilah hoofdredacteur diganti dengan ”juru mudi” yang pada waktu itu dipegang oleh M. Junus Anies. Pengelola administrasi A. Ridha Anies, yang tidak lain merupakan adik kandung M. Junus Anies. Walaupun pada tahun 1951 Soeara Moehammadijah berubah menjadi majalah mingguan, tetapi pada kenyataannya hanya sering terbit sebulan sekali.
Menyadari peran dan posisi Soeara Moehammadijah, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengambil langkah-langkah penting untuk memperbaiki kualitas penerbitan. Pada tahun 1965, dalam sebuah rapat Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta, muncul gagasan untuk menampilkan Soeara Moehammadijah gaya baru. Amanat untuk mengubah Soeara Moehammadijah gaya baru dipercayakan kepada Prof. K.H. Faried Ma’ruf yang langsung menjabat sebagai pemimpin umum dan sekaligus sebagai pemimpin redaksi. Duduk di jajaran redaksi: Ahmad Basuni (wakil pimred), Mohammad Diponegoro, Ahmad Syafii Maarif, Abdullah Sabda, Hermansyah Nazirun, Bakti Noor, dan Abdulhafiz Rafie. Alamat redaksi menggunakan kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Jalan K.H. Ahmad Dahlan di ruang lantai dua.
Langkah-langkah menampilkan Soeara Moehammadijah gaya baru adalah sebagai berikut: 1) Pengelola dari jajaran redaksi hingga administrasi dan pemasaran terdiri dari orang-orang yang kompeten di bidangnya. Pekerjaan mengelola majalah bukan pekerjaan sambilan; 2) Pengadaan fasilitas kantor redaksi dan pemasaran secara memadai. Majlis Pustaka dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah melakukan pengawasan dan kontrol terhadap penerbitan majalah; 3) Tebal majalah ditambah menjadi 36 halaman. Waktu penerbitan disesuaikan dengan jadwal terbit. Durasi penerbitan menjadi dua kali sebulan (dwi mingguan); 4) Tiras penerbitan ditentukan antara 3.000-5.000 eksemplar; 5) Isi majalah mencakup tema-tema keislaman yang lebih luas dan rubrik-rubrik diperbanyak; 6) Penerapan sistem honor bagi pengarang; 7) Penentuan harga langganan; 8) Kerjasama dengan lembaga-lembaga yang bergerak di bidang jurnalistik.
Soeara Moehammadijah gaya baru terbit mulai edisi nomor 1 tahun 1965 memuat gambar cover K.H. Ahmad Badawi tengah menyematkan tanda penghormatan (Bintang Muhammadiyah) kepada Bung Karno sebagai anggota istimewa Muhammadiyah. Terhitung mulai nomor ini, ejaan nama sudah berubah menjadi: Suara Muhammadijah. Format dan gaya baru mulai tampak dengan ukuran majalah diperbesar menjadi 20×27 cm.
Pada periode 1973-1992, jabatan pemimpin redaksi Suara Muhammadijah diamanatkan kepada H. Ahmad Basuni. Sejak memasuki tahun 1977, Ahmad Basuni menjabat sebagai pemimpin umum menggantikan Prof. K.H. Faried Ma’ruf, sementara jabatan pemimpin redaksi Suara Muhammadijah diamanatkan kepada A. Adjib Hamzah. Sambil terus mengikuti perkembangan bahasa Indonesia, ejaan nama surat kabar ini berubah menjadi SM. Terhitung sejak tanggal 10 Agustus 1985, kantor redaksi SM yang sebelumnya menempati kantor Pimpinan Pusat Muhammadijah Jalan KHA Dahlan nomor 99 pindah ke kantor baru di Jalan KHA Dahlan nomor 43. Kantor baru ini, sebelumnya, adalah Toko Buku Siaran.
Pada tahun 1993-1994, Mohammad Djazman al-Kindi menjabat sebagai pemimpin umum Suara Muhammadiyah (SM) dan A. Adjib Hamzah sebagai pemimpin redaksi. Memasuki periode 1994-2001, Mohammad Amien Rais menjabat sebagai pemimpin umum SM. Sejak tahun 1999, jabatan pemimpin redaksi SM digantikan oleh Syukriyanto AR. Tahun 2002, jabatan pemimpin umum SM dipegang oleh Ahmad Syafii Maarif hingga sekarang. Adapun pada tahun 2003, jabatan pemimpin redaksi dipegang oleh Haedar Nashir yang juga sekaligus menjabat sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
SM Kini
Kini, Suara Muhammadiyah telah menjadi asset umat Islam dan bangsa Indonesia. Terbit tiap dua minggu sekali dengan oplag 35.000 eksemplar, SM tersebar ke seluruh pelosok daerah di Indonesia. Menghadapi tantangan zaman dengan kemajuan teknologi informasi, SM kini hadir dalam format online dan digital.
Sejak tahun 2013, di bawah kendali manajemen angkatan muda yang dikomandani Deni Asy’ari, M.A. dan kawan-kawan serta di bawah arahan dan bimbingan Dr. Haedar Nashir, M.Si., SM kini menjadi brand untuk seluruh produk dari unit-unit usaha yang dikembangkan di bawah PT Syarikat Cahaya Media (PT SCM).
PT Syarikat Cahaya Media adalah amal usaha milik Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan unit-unit usaha meliputi: Unit Penerbitan Majalah, Unit Penerbitan Buku, Unit Toko, dan SCM EO & Advertising.
Suara Muhammadiyah kini telah menjadi brand resmi seluruh produk PT Syarikat Cahaya Media yang meliputi majalah dwi mingguan Suara Muhammadiyah, Penerbit Buku Suara Muhammadiyah, dan Toko Suara Muhammadiyah. Majalah Suara Muhammadiyah sebagai unit tertua di bawah PT Syarikat Cahaya Media kini telah memasuki usia 101 tahun. (dok sm-arf)