JAKARTA, Suara Muhammadiyah–Hingga November 2016 ini, Indonesia telah dikagetkan dengan tiga aksi lone wolf. Yaitu fenomena aksi terorisme yang dilakukan oleh perseorangan. Di awali dengan penyerangan pendeta di sebuah gereja di Medan, kemudian sehari menjelang Idul Fitri, Mapolresta Solo, diteror aksi bom bunuh diri, dan terakhir aksi penyerangan anggota polisi di Tangerang, beberapa hari lalu. Para pelaku lone wolf diyakini teradikalisasi melalui dunia maya.
Rata-rata para pelaku lone wolf, seperti yang di Tangerang, teracuni ajaran sesat kelompok radikal yaitu daulah ansor thogut. Menurut mantan rektor UIN Syarif Hidayatullah Prof Azyumardi Azra, ajaran tersebut sama sekali tidak benar.
“Biasa itu, kalau orang radikal selalu menuduh orang lain sebagai thogut. Jadi itu bukanlah suatu argumen yang baru, saya kira masyarakat muslim secara keseluruhan tidak setuju dengan pandangan itu, terutama yang menuduh selain dari mereka itu adalah thogut,” ungkap Azyumardi.
Guna meminimalisir hal itu, Azyumardi mengajak para ulama dan cendekiawan muslim di Indonesia untuk proaktif memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang ciri-ciri pengikut paham radikalisme dan terorisme. Salah satunya adalah suka menuduh orang Islam selain mereka sebagai thogut. Harapannya, masyarakat tidak ikut-ikutan menuduh orang lain sebagai thogut atau kafir, karena Indonesia adalah negara yang majemuk dengan berbagai macam suku yang multikutur.
“Kalau sudah ada gejala ajaran seperti itu, harus cepat diambil tindakan. Misalnya di keluarga ada anak-anak mulai ikut-ikutan dan bersikap aneh, harus diajak ngomong atau diajak dialog oleh orang tuanya atau ulama di lingkungannya,” tutur konsultan Majelis Dikti Litbang PP Muhammadiyah itu.
Selain peran pemerintah, Azyumardi menyarankan agar seluruh elemen masyarakat ikut berperan aktif dalam menangkal reproduksi paham radikal. Dengan melakukan pengawasan dan pencegahan di tingkat keluarga, masjid, lingkungan RT/RW, dan seterusnya.
“Saya melihat fitnah atau propaganda yang dilancarkan kelompok radikal ini sudah sangat banyak. Kalau masyarakat asal menerima saja tanpa mengetahui asal usulnya ya bisa bahaya. Kalau sampai itu terjadi mau jadi apa negeri kita ini nanti,” ujar Azyumardi (Ribas/Ant).